BUNGAMAYANG— Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara VII (SPPN 7) melakukan patroli pengawasan di salah satu lahan PTPN VII Bungamayang, Lampung Utara, Senin (7/9/19).
Mereka melakukan pengamanan berkaitan dengan desas-desus rencana Pengadilan Negeri (PN) Blambanganumpu yang akan melakukan konstatering (penentuan ukuran dan status tanah) lahan sengketa 781 hektare yang secara fakta dan hukum berada di Kabupaten Lampung Utara.
“Ya, kami turun ke lapangan karena kami dengar PN Blambanganumpu mau turun ke lahan 461 besok (8/10). Padahal, itu kan sudah jelas, bukan di wilayah hukum PN Blambanganumpu. Katanya mereka sudah kirim surat ke Direksi PTPN VII, tapi surat fisiknya belum diterima perusahaan. Kami hanya antisipasi, jangan sampai kecolongan,” kata Mangaraja Siahaan, Kordinator Lapangan aksi, di lokasi.
Mangaraja mengatakan, pihaknya sebagai mitra dari manajemen PTPN VII ikut bertanggung jawab atas keamanan aset perusahaan. Ia mengatakan, kasus ini berkaitan dengan klaim PT Bumi Madu Mandiri (BMM, swasta) atas lahan milik PTPN VII di Kabupaten Way Kanan yang sedang dalam proses hukum di pengadilan.
Mengenai apel patroli lahan yang dilakukan, Mangaraja mengatakan, awalnya pihaknya menindaklanjuti informasi yang diterima manajemen tentang rencana konstatering. Lalu, SPPN7 membuat surat pemberitahuan kepada Polres Way Kanan tentang aksi unjuk rasa untuk menolak rencana tindakan hukum yang akan dilakukan PN Blambanganumpu.
Bukan tidak mungkin pengukuran itu tetap dilakukan. Sebab, sampai hari ini, surat dari PN untuk Direksi PTPN VII tentang konstatering pun belum diterima. Makanya kami curiga,” kata dia.
Oleh karena itu, kata Mangaraja, SPPN 7 tetap berjaga-jaga di lokasi, bukan unjuk rasa, tetapi patroli lahan bersama SPPN 7. Ia menambahkan, pihaknya bersama massa akan tetap memantau situasi secara serius agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Duduk Perkara
Tentang sengketa lahan sebagaimana yang akan dilakukan konstatering oleh PN Blambanganumpu, Sekjend SPPN 7 Sasmika DS menjelaskan, hal itu bermula dari sengketa lahan antara PTPN VII dengan PT Bumi Madu Mandiri(PT BMM). Hal ini disebabkan karena terdapat sengketa lahan dengan masyarakat seluas 4.650 Ha.
Saat upaya penyelesaian sedang dilakukan oleh PTPN VII, justru terbit izin lokasi dari Bupati Way Kanan di lahan yang sama. Masalah ini sudah mulai mencuat sejak tahun 2007 hingga saat ini. Akhirnya terjadilah saling gugat antara PTPN VII dengan PT BMM.
Hingga saat ini, PTPN VII juga masih melakukan upaya hukum terhadap permasalahan tersebut, karena aset lahan 4.650 itu tercata sebagai aset perusahaan milik negara tersebut. BPN pun mencatat bahwa lahan tersebut adalah lahan PTPN VII.
Dari lahan seluas 4.650 Ha tersebut, sebanyak 461 hektare berada di Kabupaten Lampung Utara. Sedangkan sisanya masuk wilayah Lampung.
“Nah, kalau yang di wilayah administrasi Way Kanan, proses hukum sedang berjalan. PTPN VII sedang melakukan gugatan ke pengadilan.
Sedangkan 461 hektare yang berada di Kabupaten Lampung Utara,sesuai tapal batas masuk ke wilayah Lampung Utara. Jadi, dalam logika hukum, tidak bisa dieksekusi oleh PN Blambangan Umpu,” kata dia.
Atas dasar itu, Sasmika mengaku pihak SPPN 7 sebagai organisasi karyawan yang mencari rezeki dari lahan itu merasa terpanggil untuk mengamankan aset. Ia menambahkan, pihaknya akan terus mengawal setiap sengketa lahan PTPN VII yang kerap diganggu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Kami prihatin terhadap kondisi ini. Tuntutan masa reformasi memang hak masyarakat, tetapi sesuatu yang mempunyai dasar hukum yang kuat, apalagi milik negara, harus dipertahankan. Sebab, kami mengais rezeki dari aset negara ini secara sah,” kata dia. (HUMAS PTPN VII)