Andri Meirdyan Syarif. Foto ist |
Lampung- PT. Central Avian Pertiwi (CAP) merupakan perusahaan yang bergerak fokus pada pemeliharaan ayam bibit induk pedaging dan petelur.
Telah beroperasi kurang lebih sejak tahun 2003 hingga sekarang namun selama itu pula perusahaan yang merupakan bagian dari Charoen Pokphand grup ini diduga telah melakukan dugaan pelanggaran ketenagakerjaan terhadap pekerjanya mulai dari pelanggaran status atau hubungan kerja hingga dugaan pelanggaran hak normatif pekerja.
Baca: PT Central Avian Pertiwi Diduga Langgar UU Ketenagakerjaan
Dugaan pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh PT. CAP yang pertama ialah mengenai pelanggaran status (hubungan kerja). Sebagai perusahaan yang usaha pokoknya (Core Business) adalah pemeliharaan ayam bibit induk pedaging dan petelur seharusnya PT. CAP menempatkan carateker (operator) sebagai pekerjaan pokok yang hubungan kerjanya langsung dengan pemberi kerja dan tidak boleh diserahkan kepada pihak ketiga atau perusahaan lain yang biasa dikenal dengan istilah sistem kerja outsourcing.
“Karena operator yaitu pekerja yang bertugas merawat dan memelihara ayam mulai dari ayam masuk ke pabrik, berproduksi sampai masa afkir ayam, lalu kemudian juga bertugas membersihkan kandang merupakan pekerja yang bekerja di jantung perusahaan. Namun nyatanya PT. CAP sejak tahun 2009 telah mempekerjakan pekerja yang bekerja di usaha pokok perusahaan tersebut dengan status/ hubungan kerja outsourcing,” kata
Divisi hukum & Advokasi
Federasi Serikat Buruh Karya Utama
(FSBKU-KSN) Wilayah Lampung, Andri Meirdyan Syarif melalui pesan tertulis, Rabu (10/10/2018).
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) AL Bantani Lampung ini memaparkan,
berdasarkan hal tersebut disinyalir PT. CAP tidak patuh dan melawan hukum terhadap ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengamanatkan bahwa Pekerja/ buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh tidak boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi.
“Kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi,” ungkapnya Pembina Pusat Mediasi & Bantuan Hukum (Pusmedbakum) Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia Cabang Lampung Selatan ini.
Yang pada pokoknya kata dia,b mengamanatkan bahwa outsourcing hanya boleh dilakukan untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Dan ayat (4) menyatakan bahwa apabila ketentuan yang tertuang di ayat (1) tersebut tidak terpenuhi maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja (vendor) beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan pemberi kerja. Serta telah melanggar Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Atas perbuatan tersebut banyak hak Pekerja di PT.CAP yang terlanggar, yaitu hilangnya jaminan masa depan sejahtera bagi pekerja apabila terjadi pemutusan hubungan kerja sewaktu-waktu atau pensiun karena Tunjangan kerja yang sebagiamana diatur sesuai UU tidak dapat mereka terima akibat status hubungan kerja yang tidak memiliki kepastian hukum bagi pekerja
“Penderitaan pekerja di PT. CAP tidak hanya berhenti disitu, sistem kerja yang tidak sesuai dengan UU Ketenagkerjaan pun semakin menambah penderitaan pekerja,” imbuhnya.
Ia memaparkan, seperti hal kelengkapan alat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang terkadang tidak diberikan oleh perusahaan salah satunya ialah tidak diberikannya masker sebagai pelindung dalam menghirup udara ketika bersentuhan dengan ribuan unggas. Kemudian pekerja yang bertugas sebagai operator diharuskan 21 hari kerja berada di kandang/menginap (saat ini telah berubah kebijakannya menjadi 14 hari) dan penghitungan upah lembur pada saat menginap dikandang tidak mengikuti ketentuan upah lembur yang diamanatkan Undang-undang.
Bahkan Dalam memperjuangkan haknya pada 26 Maret 2018 puluhan pekerja di PT. CAP mendirikan Serikat Pekerja/ Buruh dan dicatatkan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lampung Selatan dengan Nomor Pencatatan : 568.04.HI.IV.02.III.2018 dengan nama Serikat Buruh Karya Utama Central Avian Pertiwi (SBKU CAP) yang kemudian menjadi Serikat Buruh Anggota FSBKU.
“Namun tidak berselang lama setelah kawan-kawan memberitahukan ke manajemen perusahaan akan keberadaan Serikat Buruh, para Pekerja di PT. CAP diinformasikan bahwa ada peralihan Vendor (pemborong tenaga kerja) dari PT. Berkat Karya Indonesia (PT. BKI) ke PT. Terang Dunia Jaya (PT. TDJ) dan para pekerja diminta untuk membuat lamaran kerja baru dan interview namun dalam prosesnya 7 (tujuh) Pekerja di PT. CAP yang merupakan para pengurus inti SBKU CAP tidak dipanggil untuk bekerja kembali padahal para pekerja yang merupakan pengurus serikat tersebut sudah mengabdi bertahun-tahun di PT. CAP bahkan ada yang sampai 9 Tahun masa kerja tanpa kesalahan. Kebijakan ini tentunya kami anggap sebagai bentuk kebijakan sepihak dan cenderung subjektif sebagai upaya pemberangusan serikat pekerja/ buruh (Union Busting) di lingkungan PT. CAP,” paparnya.
PT. CAP selaku ungkap dia, pemberi kerja dan PT. BKI selaku pemborong tenaga kerja tidak menjalankan ketentuan dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perkara Nomor 27/PUU-IX/2011 yang menjelaskan tentang prinsip Transfer of Undertaking Protection of Employment (TUPE)/ Pengalihan Tindakan Perlindungan yang menyatakan Bahwa dengan menerapkan prinsip pengalihan perlindungan, ketika perusahaan pemberi kerja tidak lagi memberikan pekerjaan borongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh kepada suatu perusahaan outsourcing yang lama, dan memberikan pekerjaan tersebut kepada perusahaan outsourcing yang baru, maka selama pekerjaan yang diperintahkan untuk dikerjakan masih ada dan berlanjut, perusahaan penyedia jasa baru tersebut harus melanjutkan kontrak kerja yang telah ada sebelumnya, tanpa mengubah ketentuan yang ada dalam kontrak.
“Tanpa persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan, kecuali perubahan untuk meningkatkan keuntungan bagi pekerja/ buruh karena bertambahnya pengalaman dan masa kerjanya,” ungkapnya.
Kepastian hukum terhadap pekerja mengenai pengalihan perlindungan diperkuat dengan ketentuan Pasal 19 huruf b Permenaker 19 Tahun 2012 tentang Outsourcing yang mengharuskan adanya penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja buruh bersedia menerima pekerja/ buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/ vendor.
“Maka kami menyimpulkan bahwa PT. CAP telah melakukan PHK secara sepihak terhadap 7 (tujuh) pekerjanya dengan modus peralihan Vendor bahkan bertendensi sebagai bentuk pemberangusan Serikat Pekerja (Union Busting),” bebernya.
Berdasarkan hal tersebut, Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) Wilayah Lampung menuntut
1. Hapuskan sistem kerja kontrak dan Outsourcing di PT. Central Avian Pertiwi
2. Tolak pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dengan modus peralihan vendor.
3. Tolak pembungkaman ruang Demokrasi terhadap kaum buruh, lawan segala bentuk pemberangusan serikat pekerja/ buruh (Union Busting).
Baca: Demo, PT. Central Alvian Pertiwi Didesak Hapuskan Outsourching
4. Pekerjakan Kembali 7 (tujuh) Pekerja di PT. Central Avian Pertiwi yang merupakan pengurus Serikat Buruh Karya Utama.