Watala Minta Pengelola Wisata Pantai Lampung Perhatikan Kebersihan

foto ist

Bandarlampung-
Watala Lampung mengingatkan pengelola wisata harus serius menangani persoalan
sampah jangan ada kesan pembiaran yang hanya mengeruk keuntungan saja.

Apalagi di musim
liburan panjang seperti Idul Fitri 1438 H yang telah berlalu begitu banyak
pengunjung yang memadati sejumlah wisata di Kabupaten Pesawaran.
Ketua Watala
Lampung Edi Karizal menyatakan hal itu berdasarkan hasil penelusuran dibeberapa
wisata yang ada di Kabupaten Pesawaran seperti di Pantai Mutun, Ringgung, Klara,
Ketapang dan Pahawang.
“Semuannya
itu satu paket, karena pengelolaan sampah itu bagian dari wisata yang harus
dilakukan tindakan jika tak ingin pengunjung sekali datang. Itu juga harus
menjadi perhatian pemerintah daerah setempat,” kata Edi dalam pesan
tertulis, Rabu (05/07/2017).
Menurutnya,
wisata Lampung itu mulai booming, nanti semua orang akan lari semua, karena
pemulihannya itu pasti akan lama
“Memang
mereka itu ada tempat sampah, tapi sampah itu mengumpul,” kata dia.
Ditambah
lagi sambung Edi,  perahu-perahu itu-pun
tak dilengkapi jaring dengan alat sampah sehingga sampahnya itu melimpah tidak karuan
menjadi kumuh.
Kemudian
lanjutnya, manalagi kita mencoba menyelam. Itupun plastik-plastik menempel
diterumbu karang,
“Memang
sich artinya-kan dia (pengelola wisata) seharusnya selalu tak henti-hentinya
untuk melakukan itu,” bebernya.
Dijelaskannya
bahwa wisata itu menyangkut keindahan, wisata itu jangan merusak pendapatan
nelayan berikutnya dengan merusak terumbu karang, bagaimana dengan nelayan yang
lain.
“Jadi
kita mendesak pemerintah daerah itu harus konsen, mau, enggak mau karena
wilayahnya. Dan harus tegas karena rakyatnya itu menjadi bagian
tanggungjawabnya pemerintah daerah,” jelasnya.
Dikonfirmasi
Dirut PT. Pantai Sari Ringgung Andre menegaskan 
bahwa pengelolaan sampah di dalam kawasan wisata pantai Ringgung ini.
“Tidak ada
petugas kebersihan, tetapi disini kita lakukan secara kekeluargaan dengan
bergotong royong mulai Pukul 16.30 Wib kita tutup pantai,”.
“Jadi
di situ semua orang yang  usahanya
ada  di pantai ringgung baik tukang ban,
tukang kano, maupun tukang warung serempak mulai kita gotongroyong dari pukul
16.30 Wib sampai dengan selesaikanya, makanya disini sampah sebesar apapun satu
setengah jam beres,” tegasnya.
Kalaupun
berbicara dari laut itu, ujar Andre bahwa belum tentu dari Ringgung, karena
kalau dari Ringgung mungkin di sini adanya di darat.
“Kalau
di laut saya rasa orang sangat jarang, kan kita lebih ke pantainya, jadi kalau
yang dilaut itu tergantung anginnya ada barat, selatan, dan utara, tapi kalau
angin lagi ketempat kita otomatis sampah yang ditengah laut itu dia minggir dan
dia nantinya hilang sendiri, saya rasa bukan pantai kita saja, mungkin
pantai-pantai lainnya juga kebagian itu,” ujarnya.
Lebih lanjut
dia menerangkan bahwa di laut khususnya musiman atau sewaktu-waktu seperti
ketika ada angin barat kemarin, libur-libur kemarin sempat ada angin utara itu.
“Memang
membawa sampah dari arah panjang, dan itupun sebelum kita bekerja pada jam 6.00
Wib pagi hari pada saat itu 61 perahu kita gerakan semampu kita,”
terangnya.
Ketika
ditanyai mengenai sampah yang berserakan di lokasi areal pantai tersebut.
Menurutnya bahwa kalau hal itu umum, dalam artian sampah botol aqua itu sudah
tidak ada lagi, ini sudah dibersihkan cuman waktunya saja.
Namun karena
ada masukan dari Watala Lampung Dirut Pantai Sari Ringgung itu berencana akan
menindaklanjuti dengan mencoba melakukan koordinasi bersama tim perahu agar
setiap perahu tersediakan kotak sampah.
Terima kasih
kepada tim Watala Lampung atas apresiasi dan masukannya.
Artinya
dikatakan Andre partisipasi ketika perahu itu sedang berjalan di laut, ada
musiman atau enggak ketika ada sampah dilaut untuk segera disimpan dalam
perahu.
Lalu dalam
berpatroli kebersihan dalam kondisi saat ini berlalu lalang kendaraan itu cukup
sulit, tapi kalau petugas yang memberikan himbauan dan informasi pakai alat
toak itu ada setiap tempat.
“Petugas
itu bukan saja untuk himbauan tempat pembuangan sampah saja, ada himbauan berenang,
termasuk himbauan selalu menjaga kebersihan dan himbauan yang dibutuhkan bagi
semua pengunjung,” kata dia.
Menurutnya,
sepanjang jalan menuju pintu masuk hingga ke lokasi kawasan pantai ringgung
itupun pasti menjaga kebersihan karena itu juga menjaga image pantai ringgung.
“Jadi di sini
kami lebih menjaga kekeluargaan dalam usaha 
bareng di pantai sari ringgung bersama tiga desa yakni Sidodadi, Gebang
dan Hanura.
“Ada
yang usaha di perahu, sewa ban, ada tukang warung dan tukang kano, jadi disini
hanya yang dikelola manajemen pantai ringgung itu hanya sebagian-bagian saja,
selebihnya dikelola oleh warga,” kata Andre.
Harapannya,
lanjutnya dengan adanya pantai sari ringgung itu sangat membantu karena dari
perahunya hampir 90 persen dari warga Gebang, kalau untuk penyewaan ban
mayoritas warga dari hurun dan Sidodadi.
“Cuman
saya pikir masih banyak orang mau usaha disini, tapi kalau saya main terima
saja, dia orang mau dapat apa, makanya sudah kita batasi lalu kita terima apa
adanya, inilah bentuk kekeluargaan,” ucapnya.
Ditambahkannya,
kalau dengan pemerintah kabupaten sendiri sudah cukup koorperatif, seperti
pajak bulanan untuk PAD kami setorkan ke Dispenda.
“Kalau
untuk ke pemerintah kabupaten dan Pemerintah Provinsi baik-baik saja,”
tutupnya.
Terpisah,
ketika dikonfirmasi soal hasil temuan dari Watala mengenai sampah yang
berserakan di bibir dermaga Ketapang dan perahu yang tak disediakan peralatan
sampah, Ketua Pokdarwis Batumenyan wisata, Afriandi menjelaskan bahwa pihaknya
mengaku sudah menganjurkan pengguna kapal perahu bagi pengunjung yang berwisata
ke pulau Pahawang dan Tanjung Putus agar tidak membuang sampah di laut.
Memang di
perahu kapal itu sementara disediakan kantong plastik asoy (kresek), bahkan mengaku, sudah mensosialisasikan dan himbauan
terhadap pemilik perahu bagi pengunjung dilarang membuang sampah di laut cukup
membuang sampah di kapal yang telah disediakan kantong plastik itu.
“Jadi
untuk sementara ini, di setiap-setiap kapal (perahu) itu tidak ada tong
sampahnya, jadi kami sudah mengajukan ke kabupaten sesuai anjuran pak Bupati
itu agar ada tong sampah, tapi sampai sekarang ini belum terwujud,”
bebernya.
Selain itu
dia menjelaskan bahwa petugas kebersihan sampah itu datangnya tiga kali dalam
satu minggu untuk di Desa Batumenyan dan sekitarnya termasuk di Ketapang karena
ketapang ini transit ke pulau Pahawang untuk wisatawan.
Kendala itu
dalam menangani sampah itu yakni kontainer (mobil bok sampah), tong sampah yang
besar untuk mengangkut sampah-sampah itu, tapi saat ini sudah ada respon dari
dinas pariwisata yang kemudian diajukan ke dinas Lingkungan Hidup.
“Kami
bukannya lalai dalam menangani sampah tapi karena terkendala peralatan angkutan
sampah yang sudah ditidak mampu lagi menampung sampah di TPS sementara milik
desa, meskipun demikian kami sanggup untuk membayar iuran angkutan sampah
tersebut mulai dari tiap-tiap rumah dan pemilik usaha di ketapang ini dengan
tarif dari Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu per-rumah,” dalihnya.
Kendati
demikian, berbicara data kunjungan wisata lagi-lagi Afriandi menjelaskan
situasi pengunjung yang datang dari lokal maupun dari luar Provinsi Lampung dan
disertai dari beberapa mancanegara berkunjung ke Pulau Pahawang dan Tanjung
Putus melalui pintu dermaga 1 sampai Dermaga 4 di Ketapang kurang lebih mencapai
15 ribu orang.
“Kepadatan
itu dirasakan mulai tanggal 27-29 Juni 2017 ramai pengunjungnya,” katanya.
Kemudian
ditambahkan Andre bahwa penyewaan lahan parkir kendaraan roda dua dan roda
empat dari hari biasanya dikenakan tarif Rp 10 ribu pada liburan hari raya Idul
Fitri 1348 H tahun ini dikenakan kenaikan Rp 2000  menjadi Rp 12 ribu.
Sedangkan
penyewaan perahu penyeberangan menuju pulau Pahawang dan Tanjung Putus sekitarnya
dikenakan kenaikan tarif Rp 100 Ribu dari Rp 700 Ribu menjadi Rp 800 Ribu. (kr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *