Kejati Lampung Mengaku Belum Tindaklanjuti Laporan KPKAD Soal LHP BPK di Dinas Bina Marga

Ist

BANDARLAMPUNG- Senin (18/07/2016) pagi Komite
Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD), melaporkan Dinas Bina
Marga(DBM) Provinsi Lampung ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.


Namun bagaimana kelanjutan perkara tersebut?
Kasipenkum Kejati Lampung, Yadi Rahmat
menuturkan, soal laporan KPKAD beberapa waktu lalu terkait temuan BPK. Tentunya
ada tenggat waktu 60 hari untuk ditindaklanjuti(kembalikan) oleh Dinas Bina
Marga. 

Kemudian kata dia, jika belum dikembalikan
BPK akan merekomendasikan ke Kejati untuk dilakukan pemeriksaan terhadap
pejabat Bina Marga.
“Kita pantau terus(laporan KPKAD),”
ucap Kasipenkum Kejati Lampung, Yadi Rahmat,Selasa (13/09/2016).

Diketahui, Koordinator Presidium KPKAD Gindha
Ansori Wayka, mengatakan, laporan yang akan dilayangkan tersebut itu terkait
temuan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK Lampung adanya kelebihan pembayaran
di DBM Lampung sebesar Rp6.265.242.214,46.

Ia mendesak Kejati melakukan penyelidikan
Dugaan Tindak Pidana Korupsi (DPK) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK
Perwakilan Lampung di DBM Lampung Tahun Anggaran (TA) 2015.    
                           
“Ya, tadi laporan diterima jaksa, Ayu P di
Kejati,” kata dia, Senin (18/07/2016).
Karena, menurut Gindha temuan BPK yang
dituangkan dalam LHP ini berperan sangat strategis dalam membantu dan bahkan
dapat disebut sebagai pintu masuk menentukan proses penegakan hukum (law
enforcement) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyebabkan
kerugian keuangan Negara.

Temuan BPK itu bisa memudahkan proses
penyelidikan dan penyidikan untuk kemudian digunakan sebagai alat bukti. Karena
telah ada pengungkapan tentang adanya perbuatan melawan hukum yang
mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Menyelesaikan LHP BPK dengan cara
mengembalikan keuangan negara dan dianggap telah menjatuhkan sifat pidana.

“Karena masih dalam wilayah
administratif adalah anggapan yang salah,” ungkapnya.

Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 tahun
1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi menjelaskan, bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara tidak menghapuskan tindak pidana dan pelaku tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 
Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Dari pasal ini kata dia, sangat jelas bahwa
temuan BPK tersebut merupakan percobaan dalam tindak pidana korupsi, dapat
dibayangkan setiap tahunnya jika tak ada pemeriksaan keuangan maka para rekanan
dan oknum pemerintah bermain sepuasnya dalam tindak pidana korupsi.

“Karena tidak ada pengawasan dan pengendaliaan,”
tambah dia.

Diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Perwakilan Lampung menemukan kelebihan pembayaran di Dinas Bina Marga (DBM)
sebesar Rp 6.265.242.214,46..  Hal ini
berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Pemerintah
Provinsi Lampung tahun anggaran 2015 Nomor :26 A/LHP/XVIII.BLP/05/2016 tanggal
31 Mei 2016.

Hasil pemeriksaan atas belanja modal pada DBM
pada tahun anggaran 2015, Dinas Bina Marga menganggarkan belanja modal untuk
kegiatan fisik jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp711.634.575.636,00 dengan
realisasi sebesar Rp657.278.060.634,00 atau sebesar 92,36 %.

Hasil pemeriksaan fisik secara uji petik
terhadap 11 kontrak pekerjaan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jalan,
menunjukkan terdapat kekurangan volume pekerjaan pekerasan ac-wc, pekerasan
ac-bc, lapis pondasi agregat kelas A, B, dan S sebesar Rp6.265.242.214,46.

Sehingga terjadi kelebihan pembayaran di
Dinas Bina Marga sebesar Rp6.265.242.214,46 terhadap 11 perusahaan yang terdiri
atas PT. K sebesar Rp656.241.388,87. PT. KBP sebesar Rp759.462.332,84. PT. MMK
sebesar Rp610.897.496,18. PT. 9 NM sebesar Rp838.096.620,29. PT. GA sebesar
Rp333.778.415,89. PT. JW Rp299.638.685,40. PT. MCS sebesar Rp796.666.385,47.
PT. PP sebesar Rp470.458.812,06. PT. KKWI sebesar Rp681.925.874,96. PT. BKP
sebesar Rp419.284.652,29. PT. NJA sebesar Rp398.791.550,21.

Menurut laporan tidak sesuai kontrak, seperti
adanya ketebalan ac-bc yang terpasang bervariasi antara 3,37 s.d 6,57 cm dengan
toleransi 0,4 cm. Sedangkan ketebalan ruangan yang dipersyaratkan dalam kontrak
adalah 5,0 cm. Hasil pemeriksaan uji kepadatan di laboraturium diketahui bahwa
kepadatan yang diperkerjakan ac-bc bervariasi antara 93,15 sd 95,80%. Kepadatan
yang dipersyaratkan minimal 98%. Sehingga, item perkerjaan lapisan perkerasan
ac-bc tidak sesuai kontrak .(ndi) 

Baca: Kejati Lampung Mengaku Tengah Menelaah Dugaan Kegiatan Menyimpang di Dinas Bina Marga

Baca: Kejati Lampung Bantah Enggan Lidik Dinas Bina Marga

Baca: Kasipenkum Kejati Lampung Mengaku Tidak Tahu Datangnya Pejabat Dinas Bina Marga di Kejati

Baca: Kejati Lampung Mengaku Telah Bekerja Profesional Tangani Dugaan Korupsi di Dinas Bina Marga


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *