Cerita Unik Tenaga Medis Lampung yang Tangani Pasien Covid-19

BANDAR LAMPUNG – Tidak sedikit tenaga medis yang menjadi korban saat “berperang” melawan virus corona (Covid-19).

Mereka rela mempertaruhkan nyawa demi menangani pasien sekaligus memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Berikut sepenggal kisah pilu beberapa tenaga medis yang bertugas di salah satu rumah sakit di Bandar Lampung.

Debby Yunita (26) adalah salah satunya.

Perawat di Poli Covid-19 ini sudah lebih dari dua bulan tak berkumpul bersama keluarga di kampung halamannya, Kotabumi, Lampung Utara.

Padahal, sebelum merebaknya virus corona, minimal dua minggu sekali Debby pulang kampung.

“Memang kalau dipikir-pikir sedih juga. Tapi ini demi kebaikan saya dan juga keluarga di kampung. Jadi lebih baik saya menahan diri agar tidak pulang,” ujar Debby, Rabu (22/4/2020).

Anak sulung dari dua bersaudara ini harus memendam keinginan untuk berkumpul bersama keluarganya.

“Orangtua nyuruh anaknya pulang. Tapi saya yang inisiatif sendiri untuk sementara waktu gak pulang dulu,” katanya lagi.

Terlebih lagi, Debby mendengar banyak rekan seprofesinya yang menuai penolakan dari warga.

Menurut Debby, perjuangan para tenaga medis seperti tak dihargai.

Padahal, mereka rela berkorban segalanya demi membantu memerangi Covid-19.

Untunglah hal semacam ini tak dialaminya.

Tetangga sekitar tempatnya mengontrak sudah paham dengan rutinitasnya sebagai tenaga medis.

“Kebetulan sekitar tempat saya tinggal ini banyak yang kerja di rumah sakit. Dan alhamdulillah warganya gak begitu parno seperti warga di Pulau Jawa,” katanya.

Kendati demikian, pihak rumah sakit mengantisipasi penolakan tersebut dengan mengeluarkan aturan bagi setiap tenaga medis yang bersentuhan langsung dengan corona.

Debby menerangkan, sejak awal pandemi, setiap karyawan diperkenankan menggunakan seragam setelah berada di rumah sakit.

“Jadi kita dari kosan ke rumah sakit pake baju biasa. Sampe rumah sakit baru ganti baju dinas. Kadang di waktu tertentu kita pakai APD lengkap,” katanya.

Ia pun heran saat melihat ada warga yang dengan santai mengenakan baju hazmatuntuk keperluan sehari-hari.

Jebolan kampus kebidanan di Bandung ini menyebut penggunaan APD jauh dari kata nyaman.

Debby Yunita, perawat yang ikut berjuang memerangi Covid-19.

Menurut Debby, perjuangan para tenaga medis seperti tak dihargai.

Padahal, mereka rela berkorban segalanya demi membantu memerangi Covid-19.

Untunglah hal semacam ini tak dialaminya.

Tetangga sekitar tempatnya mengontrak sudah paham dengan rutinitasnya sebagai tenaga medis.

Debby Yunita, perawat yang ikut berjuang memerangi Covid-19.

Menurut Debby, mengenakan APD selama 3,5 jam sehari begitu menyiksanya.

Ia mengaku kesulitan bernapas saat mengenakan baju hazmat.

Setelah melewati batas waktu delapan jam, terus Debby, baju hazmat tersebut langsung dibuang.

“Benar-benar gak ada celah buat udara masuk. Ditambah lagi kita pakai masker tiga lapis. Butuh waktu sekitar setengah jam buat adaptasi,” katanya
Menurut Debby, mengenakan APD selama 3,5 jam sehari begitu menyiksanya.

Ia mengaku kesulitan bernapas saat mengenakan baju hazmat.

Setelah melewati batas waktu delapan jam, terus Debby, baju hazmat tersebut langsung dibuang.

“Benar-benar gak ada celah buat udara masuk. Ditambah lagi kita pakai masker tiga lapis. Butuh waktu sekitar setengah jam buat adaptasi,” katanya.

Meski merasa tersiksa, Debby menyadari baju hazmat wajib dikenakan agar tidak tertular virus corona.

“Takut tertular pasti ada. Apalagi sekarang banyak pasien yang gak jujur. Ini yang bikin kami khawatir,” imbuhnya.

Lain lagi dengan yang dialami rekannya, Mutiara (24).

Ia mengaku kerap diintimidasi saat keluar rumah menuju tempat dinasnya.

Namun wanita akrab disapa Mutia ini tak begitu menggubris ucapan para tetangga.

“Eh, itu orang kok dibiarin berkeliaran,” ujar Mutia menirukan ejekan tetangganya.

Awalnya, Mutia mengaku sakit hati mendengar ucapan itu.

Namun, akhirnya ia berpikir positif untuk tidak terlalu memikirkannya.

“Mereka kira kita ini kuman kali ya. Seperti itu ucapan mereka. Tapi alhamdulillah gak sampe ada penolakan seperti di daerah lain,” ungkap wanitga yang tinggal di Jalan Untung Surapati, Bandar Lampung ini.

Perawat yang bertugas mengambil sampel darah pasien ini berharap pandemi corona segera mereda.

Ia juga meminta masyarakat mengubah stigma negatif terhadap tenaga medis yang saat ini tengah berjuang memerangi Covid-19.

“Bukan cuma harapan saya, tapi juga harapan kita semua. Semoga tidak ada lagi yang tertular dan kita semua diberi kesehatan,” imbuhnya.

(Tribunnewslampung.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *