Tolak Penambangan Pasir GAK Lampung Selatan, Elemen Desak Izin PT LIP Dicabut

Lampung Selatan – Penolakan terhadap aktivitas penambangan pasir hitam krakatau di seputaran Pulau Sebesi dan Gunung Anak Krakatau (GAK) Lampung Selatan (Lamsel) terus bermunculan.

Kali ini, Aliansi Masyarakat Kecamatan Rajabasa bersama Forum Rakyat Lampung Selatan (Forlas) menggelar aksi di Pelabuhan Canti Desa Canti, Rajabasa, Lamsel.

Dalam aksinya mereka menuntut kepada pemerintah baik, Pemerintah Kabupaten, Provinsi maupun Pusat untuk segera mencabut izin-izin yang dimiliki PT Lautan Indonesia Persada (LIP) terkait penambangan pasir hitam krakatau.

Sebab, adanya aktivitas tambang itu membuat masyarakat umumnya di wilayah Pesisir Khususnya di Kecamatan Rajabasa merasa resah karena khawatir penambangan pasir akan membuat Gunung Anak Krakatau (GAK) runtuh yang menyebabkan bencana Tsunami seperti 22 Desember 2018 lalu.

“Tujuannya menuntut izin tambang pasir di area GAK di cabut. Insya Allah aspirasinya akan kami bentangka nanti di DPRD Lamsel, Provinsi dan rencana akan kami bawa ke Pemerintah Pusat,” tegas Juhariansyah Arifin dalam orasinya.

Juhariansyah menjelaskan, pihaknya meminta kepada penegak hukum untuk mengusut dan mempidanakan pihak terkait yang telah memberi izin tambang pasir hitam GAK. Sebab daerah sekitar GAK adalah merupakan Cagar Budaya Alam yang dijaga dan dilestarikan.

“Usut mafia pasir hitam krakatau. Sebelum Tsunami pernah ada Perusahaan yang mengambil dengan dalih Mitigasi dan akhirnya di proses secara hukum. Kami minta usut sampai tuntas jangan sampai izin pengambilan pasir hitam krakatau muncul kembali,” jelasnya.

Selanjutnya kata Iyan sapaan akrab Juhafiansyah Arifin, patut diduga runtuhnya Anak Gunung Krakatau yang menimbulkan bencana tsunami mengakibatkan harta benda hilang bahkan nyawa saudara kita hilang di akibatkan oleh aktivitas penambangan pasir yang mengambil pasir untuk di komersilkan di areal GAK.

“Sekarang kita ingat kembali apakah mereka-mereka oknum yang menikmati hasil dari itu apakah semua peduli dengan kita? korban tsunami, yang ada bahkan duka kita kala itu patut juga kita duga di manfaatkan pula oleh oknum untuk menghimpun bantuan, yang realisasi gak jelas terlebih lagi transparan,” jelasnya.

Dilain sisi kata Iyan, mengulas bencana Tsunami, Ingat kalian para korban yang berada di pengungsian, kita ambil contoh kecil, pernahkah kalian merasakan bantuan-bantuan seperti rendang dari suadara kita di Sumbar yang kala itu berulang kali mengirim bantuan tersebut ratusan kilo gram. Iitu contoh kecil dari banyak hal lainnya yang di terima pihak terkait.

Kemudian, pernahkah kalian mengingat perusahaan yang memiliki izin tambang ini membantu atau mengganti kerugian saudara saudara sekalian apalagi menyantuni keluarga yang kehilangan nyawa anggota keluarganya. Patut di duga ada mafia pasir dalam hal ini.

Untuk diketahui, lanjut Iya, sehari sebelumnya (kemarin), Aliansi Masyarakat Kecamatan Rajabasa bersama Forlas telah melakukan aksi petisi dengan membentangkan kain putih sepanjang 100 meter untuk diisi dengan tanda tangan masyarakat.

Petisi ini dilakukan meminta masyarakat menandatangani spanduk petisi sebagai bentuk penolakan terhadap penambangan pasir hitam krakatau.

“Kurang lebih sudah 500 tanda tangan warga. Itupun baru 4 titik yakni dua tituk di Desa Kunjir dua titik di Desa Waymuli. Titik tersebut diambil karena dampak bencana tsunami dari runtuhan GAK banyak korban jiwa dan rumah hancur,” pungkasnya. (Eko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *