Senator Lampung Andi Surya: Pelepasan HPL Way Dadi Berpotensi Masalah Hukum

Andi Surya. Foto ist

Bandarlampung- Senator Lampung Andi Surya nenyikapi masalah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Way Dadi Panjang, Bandarlampung yang saat ini menjadi sorotan masyarakat karena akan dilepas oleh pemegang hak yaitu Pemprov Lampung.
“Sebuah alas hak yang kuat harus bisa memberi ketegasan atas penguasaan lahan. Jika ada satu alasan saja yang melemahkan maka alas hak tersebut bisa dipersoalkan secara regulasi dan hukum,” kata Andi Surya, Minggu (16/12/2018) melalui siaran pers.
Mantan Anggota DPRD Lampung ini  memaparkan, pertama secara perundang-undangan, konsep HPL tidak memiliki sandaran UU yang cukup kuat karena dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5/1960 secara tegas dan spesifik tidak menyebut adanya HPL.
“Dalam UUPA ini hanya mengatur Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai,” ucap Andi Surya.
Yang kedua kata Ketua Yayasan UMITRA Indonesia ini, surat keputusan HPL Way Dadi dikeluarkan manakala sebagian besar lahan-lahan tersebut telah ditempati warga masyarakat jauh hari sebelumnya. Diduga ketika SK HPL ini diterbitkan Kantor BPN tidak melalui pertimbangan data yuridis maupun data fisik lahan sesuai Peraturan Menteri Agraria Nomor. 9/1998 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.
“Secara fisik wilayah Way Dadi, Way Dadi Baru dan Perumahan Korpri pada waktu itu dikuasai oleh petani penggarap pasca berakhirnya HGU NV. Way Halim,” beber Andi Surya.
Ketiga kata Anggota DPD RI ini, sebelum dan setelah diterbitkan SK HPL, dari pihak pemegang (subjek) HPL tidak memiliki rencana kegiatan yang jelas sehingga tidak ada pemeliharaan dan pengusahaan lahan sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No. 8/1953 tentang HPL.
Mengacu PP di atas, Bab II pasal 8, ayat (1, 2 , 3) disebutkan, jika badan negara atau jawatan yang mengelola tanah negara ternyata keliru atau tidak tepat lagi serta luas penguasaannya ternyata melebihi keperluan dan lahan tersebut tidak dipelihara sebagaimana mestinya.
“Maka wajib dikembalikan kepada negara,” urai Andi Surya.
Keempat, Fraksi Golkar telah mengeluarkan pernyataan menolak pelepasan dan pengalihan lahan HPL Way Dadi dijadikan sebagai sumber PAD dalam RAPBD 2019 yang disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Lampung, Rabu (21/11), dengan alasan Warga Way Dadi dan Way Dadi Baru belum sepenuhnya sepakat.
“Dan akibatnya akan berpotensi membebani APBD 2019 jika tidak terwujud,” terang Andi Surya.
Kelima lanjut Andi, terdapat yurisprudensi, Kementerian ATR/BPN atas dasar masukan DPD RI dan DPR RI mengeluarkan surat No. 571/37.3-800/IX/2018. Point 3 surat tersebut menyatakan HPL Nomor. 1/Way Lunik Panjang dibatalkan kemudian diproses ulang sesuai ketentuan yang berlaku. Keputusan BPN ini menjadi contoh untuk membatalkan sebuah HPL karena kekeliruan termasuk pembatalan HPL Way Dadi.
Keenam, Peraturan Menteri Agraria Nomor. 9/1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara secara tegas sama sekali tidak mengatur pengalihan atau pelepasan tanah negara dalam bentuk mengalihkan kepada pihak ketiga (warga masyarakat) secara berbayar untuk dijadikan potensi PAD guna penerimaan APBD.
“Kecuali mengembalikan HPL tersebut kepada pemiliknya yaitu negara,” imbuh Andi Surya.
Dalam pasal 6 Permenag itu menyebutkan pemegang HPL hanya bisa merencanakan peruntukan keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian lahan HPL sebagai hak pakai yang berjangka 6 tahun dan bisa menerima uang pemasukan dari situ, tetapi bukan untuk dilepas atau dialihkan haknya. Pengalihan hak hanya bisa dilakukan dengan cara mengembalikan kepada negara bukan untuk dilepas sebagai sumber pemasukan PAD dalam APBD.
Dari enam alasan di atas, rencana pelepasan HPL Way Dadi berpotensi berlanggar Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Agraria dan berseberangan dengan hasil rapat paripurna DPRD Lampung yang belum bulat karena salah satu fraksi-nya menolak pelepasan.
“Jika tetap dipaksakan akan berpotensi masalah hukum di belakang hari bagi pejabat pembuat keputusan,” sebut Andi Surya.
Oleh karenanya, Andi menyarankan agar Pemprov Lampung dapat bersabar soal HPL Way Dadi, apalagi persoalan ini telah ditangani dan dimediasi lembaga tinggi parlemen DPD RI melalui Badan Akuntabilitas Publik. Di samping itu, direncanakan Senin 17 Desember 2018 Komite 1 DPD RI mengundang kementerian ATR/BPN, Pemprov Lampung, Polda Lampung dan perwakilan masyarakat Way Dadi terkait masalah ini.
“Dengan demikian seluruh pihak agar dapat menghormati mediasi yang sedang dilakukan oleh DPD RI ini,” tutup Andi Surya.
Diketahui, Pemprov dan Polda Lampung menggelar rapat sosialisasi soal HPL Waydadi di Kecamatan Sukarame.
Hal ini sebagai respons pernyataan Senator Lampung Andi Surya bahwa HPL Waydadi lemah dari kacamata undang-undang
Kepala Bagian Perlengkapan Biro Aset, Saprul Al Hadi, mengatakan sesuai saran Polda Lampung pelepasan lahan Waydadi dilaksanakan Januari 2019.
Sejauh ini persiapan sudah dilakukan. Buku panduan pelepasan HPL Waydadi seluas 89 hektare (ha) sudah disusun.
”Dasarnya SK DPRD Lampung No. 27/DPRD.LPG/ 13.01/2015 tanggal 19 November 2015,” paparnya seperti dilansir Rilis.id.
Selain itu, Surat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No.1319/15.2/III/2016 tanggal 23 Maret 2016 tentang Izin Pengalihan HPL Pemprov Lampung.
Saprul meminta semua warga Waydadi menerima keputusan yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Apalagi Kantor Staf Presiden Republik Indonesia sudah pernah meninjau lahan Waydadi.
”Mekanismenya sudah jelas seperti apa dan rangkaian seperti apa. Jadi menurut KSP apa yang dilakukan Pemprov Lampung selama ini sudah on the track,” paparnya.
Persiapan menjelang pelepasan HPL Januari 2019 menurut dia lancar. Semua instansi terkait mendukung, seperti Polda Lampung, TNI, dan DPRD Lampung.
”Nantinya kita bicara baik-baik dengan masyarakat di sana. Biasalah pasti ada yang pro dan kontra. Tetapi jangan sampai timbul perpecahan,” tukasnya.
Soal pernyataan warga Waydadi yang meminta keringanan dalam pembayaran, Saprul mengatakan soal itu akan dibicarakan lebih lanjut.
”Yang jelas masyarakat di sana akan terbantu dengan adanya sertifikat. Pemprov Lampung tidak salah dong, niat baik membantu sesuai aturan yang berlaku,” paparnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *