Senator Lampung Andi Surya: Lahan Bantaran Rel KA Bebas Dimiliki

Andi Surya. Foto ist

Jakarta- Disebutkan dalam pemberitaan yang cukup marak bahwa Kementerian Keuangan RI telah melakukan pembayaran ganti rugi lahan-lahan Groundkaart kepada Pemerintah Belanda yang telah lunas pada tahun 2003, yang dikatakan hingga tahun tersebut Indonesia masih memiliki tanggungan kewajiban hukum kepada Belanda berdasarkan Verdeel Wet atau UU Pembagian Hasil tahun 1969 (Blog Kompasiana, Kaskus dan Antara 31 Agustus 2018).
Menyikapi hal ini, Andi Surya, Senator Lampung, membeberkan bukti-bukti, jika benar Pemerintah Indonesia telah melakukan pembayaran atas lahan-lahan tersebut, secara UU bagaimana ini bisa terjadi?.
“Pertama, ketika Indonesia merdeka, maka semua lahan-lahan di Republik ini secara ‘deyure’ maupun ‘defacto’ dikuasai oleh negara, tanpa syarat, sebagaimana amanat Proklamasi Kemerdekaan RI dan UUD45 pasal 33 ayat 1, bahwa tanah air udara dan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesarnya untuk kemakmuran rakyat,”  sebut Andi Surya melalui siaran pers, Rabu (28/11).
Kedua kata dia, atas dasar apa Kementerian Keuangan melakukan pencicilan hutang lahan Groundkaart yang notabene lahan Groundkaart adalah wilayah negara kesatuan RI, sementara pasca kemerdekaan RI pemerintah menyadari dokumen Groundkaart bukan merupakan alas hukum pemerintah Hindia Belanda untuk memiliki dan menguasai lahan di sepanjang rel kereta api (KA) di republik ini.
Ketiga, dalam pernyataan Direktur Aset Kementerian Keuangan ketika rapat dengar pendapat dengan Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI secara tegas tidak pernah menyinggung hal-hal terkait pelunasan hutang lahan Groundkaart kepada Pemerintah Belanda, bahkan dijelaskan lahan-lahan Groundkaart ini tidak tercatat dalam sistem administrasi manajemen akuntansi barang milik negara.
“Artinya lahan bantaran rel KA adalah lahan negara, bebas yang siapapun dapat memiliki,”.
“Pernyataan Kementerian Keuangan ini semua tercatat secara kenegaraan di sistem administrasi DPD RI baik rekaman pembicaraan rapat maupun dokumen rapat tertulis,” ungkap mantan Anggota DPRD Lampung ini.
Keempat, jika benar Kementerian Keuangan telah melunasi cicilan lahan Groundkaart kepada Pemerintah Belanda, logikanya dokumen asli Groundkaart diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Faktanya hingga hari ini PT. KAI tidak dapat menunjukkan bahkan ketika rapat koordinasi di Kantor Staf Presiden beberapa waktu lalu.
“Direksi PT. KAI tidak mampu menunjukkan dan membuktikan dokumen asli Groundkaart. Saya berkesimpulan bahwa ini semua hanya isapan jempol PT. KAI untuk mengelabui masyarakat bantaran rel KA di seluruh Indonesia, agar terus menerus dapat menarik sewa tanah dan mematok-matok lahan warga untuk kepentingan yang tidak jelas,” urai Andi Surya.
Sebab, dalam tugas dan fungsi lembaga BUMN kereta api sesuai UU Perkeretaapian No. 23/2007, jelas Andi Surya, adalah melakukan operasional kereta api yang terdiri dari gerbong-gerbong, lokomatif KA, kantor dan peron-peronnya, lainnya termasuk rel KA dan bantaran 6 meter kiri dan kanan rel adalah milik negara dalam hal ini Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perkeretaapian.
“Jadi PT. KAI sesungguhnya sesuai UU cuma sebagai operator sistem perkeretaapian Indonesia, oleh karenanya tidak perlu menjadi ‘Londo Ireng’ yang menjajah bangsa sendiri,” pungkas Andi Surya. (TeAm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *