Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi dan Rekan Ikuti Pelatihan Jurnalistik

Foto ist

Bandarlampung – Sejumlah advokad muda, Kantor Hukum Wahrul Fauzi Silalahi (WFS) dan Rekan mengikuti pelatihan jurnalistik di kantor hukum WFS, Jumat (21/09).

Kegiatan internal ini dalam rangka peningkatan kapasitas SDM WFS dengan mengundang pemateri Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung, Juniardi.

Selain mendapatkan teori, seperti penulisan rilis, berita (straight news), dan penulisan artikel, opini dari pembicara, para advokad muda itu juga praktik langsung menulis berita untuk mengaktualisasikan teori yang didapat.

Ketua Kelompok Kerja Kantor WFS, Supriyano mengatakan kantor hukum WFS, banyak dari kalangan advokad muda, dan banyak butuh pengembangan dan pemahaman, termasuk dunia jurnalistik. “Selain materi teori penulisan juga praktik. Hasil penulisan berita para peserta pelatihan langsung dikoreksi, sehingga bisa diketahui kesalahan dan kekurangannya, untuk perbaikan, seru juga,” kata Supriyanto, yang juga Manager Rumah Tangga Kantor WFS.

Tujuan lain kata Supriyanto, adalah penguatan kapasitas SDM, internal advokad, terkait jurnalistik adalah agara nantinya, ketika berhadapan dengan pers, advokad juga paham dunia pers dan jurnalistik. “Sengaja kita undang praktisi pers, yang menurut kami mumpuni. Agar nantinya, ketika nanti ada perkara perkara yang membutuhkan pers, kita bisa membantu membuatkan rilis untuk temen-temen wartawan,” katanya.

Sementara pemateri, Juniardi mengatakan dalam pelatihan jurnalistik, memberikan teori dan pratik, agar para advokad bisa langsung memahami penulisan jurnalistik, terutama penulisan straight news yang berpegang pada kaidah 5W+1H, serta mengedepankan data dan fakta.

“Secara harfiah, jurnalistik artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya jurnal, artinya laporan atau catatan, atau jour dalam bahasa Perancis yang berarti hari. Bahasa Yunani kuno, du jour, yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak,” kata mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung pertama ini.

Dalam konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu. Sebagai proses, jurnalistik adalah ‘aktivitas’ mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. 

“Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan,” katanya.

Sebagai teknik lanjut Juniardi, jurnalistik adalah keahlian atau keterampilan menulis karya jurnalistik, baik berita, artikel, feature, termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa atau reportase. Dan jurnalistik sebagai ilmu, adalah bidang kajian, mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi, baik peristiwa, opini, pemikiran, ide, melalui media massa,” jelasnya.

Ia menambahkan, jurnalistik termasuk ilmu terapan yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. “Bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu,” ujarnya.

Dalam Jurnalistik juga dikenal sikap yang harus dilakukan, misalnya skeptis yaitu sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. “Skeptis adalah keraguan, media tidaklah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat,” paparnya.

Karena kata , wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif, dengan bertindak. Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.

“Termasuk perubahan, karena perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi. Jurnalistik juga ada seni dan profesi, karena Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik, dan sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka,” katanya. (rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *