Andi Syafrani. Foto ist |
Kuasa Hukum Arinal Djunaidi – Chusnunia Chalim (Nunik) menyimpulkan dugaan money politic atau politik yang disampaikan Pasangan M Ridho Ficardo – Bachtiar Basri (pelapor 1) dan Herman HN – Sutono (pelapor 2) terlalu mengada-ada.
Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Arinal – Nunik, Andi Syafrani usai menyerahkan kesimpulan sidang pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam Pilgub Lampung, di Kantor Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Andi menyimpulkan, dari proses persidangan selama beberapa hari, terlihat adanya skenario yang disampaikan pelapor 1 dan 2 tentang dugaan pelanggaran money politic.
Karena itu, dia menilai, dugaan pelanggaran money politik yang dituduhkan kepada Pasangan Arinal – Nunik terlalu mengada-ada.
“Terkait adanya dugaan money politic, kita melihat berdasarkan persidangan, ada semacam skenario yang dilakukan para pelapor untuk mengada-adakan fakta-fakta ini,” terang Andi kepada harianmomentum.com
Menurut dia, hal itu terbukti dari adanya saksi-saksi yang diintimidasi untuk mengakui bahwa menerima uang dari pasangan calon nomor urut tiga.
“Saksi-saksi kita diintimidasi dan dipaksa untuk mengaku menerima uang. Padahal fakta di lapangan tidak seperti itu,” tambahnya.
Tidak hanya itu, dia mengatakan, dalam kesimpulan pasangan nomor urut tiga juga menyatakan bahwa pelanggaran TSM tidak terbukti.
“Tiga unsur ini sifatnya kumulatif sebagai mana yang disampaikan saksi ahli kita, dalam persidangan tidak terbukti seperti yang dilaporkan para pelapor,” jelasnya.
Dia menerangkan, dalam pembuktian TSM, unsur terstruktur tidak mampu dibuktikan dalam persidangan.
“Pada aspek terstruktur tidak ada sama sekali fakta bahwa kita melibatkan ASN (Aparatur Sipil Negara),” jelasnya.
Kemudian, unsur sistematis juga tidak mampu dibuktikan selama persidangan berlangsung. Terkahir, masif juga tidak terbukti.
Menurut dia, dari sebaran wilayah tidak ada satupun yang menyajikan fakta tentang masif.
“Kita bisa bayangkan kami dituduh melakukan money politic dengan 49 fakta. Namun dalam persidangan, hanya empat hingga lima kasus saja,” tuturnya. (adw/rel)