Gubernur Lampung Jadi Pembina Apel Besar Kebersamaan Dalam Kebhinekaan Cinta Damai

Bandarlampung- Gubernur Lampung M.  Ridho Ficardo menjadi Pembina Apel Besar
Kebersamaan Dalam Kebhinekaan Cinta Damai, Selasa (15/11/2016) di Lapangan
Mapolresta Bandar Lampung. Acara dihadiri 
FORKOPIMDA Provinsi Lampung, Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung,
sejumlah Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Organisasi Sosial
Kemasyarakatan Pemuda (OKP), Pelajar/Mahasiswa, TNI dan POLRI.
Dijelaskan Kabag Humas Pemprov. Lampung
Heriyansyah, dalam Kesempatan tersebut dilakukan Penandatangan Deklarasi
Kebhinekaan Cinta Damai oleh Forkopimda dan Perwakilan Tokoh Agama dan
Masyarakat Lampung.
Apel Besar, lanjut Kabag Humas, dalam rangka
kembali meneguhkan pentingnya Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan di
Provinsi Lampung. Apel  ini merupakan
wujud nyata dalam upaya menjaga dan memelihara kerukunan antar umat beragama,
adat istiadat serta budaya dan bahasa. Keanekaragaman tersebut tidak menjadi
penghalang, bahkan dianggap sebagai kekayaan bangsa Indonesia.
Dalam sambutannya, Gubernur mengajak seluruh
peserta apel dan masyarakat di Provinsi Lampung, untuk membangun Indonesia
dengan gigih, agar bangsa kita lebih bermartabat, lebih terhormat.” Jika
ada aspirasi, ada perbedaan, ketidak samaan sikap dalam sesuatu mari kita
tuntaskan dengan Musyawarah mufakat, dengan hati penuh cinta kasih untuk
mencari solusi yang terbaik bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia,” kata Gubernur.
Disampaikan, esensi atau inti dari motto
“Bhinneka Tunggal Ika” hakekatnya mengandung nilai-nilai nasionalisme, yaitu
persatuan, kesatuan, serta kebersamaan untuk satu niat dan tujuan yang dijalin
erat oleh rasa persaudaraan. Sudah tentu, keragaman yang terikat dalam Bhinneka
Tunggal Ika adalah aset yang paling berharga bagi bangsa Indonesia untuk
mewujudkan cita-cita luhurnya, yakni menata dan membangun bangsa Indonesia
untuk menjadi bangsa bermartabat yang mampu berdiri sendiri: adil, makmur,
damai dan sentosa.
Gubernur menilai Perbedaan kelompok,
perbedaan pendapat dan pemikiran dapat 
menjadi penyakit mematikan yang merongrong bangsa Indonesia,  jika tidak lagi memprioritaskan kepentingan
serta tujuan bersama atas nama kebersamaan yang dilandasi oleh rasa
persaudaraan. Hal ini seperti yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika.
“Sikap-sikap‘ yang jelas bertentangan
dengan hakikat Bhinneka Tunggal Ika, hanya akan membawa demokrasi Indonesia ke
jurang kebablasan, dimana kedemokrasiannya bukan lagi media atau alat untuk
menegakkan niIai-nilai nasionalisme yang menjadi subjek dari satu niat dan
tujuan yang utuh. Tetapi, menjadi ajang perseteruan dan menjadi kendaraan untuk
memperebutkan kursi kehormatan yang disebut kekuasaan,” ungkap Gubernur.
(Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *