IAIN RADEN INTAN LAMPUNG, KAMPUSKU SAYANG, KAMPUSKU MALANG

Kampus IAIN Raden Intan Lampung. Foto Ist

Bandarlampung- Mereka menyerbu teras sekretariat Lembaga
Bantuan Hukum(LBH) Bandarlampung yang tak begitu luas itu.

Lalu duduk di kursi plastik yang telah disiapkan,
beberapa nara sumber yang menjadi pemateri “Potensi Pungli Dalam Bentuk
Sumbangan Pembangunan Masjid Safinatul Ulum IAIN Raden Intan Lampung” pada
Kamis(10/11/2016) siang, duduk di bagian paling depan menghadap peserta diskusi
yang didominasi mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung.
Beberapa menit kemudian, setelah acara pembukaan diskusi
publik dibuka ketua UKM-SBI, Imam Fathoni, suasana nampak hening.
Hening sekali, semua mata tertuju pada sebuah layar
putih, dengan ukuran tak lebih dari 2×2 meter yang berada di sisi ruang
diskusi, secarik kain yang membentang seperti layar tancap mini.
Mesin proyektor menyala, puluhan pasang mata dengan sorot
tajam menyaksikan sebuah karya mahasiswa UKM-SBI yang sungguh apik. Seperti
film dokumenter yang berdurasi tak lebih dari 20 menit itu, mampu menarik
pandangan mata orang yang ada di ruang diskusi itu. Terlebih suara yang
mengiringi video itu, mampu memainkan emosi semua orang yang menyaksikannya.
Ya, sebuah karya yang menceritakan kegiatan UKM-SBI
mahasiswa IAIN Raden Intan Lampung dalam mengkaji kesenian Islam dan rentetan
aksi mereka.
Di layar putih itu sangat jelas aturan dari Kementrian
Agama(Kemenag) dan dasar hukum dilarangnya pungutan pada mahasiswa, kemudian
beberapa carik kertas yang diketahui sebagai Surat Edaran(SE) yang dibubuhi
tandatangan Rektor IAIN Raden Intan Lampung, Mukri untuk meminta sumbangan.
Beberapa bukti transferan uang dari mahasiswa untuk Infak
pembangunan Masjid. Bukan itu sebenarnya yang membuat puluhan pikiran orang
yang ada di teras sekretariat LBH itu terpusat.
Namun perjalanan para kaum intelektual itu menolak dugaan
Pungutan Liar(Liar) berkedok pembangunan Masjid di kampus yang akan
ber-metaformasis menjadi Universitas IslamNegeri(UIN) Lampung.

Baca: Rektor IAIN Raden Intan Lampung Dilaporkan ke Kejati
Memasuki menit-menit pertengahan, puluhan pasang mata
yang ada di ruangan itu mulai terbelalak, beberapa orang terlihat mengelus
dada, menggeleng, sesekali memejamkan mata, menghela nafas dalam-dalam dan
beberapa lainnya mengecapkan lidah, seperti membaca Doa untuk orang-orang yang
ada di video itu.
Video yang memaparkan, perjalanan mahasiswa memprotes
dugaan Pungli, yang dimulai bulan April 2016, diduga karena dianggap
‘membangkang’. UKM-SBI dibekukan dengan terbitnya SK Rektor. Markas UKM-SBI
disegel pihak rektorat. Mahasiswa menggelar aksi damai di area kampus, dengan
membawa tong berukuran raksasa bertuliskan ‘Sumbangan Masjid’.
Merasa belum ada titik terang mahasiswa dan rektorat,
beberapa hari kemudian mereka gelar aksi damai, namun terjadi aksi anarkis,
suasana kampus tak terkendali hari itu. Entah siapa yang memulai pecahnya aksi
anarkis itu, ban bekas dibakar, asap hitam membumbung tinggi di area kampus,
teriakan-teriakan riuh, jerit ketakutan para mahasiswi tergambar jelas dan
sorakan para aktifis mampu memekikkan telinga.
Di ‘layar putih’ itu terlihat jelas kebrutalan para
petugas keamanan kampus dan pihak kepolisian dengan beringasnya, mengejar,
menyeret, menginjak-injak memukuli sampai ada luka memar di sekujur tubuh,
serta kepolisian menangkap 16 aktifis mahasiswa (27 April) karena dituduh
provokator pemicu anarkis.
Aksi lanjutan penolakan dugaan Pungli, memakan korban,
salah satu mahasiswa setempat, Pupung yang mengalami patah kaki karena terjatuh
diduga karena dikejar saat aksi (20 Mei).
Aksi mahasiswa tak hanya sampai di situ, mereka semakin
militan dengan menggelar serangkaian aksi damai menolak kebijakan rektorat.
Mereka menggelar aksi bisi(tutup mulut), mogok makan samapai kritis hingga
dirawat di rumah sakit, aksi bagi-bagi bunga, doa bersama dan lain-lain.
Harus diakui, iringan gesekan biola yang mengiringi
cuplikan video itu mampu menggetarkan hati semua orang yang melihat karya
UKM-SBI di ruang diskusi itu.
Di penghujung cuplikan video itu, postingan beberapa
media yang setia mengawal perjuangan mahasiswa IAIN Raden Intan.    
Baca: Rektor IAIN Raden Intan Lampung Diganti?


Direktur LBH Bandarlampung, Alian Setiadi mengapresiasi
akan sikap mahasiswa yang kritis meminta transparansi anggaran dengan
konsisten.
“Saya menyayangkan aksi beberapa waktu lalu, saat 16
orang yang diamankan saat menuntut transparansi pembangunan masjid,”  kata Alian.
“Saya 4 tahun kuliah di salah satu Universitas, dan
sering demo tapi enggak ada polisi.
Tapi di video itu dengan mudah banget dimasuki polisi, kondisi ini sangat
memprihatinkan di IAIN Raden Intan Lampung,” ujar Alian.
Ia mengatakan, kekebasan berserikat dan berkumpul itu
sesuai UU adalah hak warga negara. Ini dilindungi UU dassar dan UU Hak Asasi
Manusia.
“Kami menyayangkan kebijakan Rektorat bekukan UKM-SBI,”
ujarnya.
“Pembungkaman ini adalah melanggar HAM,” tegasnya.
Menurutnya, polemik di IAIN Raden Intan Lampung ini
mahasiswa hanya menyampaikan aspirasi.
“Kebijakannya(rektor) perlu dikritik, saya minta pihak
rektorat beberkan maksud sumbangan ini. Agar persoalan ini tidak
berlarut-larut,” ucapnya.


Rektor Absen
Saat Diskusi, Ketua MUI Coba Berbohong


Wakil Dekan 3 Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri(IAIN) Raden Intan Lampung, Khairudin Tahmid, mengatakan, Rektor(Mukri)
tengah di Jakarta menghadiri  kegiatan
penting.
Ketua Majelis Ulama Islam(MUI) Provinsi Lampung  ini mengatakan, pembangunan Masjid ini non
APBN namun murni dari mahasiswa yang diberi Surat Edaran(SE).
“Pengelolaannya oleh panitia yang direalisasikan oleh
rektorat. Akuntabilitas-nya ada audit internal,” ucapnya.
Ia mengaku, pengelolaan keuangan pada pembangunan Masjid
IAIN Raden Intan telah transparan. Pun mengaku telah memajang hasil
kerjanya(pengelolaan keuangan) serta dipublikasi dan bisa
dipertanggungjawabkan.
“Pembangunan Masjid dirapatkan. Atas dasar musyawarah,”
ucapnya.
Warga Sepang Jaya Labuhan Ratu ini mengaku, jika uang
sumbangan itu memiliki banyak pilihan.
“Rp 100- Rp 300 dan ada yang tidak membayar. Kalo ada
yang bayar memaksa, saya rasa tidak,” kilahnya.
“Saya enggak
tahu yang dianggap Pungli,” elaknya.
Kemudian kata dia, soal pembekuan UKM-SBI, dirinya
mengaku setelah melihat video yang yang diputar di layar proyektor karya
UKM-SBI soal serangkaian aksi penolakan dugaan Pungli berupa aksi mogok makan,
aksi bisu, aksi anarkis dan lain-lain. 

Kata Khairudin video itu adalah  ini tayangan persepektif mahasiswa.
Enggak mungkin
ada aspek yang diunggah di video itu,” ungkapnya.
Kemudian kata dia, di kampus ada aturan akademik dan
lain-lain, apalagi soal dugaan ancaman Drop
0ut(DO
) yang diduga dilakukan oknum Dekan setempat, Rijal kepada salah satu
mahasiswa pasca melaporkan Rektor IAIN Raden Intan ke Kejati Lampung.
“Kalo kampus men-D0
mau D0 soal karena dikritisi itu
bukan. Karena men-DO prosesnya
panjang. Mau men-D0 dan ini butuh
proses,” ucap dia, seraya mendapat umpatan dari mahasiswanya.
Pakar hukum Pidana dari Universitas Lampung(Unila), Wahyu
Sasongko mengaku kaget dengan perilaku yang ditunjukkan Rektor, Mukri. Bukan
tanpa alasan akademisi dari Unila ini melihat perubahan yang  signifikan pada rektor. Wahyu mengaku pernah
menjadi aktivis bersama Mukri beberapa waktu lalu
Kok bisa kayak gini, ada kebuntuan komunikasi,”
kata Wahyu.
Dosen FH Unila ini menyarankan, baiknya dosen dan
mahasiswa baiknya menjalin komunikasi dengan aktif dan tidak kaku. Ia
menjabarkan, tentang dugaan Pungli di kampus IAIN Raden Intan Lampung ini
adalah pungutan namun tidak liar.
Kalo liar
berarti semua enggak jelas. Tidak
terkendali,” ujarnya sebari membuka beberapa bukti pungutan dan Surat
Edaran(SE) yang ditandatangi rektor.
Ia mengaku, banyak timbul pertanyaan soal SE dari
rektorat setempat, dari SE bulan  Mei
2015 memakai kop surat, ada kalimat ditujukan kepada orang tua mahasiswa baru,
untuk meminta sumbangan sebesar Rp 350 ribu per siswa, sumbangan sebagai bentuk
menyumbang dana pembangunan Masjid.
Kalo dia
edaran, bukan produk hukum namun administrasi,” tegasnya.
Kemudian adalagi SE yang terbit bulan Juli 2015, dengan
kalimat yang hampir sama namun berbeda nominal untuk sumbangan pembangunan
Masjid, Rp 500 ribu, yang dilampiri surat biasa. Himbauan Infak pembangunan Masjid
dengan besaran biaya Rp 35 Miliar, dana untuk pembangunan Masjid yang dihimpun
sukarela dan swadaya.
“(Di SE)Ada penjelasan pekerjaan baru tahap 60 persen.
Namun enggak jelas rinciannya,” kata
dia.
“Di SE itu juga ada himbauan sumbangan dengan nominal
Infak Rp 500 ribu, Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta,” ucapnya.
Ia menuturkan, di SE itu nilai nominalnya berubah, ada 3
pilihan dan lebih, hal ini yang jadi pertanyaan mahasiswa mengapa selalu
berubah, perubahan ini dari segi riset, kekurangan Rp 35 Miliar, harusnya
dirinci, berapa kekurangannya.
“Harus jelas gitu.
Udah berapa persen dan nominalnya. Ini yang kemungkinan timbul pertanyaan di
kalangan mahasiswa,” ujarnya.
Ia mengatakan, 
setahu dirinya yang wajib (dikeluarkan) itu adalah Zakat, namun yang
bukan Zakat itu bentuknya akan Ikhlas, artinya, kata Wahyu agar lebih enak.
Wahyu menganalogikan, jika ada uang di dompet, maka uang dengan nilai nominal
paling kecil pasti yang akan disumbangkan.
“Saya dukung menyumbang yang banyak. Tapi Ikhlas, kalo
bisa dijelaskan, baiknya harus lebih terbuka. Saya setuju bangun Masjid, masa
IAIN enggak ada Masjid,” ucapnya.
Ia menghimbau, jangan sampai niat yang baik namun ada
Distorsi, itu yang menjadi masalah pungutan, namun kata dia, sikap rektorat
harus transparansi, akuntabilitas (pertanggungjawaban) kemudian responsif.
“Baiknya kalo
ada keluhan rektor harus tanggapi,” ujarnya.
“Ribut sama anaknya kok, ngundang polisi,”
sindirnya.
Di Unila kata dia, baru-baru ini ada mahasiswa yang
tertangkap karena dugaan transaksi Narkoba.
“Mahasiswa jual ganja ditangkep
Polisi itu wajar.” urainya.
Di Unila juga kata dia, ada tes urine dan gratis,
kemudian saat tes urine, ada mahasiswa dengan hasil urine positif.
“Maka orang tua dipanggil dan diselesaikan secara
kekeluargaan,”.
Kalo sama anak
sendiri kita bina, jangan resperensif,” ungkapnya.
Kemudian kata Wahyu, soal pembekuan aktivitas UKM-SBI
karena menurut rektorat tidak patuh, menimbulkan keresahan, pelanggaran kode
etik dan jauh kegiatan jauh dari agama, apakah mahasiswa sudah
disosialisasikan?.
“Saya nilai positif yang dilakukan UKM-SBI. Terlebih
setelah melihat tanyangan video tadi(karya UKM-SBI). Apakah nilai seni IAIN
seperti apa?,”.
“4 kriteria itu harus disosialisasikan. Kok sejak dari rektor(Mukri) gitu(berubah),” sesalnya.
Salah satu aktivis yang mahasiswa, Een Riansyah, mengaku
sangat setuju dengan adanya pembangunan Masjid di kampus IAIN Raden Intan
Lampung.
Ia pun mewakili rekan-rekan UKM-SBI sepakat dengan
pembangunan Masjid tersebut dan mengaku tidak ada maksud membuat gaduh di
kampus.
Menurutnya, pihaknya hanya mencari kebenaran dengan
meminta keterbukaan informasi(transparansi anggaran) akan pembangunan Masjid.
Pasca reformasi kata dia, baiknya semua bisa transparan dalam informasi. Pun
kata, Een dirinya telah mencoba melakukan beberapa kali dialog dengan rektorat
IAIN Raden Intan Lampung, bahkan kata dia, persatuan UKM se-Lampung pernah
meminta klarifikasi dengan rektor akan transparansi anggaran dan pembekuan
UKM-SBI.
“Tapi enggak
pernah ditanggapi rektor,” kata Een.
Ia menegaskan, pihaknya sudah melakukan semua cara agar
pihak rektorat mau terbuka akan anggaran pembangunan Masjid dan agar kampus
‘Hijau’ lebih baik lagi.
Bahkan kata Een, sebelum adanya diskusi publik ini,
markas UKM-SBI  digrebeg oleh BBN dan
Polda Lampung dengan dilakuan tes urine, diduga atas inisiatif rektorat.
“Dan kami dites urine negatif semua,” tegas
dia.
Ia mengatakan, kajian(kegiatan) yang ada di UKM-SBI IAIN
Raden Intan Lampung yaitu kajian Filsafat Islam dan lain-lain.
“Tapi ini(sikap rektor) masalah suka tidak suka.
Karena ini aneh. Pembekukan pasca aksi, setelah aksi diancam D0,” sergahnya.
Ia menambahkan, kampus disebut kampus ada jika ada Dewan
Eksekutif Mahasiswa(DEMA). Ia mempertanyakan, mengapa kebijakan rektorat tidak
melibatkan dewan eksekutif mahasiswa.
“Agar ketidak tahuan bisa didiskusikan,”
ucapnya.
Ia menceritakan, telah banyak aksi yang digelar sebagai
bentuk penolakan adanya dugaan Pungli berkedok Infak pembangunan Masjid, mulai
dari aksi damai, mogok makan, sampai para aktivis dibubarkan dan mendapat
ancaman.
 “Saya tidak
akan pernah berenti. Kalo emang di
Lampung enggak ada lagi kebenaran.
Nanti di media hukum pembuktiannya,” ucapnya. 
Andai saja uang sumbangan pembangunan Masjid tidak memberatkan mahasiswa dan mereka saling menghargai dengan menjalin komunikasi yang baik, mungkin serangkaian ‘aksi’ yang  ada di kampus tidak akan pernah ada. (Andi Priyadi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *