Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Tegaskan Sumbangan Tidak Boleh Ditentukan Nominalnya

Kadisdikbud Lampung, Hery Suliyanto. Foto Ist

Bandarlampung- Ternyata sesama lembaga negara saling
tidak menghargai antar mereka.

Buktinya, kebijakan Rektorat Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Raden Intan Lampung, Mukri yang diduga melakukan Pugutan Liar(Pungli)
berkedok pembangunan Masjid pada mahasiswanya yang berbuntut pada laporan ke Kejati
Lampung.
Sejatinya pihak rektorat menyarankan Infak(sumbangan) pada
mahasiswanya, namun sejumlah mahasiswa setempat mengaku jika mereka disarankan
menyumbang dengan dibanderol, Rp 500 ribu- Rp 1 juta. Tak ayal gejolak yang tek
berkesudahan menerpa  kampus ‘Hijau’ yang
akan bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri(UIN) Lampung ini.
Serangkaian aksi penolakan kebijakan rektorat IAIN Raden
Intan Lampung yang diduga melakukan Pungli berkededok Infak pembangunan Masjid
yang belum juga berkesudahan. Terakhir aksi mahasiswa setempat yang menolak
dugaan Pungli terjadi saat acara Annual
International Conference On Islamic Studies
(AICIS) ke-6 tahun 2016
berlangsung di IAIN Raden Intan, acara tahunan yang dihadiri Menteri Agama,
Lukman Hakim.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung,
Hery Suliyanto menegaskan, sumbangan yang dipatok nominalnya tidak
diperkenankan.
“Sebetul jangan karena bentuknya sumbangan, (sumbangan)tidak
boleh ditentukan nominalnya,” ungkap Hery, Jum’at(04/11/2016). 
Kepala Pusat Kebijakan Publik dari Universitas
Lampung(Unila) Dr. Dedy Hermawan menilai, polemik yang ada di IAIN Raden Intan
Lampung ini harus segera diselesaikan dengan kedua belah pihak.
Kalo mau
selesai harus duduk bareng,” kata Dedy.
Kalo enggak
beres
di internal, bisa  melibatkan
instansi lain, seperti melaporkan ke Ombusman, 
contohnya. Ombudsaman nanti bisa mengklarifikasi kedua belah
pihak,”.
Dosen Fisip Unila ini menuturkan, organisasi dan
institusi negara, di penyelenggaraan kampus harus mengikuti prinsip transparan
taat pada hukum, dan menyelesaian masalah berpacu pada hukum.
Rektorat juga kata dia, harus mengacu pada acuan hukum,
itu harus disampaikan pada warganya, karena semua sarana berdiri di atas lahan
sarana uang negara dan harus mentaati aturan, aturan pemerintah, seperti aturan
menteri agama dan lain-lain.
Kemudian, pembuat kebijaksaan, seperti skripsi dan
lain-lain harus dibicirakan dengan mahasiswa, kedua belah tentu harus
mendengarkan banyak masukan.
Sedangkan jika itu(dugaan Pungli) digugat publik rektorat
harus bisa menjelaskan dasar hukum, tujuan, kegunaan anggaran dan lain-lain.
Dan mahasiswa harus mempunyai dasar jika ingin menggugat rektorat.
Menurutnya, terlebih sekarang ini, dugaan Pungli menyasar
ke semua daerah serta IAIN Raden Intan Lampung harus menjauhkan itu supaya
tidak terindikasi.
“Makanya perlu dituntaskan benar-benar. Biar tuntas,
harus ada pihak lain yang dilibatkan. Agar sama- sama mendapat solusi
terbaik,” ungkapnya.
Kemudian lanjut dia, jika pembangunan Masjid ada aspek
sukarela tentu tidak masalah, jika diwajibkan bagi mahasiswa harus ada dasar
hukum.
“Agar mengikat dan lebih bagus sumbangan itu hasil
kesepakatan bersama,”.
“Dugaan kita. Ada yang enggak tuntas dan berpolemik di IAIN. Sehingga gejolak”
ujarnya.
Akademisi Unila ini menuturkan, patut disayangkan polemik
agama tidak terjadi berlarut, terlebih tempat ibadah yang disoal, baiknya
didasari ikhlas, berpartipasi karena Masjid itu untuk kepentingan warga kampus,
sebelum melangkah jauh ke hukum lebih bagus pendekatan keagaman untuk itu semua
sama frame(pandangan) agar bisa selesai.
“Kecuali ada yang dicurigai ada kepentingan dan
lain-lain. Dibuka di forum duduk bareng dengan niat baik mudah-mudahan
selesai,”.
“Dugaan pungli sekarang bahaya,” tukasnya. (*) 

Baca juga: Sikap Rektor IAIN Raden Intan Lampung Dinilai Kurang Arif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *