Soal Pasar Pekalongan, Akademisi Pertanyakan Kredibilitas DPRD Lampung Timur

Gindha Ansori Wayka

Lampung
Timur-Sikap ‘dingin’ Ketua komisi 3 DPRD Lampung Timur(Lamtim) soal proyek
Pasar Pekalongan tuai sorotan.

Sejatinya
DPRD sebagai lembaga
mempunyai
fungsi pengawasan dan berpijak demi kepentingan rakyat.
‘Taring’
komisi 3 DPRD Lampung Timur dipertaruhkan.
Akademisi
dari Universitas Bandar Lampung(UBL), Gindha Ansori Wayka mengatakan, DPRD
sebagai mitra pemerintah sebagai wakil rakyat seharusnya konsisten,
se-konsisten negara ini membayar gaji mereka.
Artinya
kata Ansori, Anggota dewan terhormat itu seharusnya melaksanakan tugas dan
fungsi sesuai dengan peraturan diantaranya fungsi pengawasan.
Jika
proyek pasar itu tidak benar, maka satkernya dan rekanannya dipanggil untuk
menjelaskan persoalan tersebut hingga tuntas sehingga ada solusinya.
Sebagai
wakil rakyat harus lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya, karena pasar
adalah tempat transaksi antara penjual dan pembeli sehingga bangunannya harus
layak.
Koordinator
Presidium KPKAD ini menambahkan, pihaknya mengendus ada persoalan di proses
pembangunan dan siapa saja yang boleh berdagang di Pasar Pekalongan Lampung
Timur.
“Diduga
ada oknum yang melakukan hal-hal yang tak pantas terkait peletakan kios-kios
dan siapa yang berdagang di sana,” ungkapnya, Rabu(13/07/2016).
DPRD
setempat kata dia, harus tegas, jangan hasil inspeksi mandadak(Sidak) ini
dijadikan alat untuk ‘menekan’ saja, ‘semakin besar daya tekan. Maka semakin
tinggi daya tawar’. 
“Sehingga
satker dan rekanan merasa takut dan ujungnya berunding di bawah tangan,”.
“Kalau
dewan itu benar-benar laki. Ya tuntut sampai pengadilan,” tegasnya.
Dalam
bekerja, DPRD hendaknya jangan hanya mengambil manfaatnya(fasilitas) saja
sebagai wakil rakyat, dikarenakan rakyat yang memilih DPRD mempunyai harapan
besar, jika minim pengabdian dan mudah ‘masuk angin, maka kredibiltas DPRD
Lampung Timur dipertanyakan rakyat dan kepercayaan rakyat turun.
“Kami
masih menunggu. Sampai di mana dewan Lamtim berani. Jangankan satkernya, bila
perlu kalau langsung ke bupatinya dibongkar saja biar tahu kalau Lampung Timur
ada penunggunya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *