Ganti Rugi Lahan Proyek Irigasi Milik BBWSM Lampung Diprotes Warga Jabung, BPN Lampung Timur Buang Badan

Demo Warga Jabung Lampung Timur Soal Ganti Rugi Lahan Proyek Irigasi Milik BBWSM Lampung di Sekretariat Pemda Lampung Timur Beberapa Waktu Lalu

Lampung Timur – Ganti rugi pembebasan lahan tanam tumbuh dan bangunan tahap pertama proyek Balai Besar Way Sekampung Mesuji(BBWSM) provinsi Lampung di Kecamatan Jabung, Lampung Timur (Lamtim) sarat rekayasa.

Badan Pertanahan Negara (BPN) kabupaten Lamtim sebagai juru bayar.

Lembaga swadaya Topan RI, lembaga yang selama ini mendampingi warga  pemilik lahan yang sah namun telah dirugikan, menyebut, sampai saat ini banyak warga yang tidak menerima uang ganti rugi lahan.

Padahal proses pembayaran sudah terealisasi 100 persen.

Ketua Topan IR, Nurbei Husin menuturkan, lembaga yang di pimpinnya bersama masyarakat terus melakukan perjuangan dengan aksi damai ke kantor BPN, Pemerintah daerah Lamtim sampai pada kantor gubernur dan Kejaksaan Tinggi Lampung.

Namun hingga saat ini belum juga mendapatkan jawaban dan hasil yang memuaskan. Ia meyakini proses pembayaran ganti rugi tersebut telah direkayasa, dan diduga kuat melibatkan pihak BPN selaku panitia sekaligus sebagai juru bayar.

Ia menambahkan, pihaknya banyak mengantongi bukti, berupa foto penerima ganti rugi yang bukan selaku pemilik lahan sebenarnya, karena itu ia dan warga meminta pihak terkait dapat memproses persoalan tersebut.

“Sebab masyarakat jelas telah dirugikan,” tegas Nurbei Husin, Senin(27/06/2016).

Dilain pihak, Budi Santoso Kasubsi Tanah-tanah dan Pemerintah BPN Lamtim sekaligus Sekretaris Panitia tim pelaksana proses ganti rugi Irigasi Jabung, ‎membantah jika pihaknya disebut-sebut sebagai juru bayar.

Sebab, menurut Budi, juru bayar adalah pihak ke tiga yang telah ditunjuk oleh BBWSM.

Diakuinya, proses pembayaran ganti rugi lahan irigasi milik BBWSM tahap pertama telah selesai 100 persen.

Sayangnya, belakangan banyak menimbulkan persoalan, hal itu, tambah Budi, disebabkan oleh warga yang pada awal pengukuran tidak melakukan komplain(protes).

“Tetapi setelah prosesnya selesai. Baru beberapa masyarakat memprotes. Mestinya di awal saat pengukuran(komplain). Kan, di situ kita didampingi kepala dusun dan warga desa,” kata Budi Susanto. (FR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *