Senator Lampung Andi Surya: HPL Way Dadi dan Way Lunik Lemah Secara Perundang-undangan

Andi Surya memberikan keterangan pada media

Bandarlampung- Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor. 5/1960 hanya mengatur secara jelas tentang hak eigendom, erpacht, gebruik recht dan opstal yang merefleksikan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, namun tidak dinormakan adanya
Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

“Sehingga dari kacamata Undang-undang, HPL ini cenderung lemah,” kata Senator Lampung, Andi Surya, dalam silaturahmi dengan tokoh-tokoh masyarakat kecamatan kediamannya, Minggu (09/12/2018).

Mantan Anggota DPRD Lampung ini memaparkan, memang sebelum terbitnya UUPA terdapat PP No. 8/1953 tentang penguasaan tanah negara dan dilanjutkan Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 yang mengatur konversi tanah negara, didalamnya terdapat pengertian hak-hak pengelolaan lahan. Namun PP dan Permen ini tidak memiliki sandaran kuat terhadap UU sehingga masih bisa diperdebatkan kekuatan mengaturnya.

“Karena UU Pokok Agararia tidak mengatur secara spesifik konsep HPL,” lanjut Andi Surya.

Pada persoalan HPL Way Dadi dan Way Lunik Panjang, dari sisi kronologis bisa dikatakan bermasalah. Diduga munculnya kedua HPL ini mengabaikan verifikasi lapangan. Sebagian besar lahan tersebut jauh sebelumnya telah ditempati dan dikuasai masyarakat maupun penggarap.

“Salah satu syarat terbitnya HPL status lahan harus bersih dari potensi penguasaan pihak lain,” kata Andi Surya.

Mengacu PP Nomor. 8/1953, Bab II pasal 8, ayat (1, 2 , 3) PP No. 8/1953 disebutkan, jika badan negara atau jawatan yang mengelola tanah negara ternyata keliru atau tidak tepat lagi serta luas penguasaannya ternyata melebihi keperluan dan lahan tersebut tidak dipelihara sebagaimana mestinya.

“Maka wajib dikembalikan kepada negara,” sebut Andi Surya.

Anggota DPD RI Dapil Lampung ini mengatakan, sebagai contoh, baru-baru ini atas desakan DPD RI dan DPR RI, BPN menerbitkan surat No. 571/37.3-800/IX/2018. Point 3 surat tersebut menyatakan HPL No. 1/Way Lunik Panjang dibatalkan kemudian diproses ulang sesuai ketentuan yang berlaku.

“Intinya, HPL bisa direvisi bahkan dicabut,” tutup Andi Surya. (TeAm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *