Bandar Lampung – Temuan BPK RI tahun 2024 dengan nilai fantastis di Dinas PKPCP Lampung mematikan keprihatinan sejumlah pihak.
Ketua Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia, (GMBI) Lampung, Heri Prasojo mengatakan pihaknya akan melakukan investigasi dan meminta klarifikasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) pada Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya (PKPCK) Provinsi Lampung yang hampir mencapai Rp1 miliar.
“Kami segera melakukan investigasi atas temuan BPK Perwakilan Lampung tersebut dengan membuat surat permintaan klarifikasi secara tertulis kepada Dinas PKPCK Lampung,” kata Heri kemarin.
Kata Heri, kewajiban menindaklanjuti temuan BPK adalah keharusan bagi pejabat terkait untuk merespons dan menyelesaikan rekomendasi yang diberikan dalam LHP BPK. Tindak lanjut ini paling lambat harus disampaikan kepada BPK dalam waktu 60 hari setelah LHP diterima.
“Pimpinan entitas yang diperiksa oleh BPK bertanggung jawab untuk menindaklanjuti temuan dan rekomendasi dalam LHP BPK,” ucap Heri.
Ia mengatakan, adapun sanksi jika temuan BPK tidak ditindaklanjuti dalam batas waktu yang ditentukan, pejabat terkait dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
“Tindakan penegak hukum jika temuan BPK berindikasi tindak pidana dan tidak ditindaklanjuti, maka aparat penegak hukum akan mengambil alih untuk menanganinya,” ujar dia.
Intinya menurut Heri menindaklanjuti temuan BPK adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pejabat terkait untuk memastikan pengelolaan keuangan negara dilakukan secara akuntabel dan transparan.
“Keterlambatan dalam menindaklanjuti temuan BPK dapat berakibat pada sanksi dan bahkan tindakan hukum,” kata Heri yang juga Advokat pada Kantor Hukum Naga Selatan Indonesia.
Inspektorat Lampung mengawal proses pengembalian temuan LHP BPK tahun 2024.
Termasuk juga Dinas PKPCK Provinsi Lampung yang hampir mencapai Rp1 miliar.
“Ya sudah dipanggil (Dinas PKPCK), sedang dalam proses,” kata Inspektur Lampung, Bayana, Jumat (1/8).
Inspektorat akan terus mendorong OPD dan pihak terkait untuk segera menyetorkan pengembaliannya ke kas daerah.
Ada konsekuensi jika temuan LHP BPK tidak bisa dikembalikan hingga batas waktu 60 hari. Proses berikutnya akan melibatkan Tim Penanganan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) yang di dalamnya terdapat unsur kejaksaan, bahkan melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya. Tak ada denda kalau lewat dari 60 hari, hanya pengembalian atas temuan BPK itu saja.
“Sekarang semuanya terus berproses. Nantinya progresnya seperti apa,” kata Bayana.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Lampung, Nur Rakhman Yusuf menilai, harusnya setiap temuan BPK RI baiknya menjadi pembelajaran bagi Dinas PKPCK Lampung untuk memperbaiki tata kelola kegiatan agar tidak menjadi temuan di tahun berikutnya.
“Harusnya setiap temuan jadi pelajaran, perbaikan, apalagi lagi berulang harusnya dipelajari, agar keuangan negara tidak dirugikan,” kata Nur.
Nur berpesan kepada Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, untuk mengevaluasi dan menjadikan atensi untuk Dinas PKPCK agar ada perbaikan yang signifikan di dinas tersebut
“Mumpung lagi baru. Evaluasi (pejabat Dinas PKPCK) sistem diperbaiki, harus jadi pembelajaran. Ibarat keledai tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya (bisa belajar dari pengalaman),” kata dia.
Menurut Nur, Inspektorat harus mensikapi temuan BPK RI di Dinas PKPCK ini dengan serius. Sejauhmana dugaan kelalaian pengawasan Dinas PKPCK pada rekanan, ataubada dugaan pembiaran dan sebagainya.
“Kalo sampai ke arah dugaan koruprif, biar APH yang bertindak. Yang pasti ada indikasi seperti apa, kan ada inspektorat seberapa jauh temuan BPK ini,” ucap Nur.
Diketahui, Inspektorat Provinsi Lampung bergerak cepat menindaklanjuti hasil BPK terkait dugaan kelebihan pembayaran atau mark-up dalam pelaksanaan proyek pada Dinas PKPCK Provinsi Lampung.
Nilai kelebihan pembayaran tersebut ditaksir mencapai hampir Rp1 miliar dan dilakukan oleh pihak rekanan pelaksana proyek.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Inspektorat langsung memanggil pihak Dinas PKPCK pada Rabu (23/7/2025).
Pemanggilan ini bertujuan untuk meminta klarifikasi dan memastikan proses pengembalian kelebihan pembayaran oleh pihak rekanan berjalan sesuai dengan rekomendasi hasil audit BPK.
“Kemarin pihak Dinas PKPCK sudah kita panggil. Kita minta agar segera menindaklanjuti pengembalian kelebihan pembayaran tersebut. Kita kasih waktu. Jika dalam tenggat waktu yang diberikan belum juga dikembalikan, maka akan kita panggil kembali untuk menanyakan sejauh mana progresnya. Apakah sudah mulai dicicil atau belum,” tegas Irban II Inspektorat Provinsi Lampung, M. Risco Irawan, Kamis (24/7/2025).
Ia menegaskan, jika rekanan terbukti tidak menunjukkan itikad baik dalam pengembalian kerugian negara tersebut, maka namanya akan masuk dalam catatan buku hitam. Lebih jauh, kasus ini akan direkomendasikan ke Aparat Penegak Hukum (APH) untuk ditindaklanjuti secara hukum.
“Kalau tidak ada pengembalian, apalagi tidak menunjukkan niat baik, maka rekanan tersebut akan kita rekomendasikan untuk masuk daftar hitam dan akan diteruskan ke APH,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Lampung (Unila) Dedy Hermawan, menilai Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal bisa mengevaluasi seluruh pejabat teras dan pemangku kebijakan di Dinas PKPCK.
“Semua aspek sebaiknya dievaluasi secara menyeluruh, pasang target maksimal “zero” atau minimalis temuan BPK RI tahun 2025 dan seterusnya,” kata Dedy.
Akademisi Unila ini mengatakan, fenomena temuan BPK RI Perwakilan Lampung di Dinas PKPCK yang berulang terjadi tiap tahun menggambarkan tata kelola pekerjaan bermasalah, selama ini diduga tidak ada upaya memperbaiki, karena berulang, sistem pengawasan tidak maksimal.
“Karena kesalahan berulang, berarti ada komponen sampai temuan berulang, dalam kegiatan secara normatif, dokumen kontrak dan lain, di lapangan ada dugaan penyimpanan hingga temuan (BPK RI),” ucap Dedy.
Dosen FISIP Unila ini menilai temuan BPK RI baiknya unt utama masukan untuk Gubernur Lampung, untuk dipelajari dan dibenahi, agar aspek ini yang lemah ada antisipasi, jika pengawasan kurang maksimal, atau dugaan pembiaran, agar untuk membedah temuan BPK supaya tidak terjadi ke depan.
“Temuan BPK adalah potret sistem tata kelola bermasalah terjadi pembiaran, kalo enggak diperbaiki ada kesalahan serupa, maka tata kelola reformasi tidak berjalan, karena kesalahan berulang, jadi pola rutin, tak sesuai kontrak, harus jadi pelajaran, tata kelola harus dipelajari, betul-betul diperbaiki,” papar Dedy.
Kemudian kata Dedy, ketika sudah dirancang sudah baik, maka pengawas atau pejabat berwenang harus menjalani fungsinya sampai finis pekerjaan.
“Kalo ada temuan (BPK) berarti ada yang tidak maksimal,” kata dia.(ndi)
