Bandar Lampung – Tiga kabupaten di Provinsi Lampung dipastikan melawan “kotak kosong” pada Pilkada serentak 27 November mendatang.
Calon kepala daerah tidak ada lawan politik, atau melawan kotak kosong. Tiga wilayah itu meliputi Kabupaten Lampung Timur, Lampung Barat dan Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Pilkada kotak kosong ditengarai gagalnya partai politik (parpol) dalam melaksanakan kaderisasi, serta bukti ambisius merengkuh kekuasaan dan tidak memberikan kesempatan pada sosok yang berkompeten untuk maju di pilkada.
Meskipun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat pengusungan pasangan calon tidak bisa meningkatkan gairah para calon pemimpin atau ketua partai yang sempat terganjal dengan koalisi karena kurangnya kursi sebagai syarat mutlak mendaftar ke KPU.
Koordinator #pilihankukotakkosong Lampung, Herwan Acong mengajak masyarakat Lampung Timur, Tulang Bawang Barat dan Lampung Barat untuk memenangkan kontak kosong dalam pilkada mendatang.
“Saya menduga pilkada kotak kosong ini didesain (dibuat). Karena birahi kekuasaan. Saya mengajak masyarakat menangkan kotak kosong,” kata Acong, Sabtu (30/8).
Untuk pasangan yang bakal melawan kotak kosong adalah di Lampung Timur pasangan, Ella Siti Nuryamah – Azwar Hadi, kemudian Lampung Barat, Parosil Mabsus dan Mad Hasnurin dan Kabupaten Tulang Bawang Barat, pasangan Novriwan Jaya – Nadirsyah.
Ia mengatakan, pilkada kotak kosong adalah kegagalan kaderisasi parpol, partai tersebut tidak berhasil menyiapkan atau mendidik kader-kadernya untuk menjadi pemimpin yang kompeten dan mampu bersaing. Akibatnya, partai tersebut terpaksa mengusung calon yang kurang kuat atau bahkan tidak ada calon sama sekali yang bisa bersaing, sehingga menciptakan situasi kotak kosong.
“Partai politik seharusnya bertanggung jawab untuk terus menerus mengembangkan kader-kader baru yang siap mengambil peran kepemimpinan, bukan hanya mengandalkan figur-figur tertentu atau mencari jalan pintas dalam pemilu,” ungkap dia.
Acong memaparkan, pilkada kotak kosong, adalah partai “cari duit”, adalah ungkapan yang kerap digunakan untuk menggambarkan situasi di mana partai politik lebih fokus pada kepentingan finansial daripada tujuan politik atau ideologi.
“Kotak kosong mengacu pada situasi di mana pemilih tidak memiliki pilihan yang bermakna dalam pemilu, mungkin karena calon tunggal atau kurangnya opsi yang dianggap layak,” ujar dia.
Dalam konteks ini kata Acong, partai politik yang terlibat dianggap hanya mencari keuntungan finansial dari proses pemilu tersebut, bukan untuk mengusung perubahan atau mewakili aspirasi rakyat.
“Partai politik yang dianggap lebih mementingkan uang dan kekuasaan daripada melayani kepentingan masyarakat luas,” bebernya.
Kemudian lanjut Acong, istilah pilkada kotak kosong adalah “birahi kekuasaan”. Menekankan nafsu yang berlebihan dari partai politik untuk menguasai pemerintahan, sering kali dengan cara-cara yang tidak etis atau manipulatif.
“Ini mencerminkan kritik terhadap partai-partai yang dianggap lebih mementingkan penguasaan kekuasaan daripada melayani rakyat, dan sering kali mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang sehat,” paparnya.
Ia memaparkan, kondisi ini menunjukkan pilkada di tiga kabupaten di Lampung sedang tidak sehat. Ia memaparkan alasan-alasannya mengajak masyarakat menangkan kotak kosong.
“Kotak kosong, partai birahi kekuasaan, adalah ungkapan yang lebih keras dan kritis. Menggambarkan situasi di mana partai politik sangat bernafsu untuk atau mempertahankan kekuasaan, tanpa peduli pada kualitas kandidat atau kepentingan rakyat,” kata Acong.
Acong mengapresiasi sikap ksatria Ketua DPD 1 Golkar yang juga petahana Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi yang berani mengambil resiko dengan maju pilkada melalui PDIP dengan resiko dipecat dan Ketua DPC PDIP Kota Metro, Anna Morinda yang mundur menjadi Ketua DPC.
“Kalo ketua partai, politisi yang mumpuni enggak berani maju pilkada. Enggak sanggup yakinin partai berhenti aja jadi ketua partai,” ucapnya.(ndi)