Dalam upaya percepatan penanganan persoalan 2 lahan di Desa Tamansari, DPRD menggelar RDP dengan Akademisi UNILA dan UNPAD, Rapat Dengar Pendapat yang digelar DRPD Kabupaten Pesawaran tersebut, yaitu dengan Aliansi Masyarakat Menggugat, Kamis (16/05/24).
Dengan pertimbangan banyak pihak yang di dalamnya melibatkan akademisi yang sesuai dengan bidang keahliannya serta pihak Pemda Kabupaten Pesawaran, berujung pada usulan dari Komisi I DPRD setempat, untuk Kepala Desa Tamansari, Fabiyan Jaya, agar tidak takut lagi mengambil langkah percepatan dengan segera membuat Sporadik untuk lahan tersebut.
Kegiatan RDP tersebut digelar atas permohonan Aliansi Masyarakat Menggugat yang terdiri dari Ahli waris Tanah Tanjung Kemala (329 Hektar) dan Ahli waris Tanah Umbul Langka (229 Hektar) yang keduanya berlokasi di Desa Tamansari Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran juga didukung dengan Majelis Punyimbang Adat Pitung ngetiyuh, Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPB), Lembaga Independen Pemantau Anggaran Negara (LIPAN), Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) dan Forum Komunikasi Wartawan Kabupaten Pesawaran (FKWKP)
RDP tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pesawaran dan dihadiri oleh anggota Komisi I, Sekretaris dewan, Asisten II mewakili Bupati Pesawaran, Kabag Hukum, dan unsur OPD lainya, Kapolsek Gedong Tataan mewakili Kapolres Pesawaran dan juga turut hadir Kepala Kantah ATR/BPN Pesawaran.
Dalam pengantarnya mewakili Aliansi Masyarakat Menggugat Saprudin Tanjung, menyampaikan kegiatan RDP yang dimohonkan oleh Aliansi Masyarakat Menggugat merupakan keputusan dari kegiatan sebelumnya yaitu audensi yang beberapa hari lalu dilakukan, dimana dalam audiensi tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Pesawaran dan ini merupakan langkah terakhir dari Aliansi Masyarakat Menggugat.
“Karena segala upaya sudah ditempuh seperti melaporkan ke Mabes Polri, Kejagung, KPK dan KOMPOLNAS,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, segala upaya yang ditempuh juga didasari dengan dukungan para Ahli yang diantaranya adalah dari Profesor dari Unila yaitu Prof. Hamzah, yang beliau merupakan Guru Besar Universitas Lampung dalam bidang Ilmu hukum perdata, serta Profesor. Fadhil Nurdin, yang merupakan Guru Besar UNPAD dalam bidang Sosiologi dan beberapa calon Profesor lainya.
“Sebelumnya juga kami sudah melakukan Seminar dengan Dr.Dwiyanto, yang beliau merupakan pakar ilmu Agraria atau Pertanahan dimana beliau dipekerjakan di Tokyo Jepang membidangi ilmu Agraria internasional, dimana dalam seminar oleh para ahli Agraria tersebut disimpulkan, Persoalan ini sebenarnya tidak perlu selesai jauh-jauh ditingkatkan pusat, tapi cukup di Daerah, karena kewenangannya terkait persoalan tersebut didaerah (Kabupaten. Red), dengan cara apa, yaitu diskresi atau pengambilan Keputusan oleh Bupati selaku pimpinan Daerah, serta kami juga meminta Kepada Kepada DPRD Kabupaten Pesawaran dalam hal ini Komisi I yang membidangi Pertanahan, untuk merekomendasikan kepada Kepala Desa untuk membuatkan Sporadik untuk masyarakat,” kata Tanjung.
Tanjung menjelaskan, memang ini dibutuhkan peran serta semua pihak, baik dari Akademisi untuk memberikan masukan kepada DPRD, PEMDA maupun BPN, serta DPRD untuk merekomendasikan juga Bupati untuk Diskresi, tapi bagi kami yang saat ini kami rasa perlu adalah rekomendasi dari DPRD Kabupaten Pesawaran untuk percepatan persoalan yang sudah terang benderang ini, yaitu merekomendasikan Kepada Kepala Desa Tamansari, untuk membuatkan Sporadik untuk masyarakat.
Tanjung melanjutkan, “seperti kita ketahui sudah jelas kok lahan ini secara historis adalah milik masyarakat dan juga ahli waris, sebagai dasar terkait peningkatan haknya melalui proses awal yaitu Sporadik, PTPN 7 melalui Direksi nya sudah menyurati Kepala Desa Tamansari dengan Nomor Surat Wabe/H/178/2021, yang isinya mempersilahkan dan tidak keberatan apabila masyarakat Desa Tamansari bilamana ingin meningkatkan status hak Tanahnya sepanjang diluar Aset PTPN7, dan Surat dari ATR/BPN dan pernyataan dari Ibu Sri Rejeki pada saat mediasi kami dengan PTPN 7 yang difasilitasi oleh DPD RI Bapak Abdul Hakim, buk Jeki dalam pernyataanya jelas bahwa dilahan 329 Ha di Desa Tamansari, tidak ada selembar surat tekait lahan tersebut yang artinya tidak berstatus Hak Guna Usaha (HGU), artinya ini kan jelas diluar aset PTPN7, jadi mau alasan apa lagi kalok ini tidak dikembalikan kepada yang berhak yaitu masyarakat dan ahli waris. Jelas Tanjung.
Guru Besar Sosiologi Universitas Padjadjaran, memberikan paparan yang mendalam tentang Konstruksivisme Masyarakat Adat, yang menjadi topik sentral dalam diskusi. Acara ini juga dihadiri oleh dua pembicara lainnya, Dr. Dewi Coryati dan Dr. Forina Lestari, yang membahas pentingnya politik perlindungan dan penguatan adat serta strategi membangun wilayah masyarakat adat.
Prof. Fadhil menyoroti pentingnya pemikiran konstruktif dalam konteks pembangunan komunitas adat yang berkelanjutan. Ia menguraikan berbagai konsep dan praktik yang dapat diterapkan untuk mencapai tujuan ini, berdasarkan penelitian dan pengalaman lapangan yang solid. Sementara itu Dr. Dewi menggarisbawahi urgensi kebijakan perlindungan dan penguatan adat, dengan menunjukkan dampak positif dari langkah-langkah tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat adat. Dr. Forina memperkenalkan konsep Kampung Kreatif, berdasarkan studi kasus dan evaluasi terhadap program-program serupa yang telah berhasil diimplementasikan di beberapa wilayah. Pendekatannya didukung oleh data empiris yang menggambarkan dampak positif dari inisiatif ini terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan kelestarian budaya. Beberapa solusi konkrit untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat di Kabupaten Pesawaran, Lampung, berdasarkan data terkini dapat dijadikan alternatif menghadapi situasi lapangan.
Langkah pertama yang diusulkan adalah pencatatan dan pengakuan hukum terhadap tanah adat. Ini didasarkan pada studi kasus dan perbandingan dengan praktik terbaik di negara lain yang telah berhasil menerapkan langkah serupa. Selanjutnya, pemerintah pusat dan daerah perlu mengimplementasikan kebijakan progresif untuk melindungi hak-hak tanah adat, didukung oleh bukti empiris yang menunjukkan dampak positif dari kebijakan semacam itu terhadap kesejahteraan masyarakat adat. Sebagai contoh, Selandia Baru memiliki praktik terbaik dalam penguatan status tanah adat, yang dapat diadaptasi dengan memperhatikan nilai-nilai lokal seperti Treaty of Waitangi Settlements,Te Ture Whenua Māori Act 1993, Resource Management Act 1991 serta Resource Management Act 1991.
Selain itu Prof. Hamzah, menyampaikan pandangannya, bahwa sudah seharusnya tanah tersebut dikembalikan ke Adat, karena keberadaan adat itu ada jauh sebelum Indonesia merdeka, Belanda datang ke Indonesia dan mengusahakan tanah di Indonesia itu menggunakan sistem sewa yaitu Hak Erfpacht, nah setelah Indonesia Merdeka Perusahaan-perusahaan Belanda di Nasionalisasikan, Perusahaannya yang di Nasionalisasikan bukan Tanah nya, untuk Tanah nya ya harusnya dikembalikan kepada pemilik haknya yaitu adat.
Dalam RDP tersebut juga dipertanyakan oleh Ketua Komsisi I kepada Kepala ATR/BPN terkait satu sertifikat untuk 3 bidang, serta Peta Persil yang dimiliki PTPN 7, Kepala ATR/BPN Pesawaran Sri Rejeki, menjelaskan bahwa hal itu dimungkinkan ada, terkait dasar atas hal tersebut disebutkan pada aturan Permendagri yang sudah tidak berlaku lagi dan hal tersebut pun menjadi keberatan para ahli waris dan Para ahli yang hadir dalam RDP tersebut, sementara terkait Peta Persil, Sri Rejeki selaku Kepala ATR/BPN tidak menjelaskan dan tidak menunjukan peta persil yang ditanyakan.
Selain itu Sri Rejeki juga mengaku hingga saat ini belum menerima permohonan HGU terkait lahan tersebut dari pihak manapun,”saya sampai saat ini belum menerima apapun, jadi jangan seakan saya yang disalahkan, kata Sri Rejeki. Ia juga akan menerima jika masyarakat ingin mengajukan peningkatan hak nya (sertifikat) sepanjang mengikuti prosedur dan peraturan yang ada.
Pandangan dari Para ahli tersebut ditanggapi oleh Anggota Komisi I DPRD yang dengan kata sepakat mendukung apa yang menjadi keinginan masyarakat, bahkan salah satu anggota Komisi I tersebut menegaskan.
“Jadi untuk Aliansi Masyarakat Menggugat dan Pak Kades, jangan takut bayangan, lakukan yang dipandang perlu dan juga kita sudah dengar pendapat para ahli, dan juga Bagian Hukum PEMDA Pesawaran, inikan jelas nggak ada sengketanya, kenapa masih takut untuk membuatkan Sporadik untuk Masyarakat,” tegasnya.
Pada akhirnya Komisi I DPRD Pesawaran akan segera melaporkan hasil Rapat Dengar Pendapat tersebut kepada Ketua DPRD Pesawaran untuk dibuatkan rekomendasi kepada Kepala Desa Tamansari, untuk membuatkan Sporadik bagi para ahli waris tanah di Desa Tamansari tersebut. (Klis)