Transformasi IAIN ke UIN, KI Lampung Minta Mindset Rektorat IAIN Raden Intan Lampung Ikut Berubah

Ketua KI Lampung, Dery Hendryan, Foto Ist

Bandarlampung- Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Raden Intan Lampung dalam hitungan Minggu akan bertransformasi menjadi Universitas
Islam Lampung(UIN).

Rangkaian panjang jalan yang dilalui rektorat
kampus ‘Hijau’ itu untuk menjadi Uiversitas Islam terbesar di Lampung.
Apakah jika sudah resmi bertransformasi
menjadi UIN, IAIN Raden Intan Lampung menjadi Universitas ‘ber-Mindset’
Universitas ? 
Kasat mata, Ketua Komisi Informasi(KI)
Provinsi Lampung, Dery Hendryan mengatakan, jika bicara perubahan IAIN Raden
Intan menjadi UIN Lampung itu, memiliki dasar hukumnya, regulasi yang telah
diatur Kementrian Pendidikan Tinggi(Kemendikti/pusat).
Di regulasi pasti ada persyaratan IAIN yang
akan bertransformasi menjadi UIN Lampung,
“Dan itu otoritas pusat untuk menilai. Kalo kita bicara institusi,”
ujarnya, Minggu(20/11/2016).

Baca: Rektor IAIN Raden Intan Lampung Dilaporkan ke Kejati
Sedangkan untuk bicara pemungutan sumbangan
pembangunan Masjid yang ada di IAIN Raden Intan Lampung kata dia, itu bicara
pimpinan IAIN(Rektor Mukri) yang mengeluarkan kebijakan, serta-merta berubah
status IAIN ke UIN karena telah memenuhi syarat.
“Tinggal momentum berubah harus semua
berubah. Harapannya mindset pemimpin,
pemimpin yang terbuka,”.
Kalo
bicara universitas basisnya terbuka,” tegasnya.
IAIN Raden Intan Lampung dalam kontek
pendidikan Islam, yang lebih berkembang.
Kalo
berbasis Islam, ya harus membuat kemasyalatan umat, dan itu dimulai dari
kampus,” ungkapnya. 
Ia menuturkan, jika Rektorat IAIN Raden Intan
Lampung mempunyai cara tertutup, anti demokrasi, tidak partisipasi, otoriter tidak
melibatkan civitas akademika.
“Itu saya kira berubah
kulitnya(saja),” kata dia.
Yang terpenting kata dia, KI menilai,
kebijakan itu harus terbuka, perpindahan status IAIN menjadi UIN harus terbuka
informasi dari hulu perencanaan.
“Artinya publik bukan masyarakat kampus aja,
masyarakat Lampung dilibatkan,” sarannya.
Prinsip keterbukaan, transparan,
akuntabel(bisa dipertanggungjawabkan) dan partisipasi yang melibatkan
masyarakat, perubahan lebih utama bukan hanya keinginan pimpinan(Rektor IAIN).
Artinya harus terbuka, prosesnya terbuka, bukan hasilnya saja. Konteknya
proses, perencanaaan dan hasil.
“Kami lihat IAIN kurang terbuka,”
ucapnya.
Disinggung apakan transformasi IAIN Raden
Intan menjadi UIN Lampung terburu-buru atau terkesan dipaksakan ?
“Kalo nilai penuhi syarat itu kewenangan itu
Kemenristek Dikti(pusat),”.
“KI merasakan IAIN kurang terbuka,”
ucap dia lagi.
Mantan Ketua KPU Kabupaten Pesawaran ini
mengatakan, keterbukaan, partisipasi misalkan, ada usulan pemerintah akan gelar
pahlawan nasional yang akan diberikan pada seseorang, itu kata dia, harus
melibatkan stakeholder terkait, seperti pejuang yang masih hidup, keluarga
calon pahlawan, masyarakat dan dibawa seminar. 
“Itu pun di IAIN (harus
dilakukan),” contohnya.
Persoalan di di kampus ‘Hijau’ ini kata Dery
muncul karena banyak yang tidak dilibatkan.
“Akhir mendistorsi kinerja,”
tukasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *