Bandar Lampung - Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Lampung, Ahmad Novriwan menekankan pejabat publik atau pejabat publik mensikapi pemberitaan dengan cara profesional.
Jika ada keberatan dengan pemberitaan, maka lembaga publik atau pejabat publik jangan meminta takedown (hapus berita). Karena dianggap bisa membuat citra buruk lembaga tersebut.
Mantan aktivis ini menegaskan,
Tidak boleh menghapus berita. Kecuali kalo ada surat dari Dewan Pers, diuji di Dewan Pers atau putusan pengadilan untuk menghapusnya. Seperti pemberitaan yang membahayakan keamanan negara dan lainnya," kata Novriwan, Kamis (18/1/24).
Pemilik media online lintaslampung.com ini meminta Unila lebih mengedepankan cara profesional dalam menghadapi media.
"Saya mau suport pemberitaan agar Unila lebih sehat (berbenah). Enggak boleh hapus berita, harusnya jelaskan ke media apa masalahnya," paparnya.
Sekretaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Lampung, Senen berpendapat yang sama. Menurutnya, baiknya Unila mengedepankan cara yang lebih profesional dalam menghadapi media saat dikritik.
"Tidak boleh menghapus suatu berita. Kalo keberatan silahkan Unila mengirimkan gak jawab pada media yang telah memberitakan," ucapnya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, mengecam tindakan Universitas Unila (Unila) yang dinilai menghambat informasi publik.
AJI Dorong APH Periksa Rektor Unila
Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu mengaku, mengecam segala bentuk intervensi terhadap karya jurnalistik, termasuk dugaan permintaan penghapusan berita di media online karena diduga yang diminta Rektor Unila Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani melalui utusannya.
"Karena hal tersebut dapat menghambat hak masyarakat untuk mendapatkan informasi," kata Dian, Kamis (18/1/24).
Kata Dian, pihak-pihak yang memiliki keberatan terhadap produk jurnalistik diharapkan menggunakan cara-cara profesional melalui mekanisme Undang-Undang Pers.
"Jika terdapat ketidakakuratan dalam pemberitaan, Unila dapat menggunakan hak jawab sebagai langkah konstruktif," urainya.
Menuritnya, menyoroti penyalahgunaan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya merupakan salah satu fungsi pers sebagai kontrol sosial dalam mengungkap penyalahgunaan kekuasaan.
"AJI bahkan mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk mengambil tindakan atas temuan-temuan pers terkait dugaan nepotisme di Unila," sebutnya.
Kata Dian, kerja jurnalis dilindungi oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, termasuk hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Berdasarkan survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2023, kebebasan pers di Lampung mengalami penurunan bahkan berada pada urutan ketiga terendah secara nasional dengan skor 69,76 atau dalam kategori agak bebas.
"AJI menegaskan kepada semua pihak akan pentingnya menjaga kebebasan pers dan hak publik dalam mendapatkan informasi yang akurat dan transparan," paparnya.(ndi)