JAKARTA — Republik Korea atau Korea Selatan menempatkan Asia Tenggara sebagai epicentrum dari berbagai dinamika yang tengah terjadi di kawasan Indo Pasifik. Karena itulah di arena KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, bulan November lalu, Presiden Korsel Yoon Suk-yeol memperkenalkan kebijakan baru yang disebut Korea-ASEAN Solidarity Initiative (KASI).
Dalam kebijakan baru itu, Korea Selatan memberikan perhatian utama pada promosi kemerdekaan, perdamaian, dan kesejahteraan kawasan Indo-Pasifik yang secara signifikan mengalami peningkatan strategis di tengah persaingan Amerika Serikat dan Republik Rakyat China.
Ketika memperkenalkan KASI di KTT ASEAN, Presiden Yoon mengatakan, dirinya berkomitmen ikut membangun kawasan Indo-Pasifik yang bebas, damai, dan sejahtera melalui solidaritas dan kerjasama dengan ASEAN dan negara-negara besar lainnya.
Elemen kunci dari strategi ini diawali dengan memperkuat tatanan internasional berbasis aturan yang dibangun di atas nilai-nilai universal, yang kemudian diikuti peningkatan tatanan regional yang harmonis di mana negara-negara di kawasan saling menghormati hak dan kepentingan masing-masing, juga mencari keuntungan bersama.
Selain itu, Korea Selatan juga ingin memastikan kerjasama yang kuat dengan negara-negara di kawasan di bidang non-proliferasi nuklir, anti-terorisme, serta keamanan maritim, siber, dan kesehatan. Adapun tiga visi utama KASI adalah kebebasan, perdamaian, dan kemakmuran, yang diperkuat oleh tiga prinsip kerja sama yaitu inklusivitas, kepercayaan, dan timbal balik.
Demikian disampaikan CEO RMOL Network yang juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa mengawali Seminar Internasional bertema “Korea-ASEAN Solidarity Initiatives: Epicentrum Peace and Prosperity the Indo-Pacific” di Auditorium Griya Legita, Universitas Pertamina, Jakarta Selatan, Selasa (20/12).
Dalam sambutannya, Teguh mengatakan, dirinya berharap seminar ini dapat semakin meningkatkan saling pengertian antara masyarakat ASEAN, khususnya masyarakat Indonesia sebagai salah satu negara kunci di kawasan, dengan masyarakat Korea Selatan. Karena itu dia pun berharap, media massa khususnya yang tergabung dengan JMSI ikut mengambil peran dalam mensosialisasikan hal ini.
Hadir dalam seminar internasional itu antara lain Duta Besar Republik Korea untuk ASEAN Kwon Hee-seog, Rektor Universitas Pertamina Prof. IGN Wiratmaja Puja, Dekan Fakultas Komunikasi dan Diplomasi Universitas Pertamina Dr. Dewi Hanggraeni, Ketua Bidang Kerjasama Antar Lembaga JMSI Khalid Zabidi, dan Ketua Bidang Koordinasi Program JMSI Akhiruddin Mahjuddin.
Adapun keynote speech atau catatan kunci disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang karena kegiatan penting lain menitipkan catatannya untuk dibacakan Asisten Deputi Bidang Kerjasama Regional dan Subregional Kemenko Perekonomian Netty Muharni.
Airlangga menjelaskan bahwa kerjasama ASEAN dan Korea Selatan terus mengalami peningkatan. Volume perdagangan ASEAN dan Korsel di tahun 2020 tumbuh 2,5 kali lipat sejak ASEAN-Korea Free Trade Agreement ditandantangani tahun 2007. Ini menempatkan Korsel sebagai mitra dagang terbesar keempat ASEAN.
Di saat yang sama investasi Korsel ke ASEAN pun mengalami pertumbuhan yang berarti sehingga Korea Selatan tercatat sebagai sumber investasi terbesar kelima di kawasan pada tahun 2021.
Di tahun 2030, sambung Airlangga, kawasan Indo-Pasifik diperkirakan akan menghasilkan hampir dua pertiga dari pertumbuhan global. Di masa itu, empat ekonomi terbesar dunia dari sisi daya beli kemungkinan besar berasal dari kawasan ini. Keempatnya adalah China, India, Jepang, dan Indonesia. Beberapa perkiraan juga menunjukkan bahwa pada tahun 2030, Indo-Pasifik dapat menjadi rumah bagi hampir Rp 3,5 miliar kelas menengah.