BANDARLAMPUNG – Jaksa Penuntut Umum (JPU), Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung, Rosman Yusa menuntut terdakwa penipuan Rp17 miliar, Djoko Soedibyo atas perkara penipuan pembayaran pajak dengan pidana kurungan penjara selama empat tahun.
“Menuntut terdakwa pidana penjara selama empat tahun,” katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung, Senin (23/8/2021) seperti dikutip dari Antara.
Dalam perkara tersebut, jaksa menuntut terdakwa Djoko Soedibyo dengan Pasal 378 KUHPidana tentang penipuan.
Penasihat hukum terdakwa, Indra Jaya dalam persidangan mengatakan kepada Ketua Majelis Hakim Hendro Wicaksono, akan mengajukan pembelaan (pledoi) pada pekan depan.
“Kita akan ajukan pledoi untuk membantah apa yang telah dituntut jaksa,” katanya.
Dalam perkara tersebut, ia masih bersikukuh bahwa perkara kliennya adalah masuk dalam perkara perdata. Namun begitu, ia tetap menghormati tuntutan yang dibacakan oleh jaksa.
“Kami tetap menganggap ini adalah perkara perdata. Kita akan masukan pada pledoi Kamis mendatang,” katanya.
Terdakwa Djoko Soedibyo menjalani sidang atas perkara penipuan dengan modus membantu pembayaran pajak terhadap korbannya.
Peristiwa tersebut terjadi pada November 2011 lalu saat saksi Sugiarto Hadi selaku Direktur PT Sumber Urip Sejati Utama (SUSU) mendapat surat panggilan dari penyidik pajak pusat, Jakarta atas penunggakan pajak PPN sebesar Rp34 miliar sejak tahun 2009 hingga 2011 yang dilakukan PT SUSU.
Atas permasalahan pajak, Sugiarto kemudian menghubungi terdakwa untuk meminta tolong menyelesaikan permasalahannya lantaran terdakwa juga merupakan seorang rekan bisnis pupuk di PT SUSU.
Terdakwa kemudian melakukan pertemuan di Jakarta dan saat itu bertemu Rida Handani selaku Kasubdit Pemeriksaan Pajak menjelaskan terkait pajak dan mengatakan kepada Sugiarto agar mengembalikan kerugian negara sesuai dengan faktur pajak.
Mendengar itu, terdakwa kemudian meminta kepada Sugiarto agar menyiapkan uang sebesar Rp13,5 miliar serta uang jasa pengurusan pajak sebesar Rp3,5 miliar.
Kemudian korban membayarkan uang tersebut melalui transfer rekening secara bertahap. Uang yang sudah diterima terdakwa, kemudian hanya dibayarkan pajak untuk tahun 2009 sebesar Rp1.534.604.870, yang seharusnya untuk tahun 2009 sebesar Rp4.209.402.552.
Sebelumnya, sidang dakwaan perkara penipuan dan penggelapan Rp17 miliar milik korban Sugiharto Hadi dengan terdakwa, Djoko Soedibyo digelar di PN Tanjungkarang, Bandar Lampung, Senin (28/6/21).
Di persidangan, Djoko Soedibyo yang mengenakan kemeja batik panjang, bermasker ditemani penasehat hukum dan keluarganya nampak banyak merenung, sesekali ia menatap ke lantai saat mendengarkan dakwaan Jaksa penuntut umum (JPU) Rosman Yusa dan Jaksa Maranita.
Terdakwa Djoko Sudibyo (64) warga Jalan Raden Saleh No. 17 RT.001 RW. 002 Kelurahan Kenari Kecamatan Senen Kota Jakarta Pusat, didakwa JPU Rosman Yusa dan Jaksa Maranita, dengan Pasal 378 KUHP sebagaimana dakwaan pertama dan Pasal 372 KUHP. Terkait kasus penipuan dan penggelapan terhadap saksi korban Sugiarto Hadi yang mengalami kerugian uang sebesar Rp 17 miliar.
Dalam dakwaannya JPU Maranita menjelaskan, jika Djoko Sudibyo berawal pada awal bulan November 2011 saksi korban selaku Direktur PT. Sumber Urip Sejati Utama mendapat surat panggilan dari penyidik Pajak Pusat Jakarta atas dugaan penunggakan pajak PPN sebesar Rp 34 miliar untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 yang dilakukan oleh PT Sumber Urip Sejati Utama.
Atas permasalahan pajak tersebut Sugiarto Hadi langsung menghubungi terdakwa melalui telephone dikarenakan terdakwa merupakan rekan bisnis pupuk PT Sumber Urip Sejati Utama, guna meminta bantuan terdakwa untuk menyelesaikan permasalahan pajak yang sedang dialami.
“Dua hari kemudian korban bertemu dengan terdakwa menceritakan adanya dugaan penunggakan pajak PPN sebesar 34 milyar untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Kemudian datang terdakwa menghampiri Sugiarto untuk meminta uang sebesar Rp 13,5 miliar dan uang jasa pengurusan pajaknya sebesar Rp3.5 miliar,” kata Rosman Yusa.
Lalu saksi Sugiarto mengatakan tidak mempunyai uang sebanyak itu dalam waktu dekat, dan meminta keringanan agar pembayarannya bisa dicicil atau dibayarkan secara bertahap, dan terdakwa menyetujuinya.
Setelah pertemuan tersebut Sugiarto percaya atas apa yang diucapkan oleh terdakwa, kemudian Sugi mulai melakukan pengiriman dan penyerahan uang sejak tanggal 1 Desember 2011 sampai 5 November 2012 dengan dengan Rp 10, 5 miliar dan juga secara tunai dengan Dolar Singapura sebesar Rp 6.5 miliar.
“Bahwa pengiriman dan penyerahan uang tersebut atas permintaan terdakwa ke Sugiarto dengan total uang keseluruhan yang telah saksi korban serahkan ke terdakwa yaitu sebesar Rp 17 miliar,” paparnya.
Ia menuturkan, untuk meyakinkan saksi korban tersebut, terdakwa juga menyerahkan nota dinas yang ditandatangani Rida Handanu kepada Sugiarto pada akhir bulan Januari 2012 di Depan Cafe Starbuck di Jalan Hayam Wuruk Jakarta Pusat.
“Dikarenakan sebelumnya saksi korban Sugiarto telah menyerahkan uang sebesar Rp 6,5 miliar kepada terdakwa,” tutur Jaksa saat membacakan surat dakwaan dihadapan majelis Hakim Hendro Wicaksono dalam sidang yang terbuka untuk umum.
JPU menambahkan terdakwa hanya berhasil mengurus menyelesaikan pajak PT Sumber Urip Sejati Utama, untuk tahun 2009 dengan keluarnya Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor : KEP-51/WPJ.ZB/KP.03/2012 tanggal 14 Maret 2012. Bahwa Rida Handanu selaku Kasubdit Perencanaan Pemeriksaan pada Dirjen Pajak Pusat tidak pernah membuat dan menandatangani Nota Dinas No. ND-15/PJ.04/2011 tanggal 19 Januari 2012 dan juga tidak pernah menyerahkan nota dinas tersebut kepada terdakwa maupun kepada Beny Hutagalung ataupun orang lain.
Bahwa pada 10 November 2016 PPNS Kantor Wilayah DJP Bengkulu Lampung mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan atas tindak pidana perpajakan untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp34 miliar, Kemudian setelah Sugiarto Hadi ditetapkan menjadi tersangka, di pertengahan tahun 2016 saksi korban Sugiarto meminta terdakwa untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, lalu terdakwa bersama dengan Beny Hutagalung dan Hero Indarto datang ke Bandar Lampung guna melobi penyidik Pajak yang memeriksa Sugiarto Hadi.
Saat itu terdakwa bertemu dengan tim Penyidik yaitu Boedi Moeljo dan Ade Ray Abadi tidak menemui titik terang untuk menghentikan penyidikan. Lalu keesokan harinya terdakwa bersama Benny dan Hero akan kembali ke Jakarta dengan diantar Aji Mashuri Husnan ke bandara Raden Intan Lampung. Namun diperjalanan menyempatkan diri untuk mampir ke rumah makan di Branti untuk bertemu dengan Sugiarto, guna menjelaskan tentang nota dinas dari Kasubdit Pemeriksaan Pajak Rids Handanu.
Sebelumnya, Sugiarto Hadi selaku Direktur PT Sumber Urip Sejati Utama pada 2017 dinyatakan bersalah oleh Hakim Tipikor PN Tanjungkarang telah melakukan Tindak Pidana Perpajakan atas penunggakan pajak tahun 2009 sampai dengan 2011 dengan divonis hakim selama enam tahun penjara. Lalu saksi korban percaya menyerahkan uang senilai Rp 17 miliar kepada terdakwa selaku rekan bisnis nya untuk menyelesaikan pajak pada 2019 sampai dengan tahun 2011.
“Namun pada kenyataannya terdakwa hanya membayarkan pajak PT Sumber Urip Sejati Utama, untuk pajak tahun 2019 senilai Rp1.534.604.870,- sedangkan pajak tahun 2010 dan tahun 2011 tidak dibayarkan oleh terdakwa, melainkan dipakai oleh terdakwa untuk kepentingan pribadinya sehingga saksi korban Sugiarto Hadi mengalami kerugian sebesar Rp15.465.395.130,” kata JPU.
Kemudian pada tanggal 14 Januari 2018 Sugiarto hadi di dalam Lapas Way Hui memberikan Surat Kuasa kepada ibu kandungnya yaitu saksi Yeni Setiawati untuk membuat laporan Polisi di Polda Lampung pada 15 Januari 2018 guna melaporkan perbuatan terdakwa atas penipuan dan penggelapan uang Rp 17 miliar kepada terdakwa untuk pelunasan wajib pajak tahun 2019 sampai dengan tahun 2011 dan biaya jasa terdakwa dalam mengurus pembayaran pajak.
Tepisah, usai menjalani sidang perdana tersebut, terdakwa melalui tim Penasehat Hukumnya, Indra Jaya menyatakan akan mengajukan nota eksepsi lantaran keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
“Iya pada sidang senin mendatang, kami akan melakukan keberatan dan akan mengajukan penangguhan penahanan yang dijamin oleh pihak keluarganya yaitu istri dan anak terdakwa,” tutur Indra Jaya saat diwawancarai usai menjalani persidangan.
Diketahui, Djoko Soedibyo warga Jalan Raden Saleh nomor 17. RT 001, RW 002, Kelurahan Kenari, Senen Kota, Jakarta Pusat ini pada akhir tahun 2021 sampai akhir 2012 di Bandar Lampung diduga kuat telah menggelapkan uang milik Sugiharto Hadi, sebesar Rp17 M, kemudian dilaporkan oleh Yeni Setiawati berdasarkan LP/B-71/1/2018 SPKT 15 Januari 2018, Djoko Soedibyo dikenai pasal 378 KUHP atau pasal 372 KUHP. (Red)