Mappilu Metro Soroti APK Pemilu Langgar Perda

APK di pohon

METRO – Kota Metro sebagai Kota Pendidikan telah dicederai dengan prilaku kampanye peserta pemilu yang kurang mendidik. Pasalnya, masih banyak bertebaran Alat Peraga Kampanye (APK) berbentuk poster terpasang menggunakan paku di pepohonan. 

Padahal Pemerintah Kota (Pemkot) Metro dalam Perda Kota Metro No. 5 Tahun 2016 tentang penataan ruang terbuka hijau telah menentukan ketentuan kegunaan serta larangan RTH pada pasal 13, 14, 15, dan 17. Kemudian sanksi administrasi pun dapat dikenakan bagi setiap orang yang melanggar pasal tersebut.
“Fenomena kampanye peserta pemilu di pepohonan ini seperti sudah jadi budaya setiap diselenggarakan pesta demokrasi. Harapan kami, Pemerintah Kota Metro yang menyandang predikat sebagai Kota Pendidikan bisa menjadi pelopor menghilangkan fenomena ini. Jangan malah dianggap sudah biasa karena pemilu,” ungkap Ketua Mappilu PWI Metro Bambang Hermanto, Kamis (28/2/2019).
Karenanya, Mappilu PWI Kota Metro meminta Pemkot melalui OPD terkait bisa segera menegakkan perda Kota Metro No. 5 Tahun 2016 tentang penataan ruang terbuka hijau. Pun bisa memberikan sanksi sesuai ketentuan untuk menimbulkan efek jera.
“Dari pantauan kami, beberapa pohon di Kecamatan Metro Timur sudah menjadi korban kampanye peserta pemilu. Tugas kami kan hanya sekedar memantau dan merekomendasikan, karena itu saya harap OPD terkait dapat segera ambil tindakan,” jelasnya.
Bahkan sebelumnya Mappilu juga menemukan banner Jokowi bertebaran di kawasan pendidikan tepatnya di sebelah SMPN 1 Kota Metro. Namun setelah ditindaklanjuti, partai pengusung tidak mengetahui siapa yang memasang banner tersebut.
 “Kami meminta langsung ke Pemkot Metro karena ini juga berkenaan dengan keindahan kota dan fungsi RTH. Supaya tidak bertindak setelah terjadi, tetapi bisa dipikirkan antisipasinya,” harapnya.
Kepada penyelenggara, lanjut Bambang, diharapkan bisa berinovasi untuk memberikan efek jera kepada peserta pemilu yang tidak berkampanye dengan cerdas. “Misal foto APK di pepohonan itu kemudian posting di media sosial dengan caption, ini lah contoh peserta pemilu yang tidak cerdas dalam berkampanye, jadi bentuknya sanksi sosial supaya malu,” tandasnya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *