PPAT di Lampung Timur Terbitkan Lahan Eks PLP2RP, Ini Alasannya

Lampung Timur – Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Notaris Sukadana, Lampung Timur diduga menerbitkan akte, lahan eks Pusat Latihan Regional Pemuda Pramuka (PLP2RP).

Uniknya diduga notaris itu menerbitkan akte hanya berbekal pasal lima notaris atau Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT).

PPAT Sukadana, Arief Hamidi Budiman berujar, meski mengetahui, lahan eks pelatihan Pramuka milik negara, asalkan ada permohonan masyarakat dengan tanda tangan serta tanggung jawab kepala desa maka PPAT pun tetap menerbitkan akte.

Dari hasil penelusuran, melalui beberapa tokoh masyarakat Desa Rajabasa Lama, Labuhan Ratu, mengurai sejarah di tahun 1980-an, ada permintaan pemerintah atas lahan di wilayah itu seluas 450 hektar, lahan tersebut akan dijadikan transimgran.

Setelah diukur ulang, ternyata luas lahan yang semula 450 hektar, menjadi 580 hektar lebih, pemerintah pusat melalui Provinsi Lampung mendirikan Pusat Latihan Perintis Regional Pemuda/Pramuka (PLP2RP), pada tahun 1985, Wakil Presiden RI Umar Wirahadikusuma Datang dan meresmikan PLP2RP.

Menurut Herwanto salahsatu tokoh masyarakat adat Rajabasa Lama, sejak gahun 2002 semua kegiatan pelatihan Pramuka tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya.

Sejak saat itu, beberapa tokoh dan oknum memanfaatkan situasi saat itu, meskipun tidak ada kegiatan latihan pramuka, pihak pemerintah hingga sekarang belum pernah menyerahkan lahan tersebut kepada masyarakat adat.

Sementara hampir seluruh lahan telah dikuasai pihak-pihak tertentu, terutama lahan yang masuk dalam wilayah Desa Sukadana Timur Kecamatan Sukadana yang luasnya sekitar 96 Hektar.

“Kepala Desa Sukadana Timur saat itu masih Pak Ismu, beserta beberapa masyarakat membuatkan surat akte hobah melalui notaris (PPAT) Sukadana, sedangkan lahan itu masih milik Negara, tentu menjadi polemik dikalangan masyarakat,” ujar Herwanto.

Sementara Mantan Kepala Desa Sukadana Timur, Ismu belum berhasil dikonfirmasi.

Sebelumny, tokoh masyarakat Desa Rajabasa Lama, Labuhan Ratu, Lampung Timur meminta ketegasan pemerintah selaku pengendali lahan eks Transmigran Pramuka.

Lantaran ada kekhawatiran terjadi konplik antarmasyarakat.

Herwanto salahsatu tokoh masyarakat Rajabasa Lama kepada sejumlah awak media, Kamis 19 Maret 2020
mengatakan, hampir rata-rata tokoh masyarakat adat Rajabasa Lama tidak ada yang menguasai lahan mestinya masih milik pemerintah tersebut, namun yang menghawatirkan justru hanya dikuasai oleh oknum-oknum tertentu sacara pribadi.

“Karena itu kami dari masyarakat ini meminta ketegasan pemerintah dalam penguasaan lahan di tanah Pramuka itu, masak bisa dikuasai segelintir orang demi kekayaan peribadi, sementara kami masyarakat adat justru tidak memiliki, karena tak ingin melawan hukum.
Sebaiknya pemerintah segera ambil sikap, sebab sampai saat ini lahan tersebut belum pernah dikembalikan ke masyarakat adat,” tegas Herwanto.

Masyarakat adat mengaku tidak serakah untuk memiliki lahan bekas Transmigran Pramuka itu, namun masyarakat tidak dapat berdiam diri melihat lahan yang pada mulanya miliki adat atau ulayat itu hanya dikuasai orang-orang tertentu demi mengeruk keuntungan.

“Kami bukan mau memaksa agar dapat menguasai lahan itu, tetapi tidak seperti ini, sudah sangat lama kami bersabar, kita khawatir ada konflik antar masyarakat, maka sebaiknya pemerintah bersikap, kuasai lahan seperti dahulu atau kembalikan ke masyarakat adat,” harapnya.

Pernyataan itu juga dikuatkan Junaidi Kepala Desa Rajabasa Lama Labuhan Ratu, ia berujar, sesungguhnya ratusan hektar lahan yang ada itu bermula dari Transmigan Pramuka pada tahun 1972 silam, dan sampai saat ini pihak pemerintah, pusat maupun Provinsi Lampung belum pernah menyerahkan kembali lahan tersebut.

Persoalan lahan bermula dari adanya program pemerintah pada tahun 1971, bernama Transmigran Pramuka.
Mendukung program tersebut masyarakat adat Rajabasa Lama memberikan lahan sekira 450 hektar.
“Pelaksanaan program dimulai pada tahun 1972, namun semua kegiatan terhenti pada tahun 2002,” tambah Herwanto.

“Selanjutnya terjadilah berbagai macam modus, sampai sekarang ini, sehingga lahan itu banyak dikuasai orang lain, karena telah dibuat akte atau surat dari notaris,” tandasnya.(FR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *