Beberapa orang berdiri di lokasi sengketa lahan. Foto ist |
Bandarlampung- Sengketa lahan di Jalan Pangeran Antasari, Kelurahan Kedamaian tepatnya di depan perumahan Villa Citra, Kota Bandarlampung, makin memanas.
Pasalnya, dari pihak Tina yang mengaku memiliki sertifikat tanah kembali akan memagar beton tanah seluas 6.635 meter persegi tersebut. Bahkan, di lokasi terlihat sekelompok orang berbadan tegap dan berambut cepak terlihat bersama pekerja yang akan memasang pagar beton, Senin (14/5).
Di lokasi salah seorang yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, jika pihaknya hanya bekerja dan diperintah oleh Tina untuk memagar tanah dengan beton.
Baca: Mediasi Sengketa Lahan Agus-Tina, BPN Bandarlampung Diduga Berpihak
“Kami ini kerja mas, kami berada di sini ini karena ada kerjaan, pemagaran. Kami bukan mau cari keributan lihat saja, pas kami menggali tadi kan dihentikan disuruh stop kami ikut dan berhenti, kami hanya cari makan,” ujar pria berbadan tegap dan berambut cepak ini di lokasi pemagaran tanah.
Nah, kalau menurut ibu Tina dia adalah pemilik tanah yang sah karena memiliki sertifikat yang dikeluarkan BPN (Badan Pertanahan Nasional). “Dokumen negara yang diakui itu adalah bukti kepemilikan alas hak yang sah. Ya, Kalau pun dari pihak Pak Agus mengaku mereka pemilik tanah ini silahkan, yang jelas saya juga bekerja atas perintah dan saya juga sedikit mengerti masalah ini, kalau dua duanya mengaku pemilik sah, buktikan saja di meja hijau di pengadilan, biar ada kejelasan dan titik terang masalah ini,” ucapnya.
Di lain sisi, Ahli waris tanah seluas 6.660 meter tersebut, Agus Ahmad Baidawi, mengatakan, pihaknya tetap akan mempertahankan apa yang menjadi haknya dari warisan ayahandanya.
“Dari tahun 1953 tanah ini milik Bapak saya makanya fisiknya kami ahli waris menguasainya terus menerus hinggga sampai hari ini dari pihak Ibu Tina ada yang mau coba pagar kita halangilah, karena fisiknya kami kuasai artinya sertifikat punya Bu Tina itu cacat hukum,” ujar Agus Ahmad Baidawi.
Fisik tanah dikuasai pihaknya sejak tahun 1995 dan sekarang ada pihak lain yang ingin kuasai, mana buktinya kepemilikannya. Pada dasarnya kepemilikan tanah itu adanya surat SHM dan pengusaan tanah.
“Sertifikat ibu Tina itu janggal karena Ibu Tina beli dari Pak Ridwan beli sertifikat tahun 1994 kalau dirunut gak ketemu benang merah asal-usul tanah setifikat Bu Tina. Artinya cacat demi hukum,” jekasnya.
“Ini tiba-tiba ada orang yang mau magar tanah kami, saya tetap akan pertahankan hak saya. Sebidang tanah yang telah diwariskak oleh H. Dahlan ayahanda saya, tanah seluas 6.660 meter persegi,” tandasnya.
Menurut dia, alasan Tina mengklaim bahwa tanah tersebut karena memilki duplikat sertifikat tanah. “Hanya bermodal duplikat sertifikat surat tanah tidak bisa untuk mengklaim bahwa itu tanah dia, kalau asli mana surat sertifikat aslinya” ungkapnya.
Senada dikatakan Agus, penasehat hukum (PH) Agus Ahmad Bahdaiwi. Muchzan Zain SH. Lahan yang menjadi hak ahli waris Hi. Dahlan itu yang akan dikuasai oleh pihak lain yang tidak ada asal-usul tanah tersebut. Pihaknya sudah menunggu dan menempati lahan tersebut selama 20 tahun, tidak ada masalah dan tiba-tiba ada Tina yang mengakui tanah itu miliknya.
“Kami sudah cek di BPN (Badan Pertanahan Nasional) sertifikat atas nama Bu Tina yang klaim tanah kami ini tidak ada dan tidak terdaftar. Kalau memang Bu Tina itu ada alas haknya yang sah, kita bertemu di pegadilan dan atas masalah ini, kami akan laporkan ke pihak berwajib,” ujarnya.
Dijelaskannya, lahan seluas 6.600 meter persegi ini, diwariskan H. Dahlan untuk anak-anaknya, salah satunya Agus Ahmad Baidawi. Pada November 2000, tiba-tiba Tina mengklaim lahan mereka. Secara hukum bukti kepemilikan lahannya sah di mata negara karena memiliki SKT. (Red)