Foto ist |
BANDARLAMPUNG – Sejak sekitar tiga tahun silam, pemerintah memulai pembangunan Jalan Tol Tans Sumatera (JTTS). Jalan bebas hambatan yang membentang dari Lampung hingga Aceh Darussalam.
Khusus di Provinsi Lampung, JTTS akan dibangun sepanjang sekitar 250 km dari Bakauheni Lampung Selatan hingga Mesuji, kabupaten yang berbatasan Sumatera Selatan.
Baca: Pejabat Daerah Mengaku Bangun Tol dan Bandara di Lampung Itu Bohong?
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo, dalam setiap kesempatan bertemu masyarakat, selalu membanggakan pembangunan jalan tol sebagai bukti kerjanya selama sekitar tiga tahun memimpin Lampung. Bahkan, proyek bernilai triliuan rupiah itu, menjadi andalan saat kampanye pilgub.
Sepintas tidak ada yang keliru dengan apa yang disampaikan Calon Petahana Gubernur Lampung nomor urut satu itu. Dan, mungkin saja banyak masyarakat Lampung yang percaya dengan apa yang diucapkan Ridho saat berkampanye.
Apalagi, proyek pembangunan jalan itu berlangsung pada saat Ridho menjabat sebagai Gubernur Lampung bersama wakil gubernur Bachtiar Basri.
Padahal, jelas, pembangunan jalan tol di Lampung — bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera– adalah proyek pemerintah pusat yang akan `membelah` Pulau Sumatera dari Lampung hingga Aceh.
Untuk Tol Lampung, pembangunannya dimulai sejak 2015 yang terbagi menjadi sembilan bagian. Seluruh pembangunan tol Lampung dari Bakauheni sampai Mesuji ditargetkan selesai pada 2019.
Pemerintah menugaskan badan usaha milik negara (BUMN) PT Hutama Karya (Persero) sebagai kontraktor proyek tol Lampung. Pembangunannya dimulai dari ruas tol Bakauheni (Lampung Selatan) sampai Terbanggibesar (Lampung Tengah).
Proyek ini mendapatkan pinjaman kredit Rp8,067 triliun dari tujuh bank yakni Bank Mandiri, BNI, BCA, Bank CIMB Niaga, Bank Maybank Indonesia, Bank Permata, dan Bank ICBC Indonesia.
Tetapi, bukankah ada peran pemerintah daerah? Tentu, ada. Terutama daerah yang wilayahnya terkena proyek jalan tol. Peran itu misalnya, dalam proses pembebasan lahan, yang mau tidak mau, harus melibatkan aparatur di daerah, mulai dari provinsi hingga ketua RT.
Namun, bukan berarti mega proyek pembangunan jalan berbayar itu hasil kerja pemerintah daerah, provinisi maupun kabupaten/kota. Karena keterlibatan aparatur pemerintah di daerah merupakan kewajiban untuk menyukseskan proyek pemerintah pusat.
Artinya, siapa pun gubernur dan bupatinya, bahkan siapa pun lurah dan RT-nya, proyek serupa di daerah akan tetap berjalan.
Sebenarnya, gubernur sebagai pemimpin tertinggi di provinsi, memiliki peluang terhadap setiap proyek pemerintah pusat di daerah agar bisa memberikan manfaat besar bagi daerah dan rakyatnya.
Misalnya terhadap proyek pembangunan jalan tol. Pemerintah daerah dapat meminta kepada pemerintah pusat agar ikutberperan dengan menjadi bagian dari pemilik perusahaan pengelola jalan tol.
Dengan demikian, pemerintah daerah akan memperoleh tambahan PAD (pendapatan asli daerah) yang berasal dari pembagian hasil perusahaan pengelola jalan bebas hambatan itu.
Dan, celakanya, hingga kini belum diketahui apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung agar meperoleh manfaat maksimal dari pembangunan jalan tol.
Padahal, pembangunan jalan tol juga memiliki dampak negatif. Misalnya, bisnis masyarakat di sepanjang jalan lintas tengah dan lintas timur, terancam gulung-tikar. Karena konsumen andalan mereka selama ini, nanti tak lagi lewat di kedua jalan lintas Sumatera itu.
Dengan demikian, jika pemerintah daerah hanya bisa `pasrah` terhadap keberadaan proyek jalan tol, maka harus siap untuk tidak mendapatkan manfaat apa-apa kecuali, misalnya, kebanggaan ada jalan bebas hambatan.
Atau, sebatas memberikan kenikmatan pemilik mobil yang tidak perlu lagi bermacet-ria di jalan Bandarjaya, Lampung Tengah.
Tentu, manfaat itu tidak sebanding dengan bisnis rakyat Lampung di sepanjang jalan lintas tengah dan timur Sumatera yang terancam mati.
Paslon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Lampung nomor urut 3, Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim (Nunik) menyatakan, Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dan perubahan status Bandara Raden Intan II Lampung Selatan menjadi bandara internasional adalah hasil pembangunan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Arinal mengatakan, wacana pembangunan JTTS di era kepemimpinan Mantan Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP. Pun dirinya turut mengikuti rapat saat ia menjabat sebagai Asisten Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung.
“Kita datang untuk silaturahmi, ini juga hari terakhir kampanye akbar. Warga Lampung Selatan patut bersyukur dan terimakasih pada Presiden Jokowi karena membangun tol (JTTS). Saya tegaskan Pak Jokowi yang membangun tol,” ujar Mantan Sekdaprov Lampung ini di sela Kampanye Akbar dihadapan ribuan warga di Lapangan Sidomulyo, Lampung Selatan Sabtu 23 Juni 2018.
“Bandara juga (Yang membangun Presiden Jokowi),” timpal Cagub Chusnunia Chalim, wanita yang akrab disapa Nunik ini.
Wali Kota Bandarlampung Herman HN mengatakan jika ada pejabat di Provinsi Lampung yang mengaku-ngaku membangun bandara dan jalan tol, itu adalah sebuah kebohongan besar. Hal itu diungkapkan Herman HN belum lama ini.
Cagub yang diusung PDIP di Pilgub 2018 ini mengatakan, pembangunan bandara dan jalan tol adalah program pemerintah pusat dalam hal ini kebijakan Presiden dengan dikomandoi Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
“Kalau ada yang ngaku-ngaku bangun bandara dan jalan tol, itu bohong. Itu kerjaan Presiden. Jadi kalo ada yang ngaku ngaku, bohong itu,” ujar Herman HN yang secara eksplisit merujuk pada kampanye salah satu bakal calon yang selalu menjual keberhasilannya dalam membangun bandara dan jalan tol yang membelah Provinsi Lampung.
Herman menambahkan, saat dirinya berada di Kementerian Pariwisata, sedih melihat Provinsi Lampung tidak ada satupun objek wisatanya yang dilirik. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya nama objek wisata di lampung dari 12 objek wisata yang dipamerkan Kementerian Pariwisata. Padahal Lampung memiliki objek wisata yang tidak kalah eksotis seperti Tanjung Setia, Pahawang, Kiluan, dan masih banyak lagi.
“Kalau sudah di pusat itu, kita tidak lagi bicara Bandarlampung, kita bicara Lampung. Saya sampai berbohong kepada Kementerian Pariwisata untuk Tanjung Setia. Saya bilang, Pak, tiap hari 200 orang bule datang ke sana. Dalam hati saya biar dia ngecek sendiri ke sana. Masa bodok walaupun saya gak tahu angka pastinya apakah benar apa tidak 200 orang bule itu datang ke Tanjung Setia. Yang penting Lampung bagaimana caranya bisa masuk di antara 12 tempat tujuan pariwisata. Ini bukan mempromosikan karena saya mau nyalon gubernur lhom,” ujar Herman.
Ia menambahkan, untuk membangkitkan gairah ekonomi masyarakat di Lampung, berada di tangan para pengusaha dan pemerintah. Ia meminta pengusaha untuk bantu petani, bantu perkebunan. Kalau hasilnya para petani banyak, pasti secara otomaris daya beli akan naik.
“Yang akan menghidupkan ekonomi ini adalah tugas pengusaha. Pemerintah hanya menciptakan regulasi seperti mempermudah ijin, jalan kita baguskan, keamanan terjamin. Saya yakin akan banyak investasi-investasi yang akan masuk. Sehingga perekonomian tumbuh,” ungkapnya.