Way Kanan – Warga Desa Way Limau, Negeri Agung, Way Kanan, Lampung.
mengeluhkan aksi dugaan pungutan liar (Pungli) pembuatan sertifikat gratis atau program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang dikenal Prona.
Diduga besaran dugaan Pungli oleh oknum kepala desa, Sahrirodin sebesar Rp 750.000 per sertifikat.
Menurut informasi, salah satu warga telah melaporkaan hal ini ke Kepolisian Daerah Polda Lampung dengan nomor STPL / 38 / VIII / 2019 / DUMAS TGL 21 Agustus 2019.
“Hari ini saya mewakili beberapa masyarakat yang merasa keberatan atas permintaan sejumlah uang yang diduga dilakukan oleh kepala desa kami desa Way Limau, bahkan pada tanggal 23 April 2019 Kades ini meminta tambahan uang Rp.50.000 kepada saya, dan saya tidak mau memberikan lantas tengah malam dia mendatangi saya bersama beberapa teman ‐ temannya kerumah saya dengan cara menggedor pintu rumah dan mengancam bahwa rumah dan kebun kamu akan saya bakar, saya pun sudah mencoba melaporkan hal ini ke pihak Polres Way Kanan namun hingga hari ini belum ada tindaklanjut makanya saya laporkan hal ini langsung ke Polda,” ujar Eko Prasta Wijaya, Senin 2 September 2019 melalui siaran pers.
Dugaan pungli tersebut sudah berjalan sejak tahun 2019. Hingga sekarang diperkirakan sudah ada ratusan warga yang terkena dugaan Pungli untuk menebus sertifikat prona.
Ia menuturkan, besaran biaya pembuatan sertifikat prona per sertifikat diminta sebesar Rp.750.000.00 Dugaan pungli tersebut mencuat di masyarakat, karena semula warga tidak mengetahui ada program prona yang menyatakan pembuatan sertifikat itu gratis.
“Warga baru mengetahui program Prona itu saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kunjungan kerja ke sejumlah tempat dan kami menonton di televisi waktu itu. Jokowi secara simbolis selalu membagikan bantuan sertifikat tanah gratis kepada ribuan warga. Dari situlah, akhirnya warga baru mengetahui bahwa pembuatan prona tersebut gratis tidak ada pungutan,” kata Eko.
Meski begitu, warga sudah telanjur menyetorkan sejumlah uang ke oknum kepala Desa. Tetapi sampai sekarang sertifikat prona masih ada juga yang belum diterima.
Menurutnya, warga sudah pernah menanyakan terkait dugaan pungli ke oknum desa. Namun tidak pernah mendapatkan jawaban pasti dari oknum Desa.
“Warga sudah menyampaikan ke BPN, namun BPN pun tidak memberikan jawaban yang pasti katanya.
Dengan aksi dugaan pungli itu, pihaknya merasa dirugikan. Oleh karena itu, warga telah akan melaporkan kasus tersebut ke Polda Lampung tentang pungli Prona serta pengancaman dan kejaksaan Tinggi Lampung terkait dana Program Pengembangan Usha Agribisnis Pedesaan BLM (PUAP) 2009 -2019 dengan harapan bisa diusut tuntas secara hukum.
“Kami merasa ditipu, jelas sekali ini merugikan kami. Untuk itu, kami akan membawa kasus ini ke jalur hukum agar kasusnya diusut sampai tuntas,” tukasnya.
Dugaan dana BLM PUAP pada tahun 2009 sebesar Rp 100 juta ke Kejaksaan Tinggi Lampung dengan nomor : SE-006/J.A/05/2019 tanggal 2 – September – 2019, yang diduga dana tersebut tidak terealisasi yang sejatinya dana itu diberikan untuk kelompok Gapoktan Way Limau.
“Kami pun menduga bahwa hal ini tetap terjadi dari tahun 2009 – 2019. Semua bukti kwitansi juga sudah kami serahkan sebagai bukti laporan awal kami di Kejaksaan Tinggi,” ungkapnya.
Ia pun sudah memberikan kuasa kepada lembaga DPD Gerakan Pembangunan Anti Korupsi (GEPAK) Provinsi Lampung.
“Kami sebagai Lembaga yang diberi kuasa oleh masyarakat untuk mengawal kasus ini akan berupaya untuk bisa mengawal proses laporan dugaan pungli prona dan BLM PUAP sampai tuntas, dan berharap pihak berwajib bisa benar – benar bekerja demi tegaknya supremasi hukum kami berharap tidak ada lagi prang atau masyrakat yang meras dirinya kebal hukum,dan melakukan perbuatan melanggar hukum, yang dapat merugikan masyarakat banyak,” ucap koordinator DPD GEPAK Lampung, Icha Novita.
Sementara Kades Way Limau, Sahrirodin belum berhasil dikonfirmasi.(Red)