Kepala SD di Lampung Sebut Juknis Bos Tidak Manusiawi

Bandar Lampung – Nasib guru honorer memilukan, karena tak kunjung mendapatkan kesejahteraan.

Namun tanda-tanda kesejahteraan tampaknya hanya bisa sedikit dinikmati oleh guru berstatus PNS, namun tidak sama sekali bagi guru honorer.

Gaji guru honorer sekolah atau guru tidak tetap (GTT) ini yang sangat memprihatinkan. Beragam cerita miris seringkali terdengar dari mereka yang dibuat ‘pasrah’ dengan kebijakan pemerintah pusat.

Mulai dari pemberian honor dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mengacu pada Permendikbud Nomor. 8 tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis  BOS. Mereka digaji hanya 15 persen dari dana BOS.

Sementara dana BOS ini bergantung pada jumlah murid, rata-rata mereka digaji di bawah satu juta. Bahkan jika guru honorer SD dengan murid yang sedikit di sekolah memperoleh gaji di kisaran Rp 150-200 ribu.

Kepala SD 1 Ketapang, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung, Roplin Zakaria mengaku, polemik BOS ini masalah nasional, kendati demikian kata dia, baiknya pemerintah pusat jika membuat regulasi agar lebih bijak.
“Saya bingung dengan kebijakan ini,” kata dia, Jumat, 2 Agustus 2019.

Ia menambahkan, padahal 20 persen lebih anggaran pusat untuk bidang pendidikan.
“Kemana uang itu? Kenapa enggak buat murid. Mungkin mereka (pusat) berfikir jika dinaikkan dana BOS, akan memecahkan masalah namun akan timbulkan masalah baru. Jika diterapkan akan timbulkan masalah baru. Orang akan berebut masuk sekolah yang banyak PNS-nya,” ucapnya.

Roplin menceritakan, jika di satu SD dengan murid 200 orang, persatu tahun Rp 800 ribu, artinya satu tahun Rp 160 juta, dibagi per triwulan, Rp 40 juta, 15 persennya Rp 6 juta, kemudian dibagi 10 orang guru honorer jika di SD itu ada 10 guru honor.
“Berarti Rp 600 ribu, dan dibagi per triwulan sama dengan gaji guru honor Rp 200 ribu/bulan. Saya kira ini tidak manusiawi,” ucap dia.

Dia membandingkan, gaji guru honor kalah jauh dengan gaji kuli bangunan yang bisa memperoleh upah Rp 80 ribu/hari atau Rp 2,4 juta/bulan.

“Sementara beban guru honorer tinggi seperti PNS, dari jam masuk, tanggungjawab, waktu dan lainnya,” kata dia.

Ia menambahkan, ada baiknya pemerintah pusat mengkaji kembali regulasi Juknis BOS Nomor 8 tahun 2017.

“Coba jangan dibatasi tergantung dari sekolah itu. Sesuaikan keadaan sekolah, contoh. Kita gaji guru Rp 750 ribu atau Rp 600 ribu. Atau Rp 1 juta sesuai. Jangan ini terikat Juknis,” sarannya.

Menurutnya, untuk pedoman alokasi BOS kejujuran, transparan dan akuntabel.
“Yang penting ada pertanggungjawaban. Ada enggak buktinya. Tanya sama guru, (pertanggungjawaban),” tambahnya.

Roplin mengaku sempat menyampaikan polemik BOS ini pada Pemkot Bandar Lampung. Namun Pemkot tidak memiliki kewenangan.

“Ini regulasi pusat. Ini kan kebijakan Menteri apalagi Jokowi (Presiden). Makanya kalo ada kesempatan saya mau ngomong sama Menteri atau Jokowi,” ujarnya.

Saat ini kata dia, jika diasumsikan ada sekitar 60 persen guru honorer yang di Bandar Lampung. Untuk guru honor tingkat SD sekarang ini di Bandar Lampung jumlahnya sekitar 3500 guru. Untuk tingkat TK-SMP sekitar 8000-an guru.
“Kita tahu dari PGHM. Bantuan guru honor dari Wali Kota (Herman HN) sebesar Rp 200 ribu sebulan. Dibayar tiap enam bulan sekali. Ini harusnya dari pemerintah pusat, paham dengan keadaan ini,” kata Ketua RKP Bandar Lampung.

Pengurus Koperasi Betik Gawi (Koperasi PNS Bandar Lampung) ini mengatakan untuk jumlah guru PNS SDN di Bandar Lampung ada 1886 orang.

“Untuk di SDN 1 Ketapang, ada 15 guru, guru PNS 5, honorer 10,” kata dia.

Soal solusi Juknis pemberian honor dari dana BOS yang mengacu pada Permendikbud Nomor. 8 tahun 2017 kata dia, ada tiga saran untuk memecahkan polemik dana BOS yang membuat guru honor sengsara.  Pertama, pemerintah pusat harus mengangkat guru honorer jadi PNS karena mereka mengabdi belasan tahun, ketimbang mengangkat PNS baru.

“Untuk mengadaptasi tidak mudah. Berbulan-bulan beradaptasi tidak mudah,” kata dia.
Kedua boleh menaikkan besaran dana BOS, kemudian membuat regulasi Juknis BOS ditinjau ulang.
“Jangan dibatasi 15 persen.

Dewi (bukan nama sebenarnya) salah satu guru honor di SD 1 Ketapang, mengaku telah 13 tahun mengabdi menjadi guru honor dan belum terdaftar di K2.

“Sekarang gaji saya Rp 850 ribu/bulan. Sepengatahuan saya guru honor yang baru digaji Rp 400 ribu/bulan,” kata dia.

Besaran gaji itu kata dia, karena kebijakan Kepsek.

“Mungkin bukan hanya di SD kami saja. Kalo digaji sebulan Rp 150-200 ribu (Sesuai Juknis Kemendikbud) kan enggak manusiawi,” kata dia.

Wanita berjilbab ini mengaku, masih bertahan menjadi guru honor di SDN dengan gaji yang tidak layak karena ingin mengabdi menjadi guru, mencintai profesi guru dan berharap nantinya menjadi PNS.

“Loyalitas sama murid SD. Karena sudah lama mengabdi,” ucapnya.

Sembari menyeka air mata yang hampir menitik, ia berharap, agar diangkat PNS terlebih umurnya sudah 38 tahun.

“Sedih masuk K2 enggak. Harapan masih ada, kalo saya putus harapan. Saya enggak kuliah lagi. Kalo harapan saya dari hati kecil PNS. Ya kalo enggak bisa ya (honorer) disejahterakan,” kata dia.

Mendikbud Larang Pemda Angkat Honorer

Belum lagi Kemendikbud melarang sekolah dan pemerintah daerah (Pemda) membuka pengadaan guru honorer pada medio September 2018 lalu.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan instruksi bahwa keberadaan guru honorer di masa depan sudah tidak diperbolehkan lagi.

Dengan instruksi ini, maka status guru nanti hanyalah guru berstatus PNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Selama ini sekolah mengangkat guru honorer untuk menutupi kekurangan guru PNS yang belum terdistribusi dengan baik.

Sikap Herman HN

Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN mensikapi kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy soal penangkatan guru honorer di daerah.

Orang nomor satu di Bandar Lampung ini mengatakan, pemerintah pusat harus survey terlebih dahulu di beberapa daerah, sebelum mengintruksikan keberadaan guru honorer yang di masa depan tidak diperbolehkan lagi. Alasannya kata dia, selama ini sekolah mengangkat guru honorer untuk menutupi kekurangan guru PNS yang belum terdistribusi dengan baik.

“Terkait Menteri Pendidikan (Muhadjir Effendy) yang melarang Pemerintah Daerah merekrut tenaga honorer untuk jadi guru ini. Kalau kekurangan guru bagaimana?. Makanya harus liat di daerah. Kalau guru pensiun masa enggak langsung diganti,” kata Herman, Jumat  2 Juni 2019.

Menurutnya, tugas dari seorang pemimpin, khususnya di Kota Bandar Lampung ini mencerdaskan kehidupan anak  anak bangsa. Dalam hal ini memenuhi tenaga guru di setiap sekolah, sehingga tidak kekurangan dan proses belajar mengajar berjalan dengan baik.

“Ini kan kurang terus gurunya, kalau pusat melarang ini melarang itu. Ya bagaimana?. Kita kan ingin mencerdaskan anak bangsa ini. Kalau gurunya kurang bagaimana anak bisa cerdas,” ujar Mantan Karo Keuangan Pemprov Lampung ini.

Sehingga kata Herman HN penangkaran guru bisa berjalan sesuai prosedur peraturan dengan berjalannya waktu guru mengajar. Pasalnya banyak guru honorer juga yang berpotensi mengajar dengan baik. Sekolah ucap Herman HN tidak serta merta merekrut guru honoree, namun bagaimana kebutuhan tenaga pengajar di sekolah dan keilmuan guru tersebut.

“Agar anak anak bisa cerdas semua, bisa baik semua. Kita dari tahun ke tahun, membuat anak lebih cerdas dan lebih baik,” pungkasnya.(Ndi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *