Bandarlampung – Sejumlah oknum hakim di Pengadilan Negeri (PN) Menggala, Tulang Bawang, Lampung dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Rabu 2 Januari 2019 lalu.
Mereka dilaporkan karena diduga memeras. Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD), Gindha Ansori Wayka menilai kasus tersebut bukanlah hal baru.
“Dalam mencermati dugaan permintaan sejumlah uang bagi yang berperkara di pengadilan oleh (oknum) hakim ini bukan hal yang baru,” ungkap Ansori, Selasa, 23 Juli 2019.
“Proses transaksional atas hukum itu nyata adanya, akan tetapi tergantung hakimmnya. Mau atau tidak meminta sejumlah uang kepada para pihak,” tambahnya.
Pengacara muda ini mengungkapkan perilaku oknum hakim memeras yang diduga memeras ini mencoreng lembaga penegakan hukum.
“Dan idealnya orang yang model hakim-hakim ini tidak ada di lembaga penegak hukum karena perilakunya diduga sama dengan pelaku-pelaku pungli di jalanan,” paparnya.
Selaku akademi dan praktisi hukum, Ansori mengaku kecewa dan sangat prihatin, karena mereka (hakim) sudah digaji negara dengan gaji yang relatif besar, tapi diduga masih saja sering memeras untuk pihak yang berperkara jika mau dimenangkan.
“Jika tidak minimal putusannya di Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) dimana perkara dianggap tidak diterima,” ungkapnya.
Oleh karenanya kata dia, untuk gerakan bersih-bersih lembaga peradilan, maka perlu dukung rekan-rekan yang melaporkan hal tersebut dan KPK serta Komisi Yudisial (KY) untuk menindak dan memberhentikan mereka (hakim) jika terbukti melakukan pemerasan untuk sebuah keputusan hukum.
“Sebagaimana adagium hukum bahwa perilaku penegak hukum yang menerima sesuatu imbalan untuk menegakkan keadilan akan mengarah ke tindakan pemerasan bukan hadiah (accipere quid ut justutiam focias non est team accipere quam exiorquere),” ujarnya.
Sejumlah Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak Rabu 2 Januari 2019 lalu.
Laporan terkait ke KPK terkait dugaan melakukan pemerasan dan pelanggaran kode etik perilaku Hakim.
Laporkan ke KPK terdata dengan Nomor Informasi: 100B20 itu. Sementara laporan ke Komisi Yudisial RI, pada 15 November 2018 tahun lalu, dengan Nomor Register: 1373/X/2018.
Laporan itu disampaikan, Kuasa Hukum Penggugat, Irfan Rinaldi, SH, yang menangani perkara gugatan lahan Kampus STAI Tulang Bawang. Irfan membenarkan adanya pelaporan sejumlah Hakim PN Menggala ke Lembaga Anti Rasuah dan Komisi Yudisial RI, terkait dugaan melakukan pemerasan dan perkara gugatan sengketa lahan melawan pihak Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Tulang Bawang.
“Para Hakim tersebut telah dilaporkan, karena berulang kali memanggil keruangan Majelis dan meminta uang sebesar Rp1,5 miliar dibayar tunai, apabila perkara Nomor 27 Pdt PN Menggala itu ingin dimenangkan, sebelum perkara itu diputuskan,” terang Irfan seperti dilansir Sinarlampung.com.
Namun, dikarenakan pihak ahli waris Almarhum Samudji selaku penggugat tidak dapat memenuhi permintaan dari Majelis Hakim tersebut, akhirnya perkara diputus NO (Niet Ontvankelijke Verklaard, red) atau gugatan tidak diterima.
“Bukti rekaman pembicaraan dengan para Majelis Hakim PN Menggala sudah kita serahkan ke KPK dan Komisi Yudisial RI, juga para saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut,” jelasnya.
Sementara, para ahli waris Samudji (alm) merasa keberatan dan merasa dirugikan dengan prilaku Hakim PN Menggala dalam menangani perkaranya.
“Sebagai rakyat kecil kami merasa sangat dirugikan oleh para Hakim di PN Menggala,” katanya.
“Kami hanya memperjuangkan hak yang dirampas dan dibangun untuk Universitas STAI Tulang Bawang. Maka kami berharap keadilan yang benar dan seadil-adilnya, karena tanah tersebut memang bersertifikat hak milik dan tercatat di ATR/BPN,” tandas ahli waris.
Sementara belum ada keterangan resmi dari Pengadilan Negeri Menggala, terkait laporan tersebut. Para hakim yang dihubungi di Gedung Pengadilan Menggala, sedang tidak di tempat.
“Para hakim sedang tidak ditempat. Bapak boleh buat janji dengan kepala Pengadilan, atau dengan Humas Pengadilan,” kata staf Informasi Kantor PN menggala. (Red)