Penggusuran Pasar Griya Sukarame, Elemen: Pemkot Bandarlampung Sewenang-wenang

Warga diamankan Pol PP karena menghalangi proses Penggusuran

Bandarlampung-  Jum’at, 20 Juli 2018, puluhan masyarakat di sekitar Pasar Griya, Sukarame bersama Komite Tolak Penggusuran (KTP) yang terdiri dari FSBKU-KSN, LMND, SMI, GMNI dan LBH Bandar Lampung, sudah mulai memblokade Jalan Pulau Sebesi, Sukarame, Bandar Lampung, tepat di belakang kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung.
Baca: DPD RI Sesalkan Penggusuran Pasar Griya Sukarame

Hal tersebut dilakukan bukanlah bertujuan untuk memiliki ataupun menguasai lahan pasar tersebut. Namun dalam proses alih fungsi lahan tersebut menjadi Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Pemerintah Kota Bandar Lampung sama sekali belum pernah bertatap muka untuk melakukan musyawarah ataupun sosialiasi secara langsung kepada warga. Untuk mengklarifikasi hal tersebut Komite Tolak Penggusuran (KTP) telah melakukan berbagai upaya, permohonan audiensi hingga aksi massa di Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung, namun sama sekali tidak diindahkan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung. Untuk saat ini keinginan dari masyarakat Pasar Griya adalah untuk mendapatkan solusi yang terbaik, kepastian mengenai upaya pengusiran serta jaminan penghidupan yang layak bagi mereka.

“Kami selaku Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Lampung menilai, proses alih fungsi lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung tersebut merupakan bentuk penggusuran sewenang-wenang, berdasarkan kehendak Pemerintah Kota sepihak, penggusuran yang merampas ruang penghidupan masyarakat yang  merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjadi hak dasar bagi setiap warga negara salah satunya adalah hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Karena sejatinya jaminan untuk mendapatkan ruang penghidupan yang layak telah tertuang dalam UUD 1945,” ungkap Kristina Tina Ayu dalam pesan tertulis yang diterima Suryaandalas.com, Sabtu 21 Juli 2018.

Ia memaparkan, atas kenyataan tersebutlah Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah pemerintahan yang tidak patuh terhadap konstitusi serta anti terhadap rakyat miskin, anti kritik dan anti demokrasi. Pemerintah Kota Bandar Lampung seharusnya mampu menjalankan fungsinya untuk memberdayakan rakyat miskin.

Ironinya, masyarakat Pasar Griya bersama organisasi buruh dan organisasi mahasiswa yang salah satunya adalah EW-LMND Lampung, ternyata berbuah tindakan represifitas yang dilakukan oleh Sat. Pol. PP yang bertugas untuk melancarkan proses penggusuran, yang kemudian menimbulkan banyak korban luka-luka, memar dan pingsan.

“Salah satu korbannya adalah kawan Haikal Rasyid Kader LMND UIN RIL yang menderita patah kaki karena mempertahankan hak masyarakat,” paparnya.

Maka dari itu Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW-LMND) Lampung, menyatakan sikap :

1. Menolak alih fungsi lahan Pasar Griya menjadi Kejaksaan Negeri Bandarlampung.

2. Menuntut mengembalikan fungsi Pasar Griya dan memberikan hak tempat tinggal kepada masyarakat pasar

3. Mengecam perilaku Pemkot Bandar Lampung yang menutup diri untuk bermediasi hal ini mewujudkan sikap anti demokrasi dan anti rakyat miskin

4. Mengecam tindakan pengusiran/penggusuran paksa hingga berujung kekerasan dan keberutalan satpol PP Kota Bandar Lampung yang menyebabkan warga dan mahasiswa luka-luka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *