Joko Santoso. Foto ist |
Bandar Lampung- Kepedulian pemerintah kepada Program Keluarga Harapan (PKH) memang diwujudkan.
Hal ini terlihat rencana naiknya anggaran PKH tahun 2019 di Kementrian Sosial (Kemensos) untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Sebab, pemerintah pusat akan menganggarkan dana sebesar Rp31 triliun. Nilai tersebut meningkat tajam hingga Rp14 triliun dari jumlah anggaran 2018 mencapai Rp17 triliun.
Kendati demikian, menurut, Sekretaris Komisi II DPRD Lampung Joko Santoso, pemerintah juga tentu harus memperdulikan kesejahteraan para pendamping PKH.
“Pendamping ini mentor, kepada KPM agar anak dari KPM harus sekolah dan ibu hamil dan balita harus mengikuti posyandu unyuk tambahan gizi,” kata dia.
Bahkan Joko mengaku banyak yang tak tahu. Pendamping ini juga bukan fokus memberikan bantuan saja. Namun ujung tombak pemutus rantai kemiskinan.
“Apalagi, Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami titik terendah dalam persentase kemiskinan sejak 1999, yakni sebesar 9,82% pada Maret 2018,” kata politisi PAN ini, Senin (5/11/2018).
Tak hanya balita dan pendidikan, mantan aktivis alam Direktur Watala bahkan menyebutkan tugas pendamping juga mengurus lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas. “Jadi tak gampang ia (pendamping). Karena mengurus dari balita sampai tua,” terangnya.
Ia pun prihatin bahwa para pekerja sosial yang berkerja menyalurkan dan melakukan berbagai kegiatan sosial dan membantu sesama melalui program PkH, sementara yang bersangkutan hidupnya minim. “Ini pekerja sosial bukan bekerja di balik meja, tapi di lapangan. Bahkan sehari-hari berkerja uang bisa habis untuk transportasi saja. Karena jarak kerja tempuh yang jauh,” kata Joko.
Untuk itu ia mendorong agar pendamping PKH ini berada dibawah kendali Presiden. Apalagi kinerjanya adalah ujung tombak memutus rantai kemiskinan dan memberikan kesejahtraan masyarakat.
“Harapanya lebih baik tidak di kendali Kementrian. Anggaran yang begitu besar lebih baik di Presiden,” pungkasnya.
Apalagi pembangunan itu bukan hanya fisik, melainkan juga non fisik yang menjadi tugas mereka agar KPM dapat mandiri. “Saya berharap pemerintah pusat agar memperhatikan pejuang-pejuang PKH agar dapat juga mendapatkan Nomor Induk Pegawai (NIP) karena militansi dapat memutus rantai kemisikinan,” tutup dia.