Senator Lampung Sebut Pegawai KA Layaknya Karyawan Perusahaan, Ini Penjelasannya

Andi Surya memberikan sambutan. Foto ist

Bandarlampung- Senator Lampung, Andi Surya, mengunjungi Desa Haduyang Kecamatan Natar, Lampung Selatan.

Ia bertemu dengan ratusan warga yang bertempat tinggal di pinggiran rel kereta api. Dirinya didampingi Pengacara Rakyat yang juga mantan Direktur LBH Bandarlampung, Wahrul Fauzi Silalahi.

Dalam temu warga tersebut, Andi Surya menyatakan, seiring perkembangan zaman, di awal kemerdekaan RI, perusahaan kereta api Belanda Staats Spoorwegen (SS) yang berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) masih memiliki kekuatan dengan status sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yang tunduk pada Undang-undang Aparat Sipil Negara (UU ASN), namun ketika berubah bentuk menjadi Perumka dan selanjutnya PT. Kereta Api Indonesia (KAI) kini.

“Maka status itu turun derajat menjadi pegawai biasa layaknya karyawan perusahaan swasta lainnya yang tunduk pada Undang-undang Ketenagakerjaan,” ujarnya Sabtu (10/11/2018).

Mantan Anggota DPRD Lampung ini menambahkan,dengan perubahan status tersebut, karyawan PT. KAI hanya bertugas mengoperasional kereta api, bukan mengurusi lahan bantaran rel KA.

“Urusan lahan merupakan bagian dari pekerjaan Kementerian ATR/BPN,” d.

Oleh karenanya kata Andi, jika ada oknum-oknum karyawan PT. KAI yang keliling dari rumah ke rumah penduduk bantaran rel KA mengukur-ukur dan mematok lahan, menyodor-nyodorkan surat sewa menyewa lahan, itu merupakan tindakan ilegal.

“Karena selain menyalahi tugas pokoknya, lahan bantaran kereta api merupakan lahan negara bebas yang bisa dimiliki siapa saja sesuai Undang-undang Pokok Agraria No. 5/1960,” ucap Andi Surya di hadapan warga.

Wahrul Fauzi Silalahi pengacara yang getol mengadvokasi hak-hak masyarakat memberi penguatan, bahwa tidak pada tempatnya PT. KAI sebagai BUMN mempersulit warga yang ingin mensertifikasi lahannya di bantaran rel KA.

“Karena Undang-undang Perkeretaapian No 23/2007 yang diperkuat Peraturan Pemerintah No. 56/2009 secara jelas menyatakan lahan milik kereta api enam meter kiri dan kanan rel, dengan demikian secara defacto lahan-lahan bantaran rel tersebut milik rakyat bukan milik PT. KAI, atas dasar ini kami akan terus membantu agar rakyat mendapatkan hak-hak agrarianya,” sebut Wahrul.

Sementara itu, Ketua Forum Bersatu Masyarakat Kecamatan Natar, Dedi, menyatakan, pihaknya terganggu dengan kegiatan oknum karyawan PT. KAI yang mengusik lahan warga hinga mencapai lebih dari 100 meter dari rel KA.

“Kami akan melawan jika oknum-oknum itu berani melakukan tindakan mematok atau mengukur-ukur lahan kami,” ujar Dedi dengan tegas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *