Oleh :
DR. Drs. SAMSUDIN, S.H., M.H., M.Pd
(Pj Gubernur Lampung)
PERAN pers sebagai pilar demokrasi keempat terbukti mampu menciptakan iklim politik yang sejuk. Juga, turut mengontrol kebijakan penyelenggara negara dan daerah.
Seperti dalam gelaran pemilihan umum presiden dan legislatif pada tahun ini, pers sukses mengawal gelaran demokrasi di Indonesia. Negara kita yang dikenal sebagai pemilihan umum terumit di dunia.
Pers yang sehat dan bermartabat berperan besar dalam mendorong partisipasi masyarakat dan menjaga kondisi bangsa dalam keadaan kondusif. Peran pers dalam pemerintahan sangat besar, baik dalam mewartakan agenda pemerintah ataupun memberikan kritik kebijakan pemerintah.
Bisa dibayangkan bagaimana jika pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan memiliki segudang prestasi dan agenda namun tidak tersiar oleh pers? Atau sebaliknya, bagaimana jika suatu negara dengan segudang sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni namun di negara ini selalu diwartakan tak aman? Diwartakan dengan masif investasi di negara ini bakal merugi dan selalu merugi?
Sejatinya setiap perusahaan media memiliki akal dan pikiran yang menjadikannya bisa beropini. Hal tersebut memungkinkan setiap perusahaan media memiliki opini, perspektif yang berbeda-beda. Ada banyak cara menggiring opini publik yang bisa dilakukan, seperti berkomunikasi secara persuasif, hingga dengan menyematkan data.
Menggiring opini publik dengan menggunakan media dan dibantu media sosial merupakan salah satu cara yang cukup efektif dan efisien. Hal ini karena media dan media sosial merupakan platform yang memiliki komponen sosial dan merupakan media komunikasi publik. Dengan mudahnya komunikasi publik ini menjadikan penyebaran informasi juga menjadi jauh lebih mudah.
Sederhananya baik dan buruknya negara kita ada peran pers yang bisa menyebarkan informasi, maka bijaklah pers dalam menulis, mewartakan dengan niat membagun informasi untuk kemaslahatan masyarakat banyak, menciptakan iklim politik yang sejuk, memberikan rasa aman pada masyarakat, dan lainnya sebagai bentuk kontribusi pembangunan pada negara.
“Pembaruan dan kemajuan, tidak akan ada tanpa kritik,” itulah sepenggal kalimat yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta (1966-1977) Ali Sadikin.
Ali Sadikin dengan keberanian, ketegasan dan inovasi tidak hanya menjadi pemimpin pemerintahan Jakarta.
Ali Sadikin sangat memuliakan kritik publik, baik dari rakyat melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) melalui surat pembaca di koran dan majalah maupun melalui tulisan para jurnalis dalam berita dan opini.
Ali Sadikin tidak alergi terhadap kritik. Ia berkata, “Jangan menjadi pejabat jika tidak mau dikritik.” Ia berkali-kali menegaskan keberadaannya sebagai pejabat publik yang terbuka terhadap kritik.
Maka tak bisa dipungkiri fungsi pers sangat tepat dijadikan pilar keempat demokrasi yang patut diapresiasi, karena dengan tulisan kritik pedas atau kritik biasa bahkan kejadian yang nyata bukan suatu kritik bisa mempengaruhi fikiran, dengan fikiran bisa mempengaruhi suatu kebijakan. (*)