Pringsewu – Ketua LSM Gerakan Anti Korupsi Indonesia (Gakin) Lampung, Bambang Yudistira meminta Pj Bupati Pringsewu, Marindo Kurniawan untuk mengevaluasi pejabat teras Disdikbud Pringsewu.
Pasalnya, Disdikbud Pringsewu ditengarai menjadi “langgangan” temuan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK RI) yang mencapai puluhan juta bahkan ratusan juta tiap tahun.
Catatan LHP BPK RI diduga adanya kelalaian pejabat teras Disdikbud Pringsewu dalam melakukan pengawasan pada berbagai kegiatan.
“Saya minta Pj Bupati Pringsewu evaluasi pejabat teras Disdikbud Pringsewu dan jajarannya. Agar tidak ada lagi kelebihan bayar dan bijak dalam mengelola keuangan rakyat,” ujar dia, Rabu (4/9).
Untuk itu Yudistira meminta pejabat teras Disdikbud Pringsewu baik kepala dinas, Kabid, Kasi, PPK dan lainnya lebih cermat dalam melakukan pengawasan kegiatan di instansi tersebut.
“Saya minta lebih teliti dalam melakukan pengawasan anggaran. Agar tidak ada lagi temuan BPK RI,” ujar Yudistira.
Yudistira pun mengajak semua pihak memonitor kegiatan di Disdikbud Pringsewu untuk dunia pendidikan di kabupaten tersebut lebih baik.
“Mari sama-sama kita kawal kegiatan Disdikbud Pringsewu. Bagaimanapun itu uang rakyat,” ucap dia.
Diketahui, LHP BPK mencatat adanya pengelolaan DAK Fisik pada Disdikbud Pringsewu belum tertib.
Pasalnya terdapat sisa uang sebesar Rp54 juta lebih dan kekurangan volume barang sebesar Rp7,8 juta lebih di tahun anggaran 2023.
Tahun lalu, Kabupaten Pringsewu memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan sebesar Rp8 miliar lebih yang terdiri dari DAK Fisik Bidang Pendidikan untuk TK sebesar
Rp500 juta lebih, SD sebesar Rp2.6 miliar lebih, dan SMP hampir Rp5 miliar.
Realisasi Dana BOS antara lain pada lima dan Realisasi DAK Fisik Pendidikan. Indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja pelaksanaan DAK Fisik Bidang Pendidikan di antaranya aspek kinerja dengan indikator ketepatan pelaksanaan penyampaian dokumen pencairan anggaran sesuai ketentuan.
Hasil pemeriksaan yang dilaksanakan secara uji petik terhadap item pekerjaan dan
pertanggungjawaban penerima DAK bidang Pendidikan atas SDN I Pringsewu Barat, SDN I Pardasuka Timur, SMPN 2 Adiluwih, dan SMPN 3 Pardasuka menunjukkan bahwa pengelolaan belanja DAK Fisik bidang Pendidikan belum tertib yaitu pelaksanaan transaksi secara tunai atas pengadaan bahan material, mebel, dan pembayaran upah tukang.
“Terdapat sisa uang DAK Fisik bidang Pendidikan sebesar Rp54 juta lebih dan kekurangan volume mebel sebesar Rp7,8 miliar lebih,” petikan LHP BPK.
Kemudian, dalam melaksanakan DAK Fisik bidang Pendidikan, kepala sekolah membentuk
Panitia Pembangunan Sekolah (P2S) untuk memastikan seluruh item pekerjaan dilaksanakan oleh pekerja yang ditunjuk untuk pembangunan sekolah. Kepala sekolah dan P2S dalam melaksanakan pengelolaan DAK Fisik bidang Pendidikan melakukan penarikan dana secara tunai setiap SP2D yang terbit dan disimpan di bendahara P2S yang juga merupakan bendahara sekolah dengan alasan takut tercampur dengan dana BOS dan apabila dibutuhkan untuk pembelian bahan material atau membayar gaji tukang, maka pihak P2S berkoordinasi dengan fasilitator untuk kebutuhan item barang sesuai spesifikasi dan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dan mandor terhadap kebutuhan penggunaan bahan material dan pembayaran gaji tukang. Pembelian bahan material dan mebel dilakukan oleh kepala sekolah dan ketua P2S dengan pembayaran secara tunai tidak menggunakan rekening.
Terhadap nota pembelian bahan material, kepala sekolah dan ketua P2S meminta
penyedia untuk memberikan nota kosong yang nantinya diisi oleh pihak P2S sebagai bukti pertanggungjawaban belanja. Hasil konfirmasi yang dilakukan terhadap penyedia barang menyatakan bahwa pihak sekolah memang meminta nota kosong berstempel terhadap transaksi yang dilakukan.
Terhadap hal tersebut, kepala sekolah dan ketua P2S uang tersebut digunakan hampir Rp14 juta. Atas belanja tersebut, masih tersisa uang sebesar Rp6 juta lebih. Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan atas fisik barang, diketahui terdapat kekurangan volume meja dan kursi siswa masing masing sebanyak 12 buah senilai Rp7 juta lebih terhadap kegiatan pengadaan mebel rehabilitasi ruang kelas dengan tingkat kerusakan minimal sedang.
Kepala Sekolah dan P2S SDN I Pardasuka Timur menyisihkan sebesar Rp10 juta pembelian alat pertukangan, ddan pembelian kayu steger
(tidak terdapat dalam RAB) senilai Rp6.3 juta, sehingga masih terdapat sisa di bendahara sekolah sebesar Rp3.7 juta. Kepala Sekolah dan P2S SMPN 2 Adiluwih menyisihkan sebesar Rp47 juta, yang diambil dari pembelian bahan material an Rp15 juta sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp32 juta
Kemudian Kepala Sekolah dan P2S SMPN 3 Pardasuka menyisihkan sebesar Rp27 juta
yang digunakan untuk penambahan pembuatan gudang sekolah untuk menampung aset sekolah yang sudah tidak digunakan sebesar Rp10 juta. Uang tersebut juga digunakan untuk membeli rokok pekerja, snack, dan makan siang sebesar
Rp4.3 juta, sehingga masih terdapat selisih sebesar Rp12 juta lebih.
Pengelola kegiatan DAK isik bidang Pendidikan, kesesuaian hasil pelaksanaan DAK Fisik bidang Pendidikan dengan ketentuan Teknis pengelolaan
DAK Fisik bidang Pendidikan serta kepatuhan dan ketertiban pelaporan tidak menggambarkan kondisi senyatanya.
“Potensi penyalahgunaan sisa uang DAK Fisik yang belum disetor ke kas daerah sebesar Rp54 juta lebih (Rp6 juta lebih + Rp3.7 juta + Rp32 juta + Rp12 juta lebih) dan Kelebihan pembayaran sebesar Rp7.8 juta,” tulis LHP BPK.
Hal tersebut disebabkan Kadisdikbud tidak melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan pada satkernya. Kepala Sekolah dan fasilitator untuk pekerjaan swakelola terkait tidak melakukan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan di lapangan sesuai ketentuan dan
Tim P2S selaku pelaksana kegiatan swakelola tidak melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi kontrak.(ndi)