Pringsewu – Direktur RSUD Pringsewu, Andi Arman mengakui adanya temukan LHP BPK RI.
Kata dia, temuan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK RI) sudah dikembalikan dan sudah selesai.
Padahal temuan BPK RI mencapai hampir Rp400 juta duit yang menggunakan tidak sesuai.
“Memang kita anggaran 2023 udah diperiksa BPK di tahun 2024 dan sudah sesuai standar belanja yang di-SK-kan sama bupati,” kata Andi kemarin.
Ia mengaku ihwal temukan LHP BPK RI pihaknya sudah mengembalikan temukan kelebihan atau ketidakcocokan tersebut.
“Tapi kalo menurut BPK standar belanja tersebut belum sesuai jadi tentang hal tersebut sudah kita kembalikan ke kas BLUD sesuai saran dari BPK dan menurut BPK sudah selesai,” ucapnya.
Ia menegaskan, pihaknya memang pernah dilakukan pemeriksaan BPK RI tahun 2024 untuk kegiatan tahun 2023. Kemudian untuk tim pendukung RSUD Pringsewu sudah sesuaikan dengan SK Bupati tentang standar belanja. Lalu tim pendukung memang ada di aturannya.
“Tapi BPK berpendapat tidak boleh dihonorkan. akhirnya kita kembalikan ke kas BLUD. Untuk yang kelebihan pembayaran juga sudah dilakukan pengembalian sebesar Rp760 ribu ke kas BLUD,” ujar dia.
Andi mengaku tidak ceroboh soal temukan LHP BPK RI tahun 2023 di RSUD Pringsewu.
“Tidak ceroboh, tapi memang yang RSUD keluarkan sudah sesuai standar belanja yang ada di SK Bupati tapi kalo menurut BPK itu tidak sesuai makanya kita diminta mengembalikan. Dan sudah kita kembalikan ke rekening BLUD RSUD,” ungkapnya seraya menyarankan media menanyakan pada Kabid Perencanaan RSUD Pringsewu, Rohmad.
Sementara Kabid Perencanaan RSUD Pringsewu, Rohmad mengaku, ihwal temukan LHP BPK RI,
pihak RSUD Pringsewu adalah Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) yang memiliki kewenangan keleluasaan pengelolaan keuangan.
“Tapi sudah dibuatkan standar SK belanja. Menurut BPK boleh dibuat namun tidak bisa dihonorkan, kita kerok (bingung), sudah kita kembalikan ke kas BLUD,” ucap dia.
“Yang penting kalo ada kelebihan belanja ya kita kembalikan sesuai rekomendasi BPK, kita ada dasarnya dalam melakukan kegiatan, namun rupanya menurut BPK, tidak bisa pake SK ini, kalo enggak bisa ya kita balikan aja. Ini bukan kecerobohan, ini tidak ada unsur sengaja,” ujar dia.
Diketahui, diam-diam alokasi pembelajaan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pringsewu, Lampung pada tahun 2023 tidak sesuai di pertanggungjawaban.
Temuan ini untuk anggaran belanja pegawai sebesar Rp1,2 miliar lebih dan direalisasikan
sebesar Rp10 miliar lebih atau 86,48%, dan Belanja Barang dan Jasa sebesar
Rp46 juta lebih dan direalisasikan sebesar Rp46 juta lebih atau sebesar 99,37%.
Realisasi belanja tersebut untuk belanja pegawai RSUD Rp 4 milliar lebih, honorarium pegawai honorer/tidak tetap/tenaga kontrak Rp5,4 milliar lebih. Insentif dokter spesialis Rp321 juta lebih, kemudian honorarium penanggungjawaban pengelola keuangan, barang Rp24 juta lebih.
Honorarium pengadaan barang dan jasa
Rp70 juta lebih, honorarium tim teknis pelaksana kegiatan Rp10 miliar lebih.
Lalu, belanja barang dan jasa Rp26 miliar lebih, belanja barang dan jasa lainnya Rp19 lebih, belanja jasa pelayanan RSUD Rp92 juta lebih, belanja jasa pelayanan diklat Rp476 juta lebih, kemudian honorarium panitia/komite/tim pelaksana kegiatan/operator/pengelola Rp46 miliar lebih.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan atas bukti pertanggungjawaban. Pemberian honorarium penanggungjawab pengelola keuangan/barang dan pengadaan barang dan jasa sebesar Rp70 juta lebih tidak sesuai ketentuan,” demikian petikan PHP BPK RI Perwakilan Lampung.
Kemudian, honorarium penanggungjawab pengelola keuangan dapat diberikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK SKPD), Bendahara Pengeluaran atau bendahara penerimaan maupun bendahara pengeluaran pembantu atau bendahara penerimaan pembantu.
Sementara honorarium pengadaan barang jasa dapat diberikan kepada pejabat pengadaan barang jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban belanja honorarium penanggungjawab pengelola keuangan/barang dan pengadaan barang dan jasa dan belanja jasa pelayanan pada RSUD Pringsewu.
“Berdasarkan kondisi tersebut ini, realisasi belanja honorarium kepada tim pendukung PPK dan Tim Teknis Pengadaan Barang dan Jasa tidak sesuai ketentuan sebesar Rp70 juta lebih. Pemberian honorarium tim teknis pelaksana kegiatan pada RSUD Pringsewu sebesar Rp325 juta lebih tidak sesuai ketentuan,” demikian petikan LHP BPK RI.
Kemudian, tim mobile unit transfusi darah yang bertugas di lapangan dengan melakukan
kegiatan harian sehingga lebih tepat jika menggunakan belanja perjalanan dinas.
Seharusnya tim mobile unit transfusi darah tersebut membayarkan belanja sesuai dengan peraturan terkait dengan perjalanan dinas harian yang telah ditetapkan.
“Atas kondisi tersebut terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp760 ribu lebih. Terdapat honorarium yang seharusnya merupakan tugas pokok dan fungsi bidang
dan sub bidang di RSUD Pringsewu sebesar Rp164 juta lebih. Terdapat pemberian honorarium Komite Rumah Sakit yang belum sesuai ketentuan sebesar Rp160 juta lebih,” petikan LHP BPK.
Kemudian, permasalahan di atas mengakibatkan realisasi pembayaran honorarium tim teknis
pelaksana kegiatan sebesar Rp325.080.000,00 (Rp164.400.000,00
Rp160.680.000,00) membebani keuangan daerah.
“Hal tersebut disebabkan oleh, Direktur RSUD Pringsewu selaku pengguna anggaran tidak cermat dalam menganggarkan honorarium penanggungjawaban pengelola keuangan/barang dan pengadaan barang,” ungkap LHP BPK. (Ndi)