Polda Lampung Cek IPAL PT Juang Jaya Abdi Alam, Humas: Kami Berharap Ini Kasus Terakhir

Lampung Selatan – Polda Lampung mengecek instalasi pembuangan air limbah (IPAL) milik PT Juang Jaya Abdi Alam pekan lalu.

Diduga kehadiran mereka ke perusahaan penggemukan sapi milik Australia yang berada di Desa Sidomulyo, Lampung Selatan ini karena banyak keluhan masyarakat ihwal bau busuk kotoran sapi, dugaan pencemaran air sungai di sekitar perusahaan dan banyak lalat di rumah warga.

“Kami apresiasi atas kunjungan Polda, pada Kamis lalu. Kami berharap ini kasus terakhir, bisa langsung melihat (IPAL) Juang Jaya,” kata Humas PT Juang Jaya Abdi Alam, Thamaroni Usman usai mendampingi tim Dinas Lingkungan Hingga Provinsi Lampung (DLH) dan DLH Lampung Selatan mengecek IPAL perusahaan dan mengambil sampel air di sekitar perusahaan, Senin (19/8).

Dia mengaku, PT Juang Jaya berkomitmen menciptakan perusahaan yang ramah lingkungan dengan menerapkan standar perusahaan sehat ihwal IPAL dan lingkungan. Pun sebisa mungkin meminimalisir lalat yang menjadi pemandangan sehari-hari warga di sekitar perusahaan.

“Kami sangat serius tangani lalat. Karena banyak virus yang jadi pemicu dari lalat,” ucapnya.

Ia juga mengaku memberdayakan aparatur setempat untuk menanggulangi lalat dengan cara melakukan penyemprotan setiap bulan di sekitar rumah warga dengan melibatkan kepala dusun.
“Kami berdayakan kadus tiap bulan dikasih obat dan biaya operasional, tiap hari disemprot di dalam (perusahaan),” ujar dia.

Thamaroni menuturkan, pihaknya sudah membangun pembuangan limbah dengan layak. Kemudian soal lalat, saat ini seluruh Indonesia peternakan sapi memiliki beban atau masalah yang dihadapi seperti virus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang berasal dari tanah, udara dan debu.

“Ada aturan ketat perusahaan. Belum lagi penyakit bentol sapi. Kami sangat serius tangani (lalat) ini. Kami berupaya menyemprot, kasih obat serangga, termasuk mobil dicuci saat masuk lokasi perusahaan. Kita akan rugi jika lalat banyak, kita banyak upaya dengan maksimal,” ucap dia.

Kemudian untuk tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan yang dalam aturan memiliki suatu tanggung jawab terhadap lingkungan, banyak dikeluhkan warga di sekitar perusahaan, Thamaroni mengaku sudah mengikuti aturan dengan rutin memberikan CSR.

“Keluhan masyarakat CSR kami banyak kontribusi melalui aparat desa. Mungkin dipilih (warga tidak kebagian), setiap bulan dikasih CSR, berupa sembako, beras, minyak, indomie, kami juga berikan tunjangan guru ngaji, TPA kami juga ikut program pengentasan stunting dengan memberikan makanan bergizi,” paparnya.

Ia mengaku, penyaluran CSR di warga sekitar ada yang langsung diberikan pada warga, ada juga yang melalui kades karena permintaan kades

“Untuk berikan seluruh warga kami tidak mampu, nanti kami komunikasi lagi,” ucapnya.

Warga setempat, M mengaku selama ia tinggal di sebelah peternakan sapi belum pernah mendapatkan bantuan atau perhatian dari pihak perusahaan, justru sebaliknya hanya limbah yang diberikan perusahaan.
“Malah waktu banjir air masuk rumah, airnya item bau,” ucapnya.

Warga lain, N bertutur, perusahaan itu sudah berdiri sekitar 22 tahun, tidak pernah dirinya dan warga mendapat kompensasi atas polusi udara yang timbul dugaan kuat penyebab aktivitas peternakan sapi.

“Yang saya tau enggak pernah ada. Dari ratusan KK di sini, cuma 3 orang yang dapat bantuan seperti beras 5 kg, gula, mie. Itupun digilir dikasihnya, enggak rutin. Pas lebaran enggak ada juga bantuan. Lebaran haji juga kayaknya perusahaan cuma kasih qurban kambing,” paparnya.

Ditengarai keberadaan perusahaan memberikan dampak buruk bagi lingkungan terutama air sungai.

“Air sungai sudah tidak bisa digunakan lagi. Semenjak keberadaan Juang Jaya,” kata Kadus Desa Kota Dalam, Sidomulyo Toni, saat mendampingi tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Lampung beserta DLH Lampung Selatan dan perwakilan PT Juang Jaya Abdi Alam, Senin (19/8). (Ndi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *