JMSI Metro Dukung Urban Farming Cabe Jawa Lampung

Kota Metro – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kota Metro bersinergi mendukung gerakan masyarakat dalam urban farming cabe jawa lampung, oleh Komunitas Cabe Jawa Lampung yang beralamat di Jalan Adipati III, Kelurahan Margorejo, Kecamatan Metro Selatan.

Dalam hal ini, Komunitas Cabe Jawa Lampung (CJL) memperkenalkan peluang peningkatan ekonomi masyarakat lewat pola pertanian perkotaan alias urban farming dengan komoditas pertanian tertentu.

Ketua CJL, Ramil menjelaskan bahwa metode urban farming dengan penanaman komoditas cabai Jawa memiliki prospek menguntungkan bagi warga yang memanfaatkan lahan sempit perkotaan dengan pola penanaman urban farming.

“Jadi kami dengan rekan-rekan petani cabe jawa dan beberapa rekan-rekan penghobi melihat bahwa halaman rumah kami di Kota Metro sangat kecil sehingga kita berinovasi untuk mengembangkan cabai Jawa melalui tabulampot atau urban farming,” ujarnya, kepada awak media saat diwawancarai.

Ramil menyebut, berdasarkan hasil observasinya peluang pembudidayaan cabe jawa di Metro memiliki nilai ekonomi yang tinggi terlebih permintaan pasar luar negeri sangat besar.

“Peluang cabe jawa ini sangat baik karena permintaan pasar luar itu sangat luar biasa, Kemudian permintaan dalam negeri sendiri masih kekurangan untuk memenuhinya.

Sementara kita masih di tingkat dalam provinsi, yang terakhir kita jual itu berkisar di angka Rp 80 Ribu per kilogramnya,” terangnya.

Dalam lingkungan komunitas tersebut, sebanyak tiga jenis varietas cabe jawa dibudidayakan di Kota Metro. Meski penanamannya mudah dan mampu bertahan hingga puluhan tahun, komunitas cabe jawa juga memiliki kelemahan ketika terserang hama penyakit kuning.

“Kita membudidayakan tiga jenis varietas, ada cabe jenis Sumatera kemudian jenis hibrida Jember dan ada jenis Madura. Kalau yang varietas Sumatera itu lebih kecil dan daunnya panjang-panjang. Kalau yang hibrida atau Jember itu daunnya lebih lebar dan panjang buahnya,” bebernya.

“Dalam pertanian ini kita hanya terkendala ketika tanaman kena penyakit kuning. Penyebabnya bisa dari hama maupun curah hujan yang berlebih. Untuk proses tanam dari awal sampai dengan panen raya itu 6 bulan sampai 7 bulan. Untuk ketahanannya itu bisa lebih dari 10 tahun ke atas,” tutupnya.

Dalam kesempatannya, Wali Kota Metro, Wahdi menilai pembudidayaan cabe jawa memiliki nilai ungkit yang lebih baik lantaran setiap pohonnya mampu bertahan hidup hingga 10 tahun.

“Satu gerakan yang menyertakan orang banyak itu lebih baik, daripada sendiri-sendiri. Cabe jamu atau cabe jawa ini tentu harus dipahami bahwa komoditas ini adalah salah satu komoditas yang harus memiliki nilai ungkit lebih baik,” paparnya.

“Mengapa, karena menanamnya mudah dan satu pohon itu bisa bertahan selama 10 tahun. Hasil dari pohon itu juga bisa berulang-ulang bukan seperti cabe biasanya,” sambungnya.

Menurutnya pemanfaatan lahan sempit di lingkungan perkotaan di Metro bukan hanya soal urban farming namun lebih kepada integrated farming.

“Saya kira kita tidak berbicara pada urban farming saja, karena di Metro ini lahan pertanian masih bagus ada 40 persen. Yang kita inginkan di rumah-rumah penduduk itu loh, maka disebut integrated farming,” jelasnya.

“Jadi mulai dari sampah yang terbuang di rumah, hasil dapur tadi dapat diolah dan ini sudah dilakukan. Saya berharap ini bukan hanya pada tatanan urban farming saja, tapi integrated farming. Jadi satu rumah tangga itu berdaya,” tambahnya.

Ia berharap pemberdayaan masyarakat semacam ini harus terus dimunculkan serta dapat menjadi pilot project untuk menghadirkan pariwisata pertanian perkotaan di Metro.

“Pemberdayaan masyarakat ini harus dimunculkan, seperti di sini muncul dengan tagline cabe jawa Lampung maka orang akan melihat wisatanya, jadi orang bisa berkunjung. Tinggal mampukah dia bisa bersama dengan lingkungan di sini, sehingga dari sini bisa dicontoh ke tempat yang lain,” terangnya.

“Kata kunci adanya penggerak, adanya pemberdayaan dan ada karya serta inovasi. Membangun mikro dan membangun peradaban itu butuh itu,” lanjutnya.

Sementara itu, kegiatan pembudidayaan bersinergi dan bekerjasama dengan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kota Metro tersebut juga dinilai mampu meningkatkan perekonomian masyarakat di kemudian hari.

“Ini kan merupakan gerakan urban farming dari masyarakat secara mandiri, kegiatan ini patut didukung penuh karena secara tidak langsung di Kota Metro ini masih langka gerakan warga seperti ini. Media juga berperan memberikan dukungan secara bertahap lewat promosi baik berupa iklan maupun pemberitaan maupun branding lainnya,” ungkap Richard Mayladhy, Ketua Pengcab JMSI Kota Metro.

Richard Mayladhy juga menegaskan, komitmen JMSI dalam mendukung gerakan pemberdayaan masyarakat di Bumi Sai Wawai.

“JMSI juga berkomitmen untuk mendukung warga yang bergerak dalam pemberdayaan untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Yang saya kalo boleh nilai dari gerakan ini adalah mampu memunculkan ekonomi berkelanjutan, serta berpotensi menjadi komoditas ekspor di Indonesia,” jelasnya. (*).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *