Bandar Lampung – Peran media massa saat penting dalam mencegah paham radikalisme dan terorisme.
Pemerintah bisa menggandeng media massa untuk menciptakan masyarakat yang berkarakter.
Kasi Pengawasan Barang Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Faizal Yan Aulia mengatakan, pencegahan paham radikalisme dan terorisme butuh peran semua pihak, dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, media dan masyarakat.
“Media bisa membentuk opini publik, masyarakat bisa perlahan beradaptasi oleh media yang terbentuk karakter, kalo media menciptakan kengerian dalam menyiarkan berita maka akan menciptakan asumsi negatif,” kata dia saat Workshop “Peran Pers dalam Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme untuk Mewujudkan Indonesia Harmoni”, yang digagas Dewan Pers dan BNPT, amis (21/12/23).
Dia mengatakan, para terduga teroris yang tertangkap kebanyakan terkena doktrin dari internet (online). Pengaruh internet sangatlah besar.
“(Terduga teroris melalui internet) dengan melihat, belajar sendiri, menyimpulkan sendiri. Pengakuan mereka belajar sendiri dari online,” ucapnya.
Kata dia, kebanyakan yang tertangkap terduga teroris, generasi muda antara 25-30 tahun. Karena mereka labil, ingin menunjukkan eksistensi, para pemuda yang menjadi target kelompok radikal terorisme.
“Penanggulangan terorisme harus mengikuti perkembangan jaman. Anak muda lebih suka melihat melalui media audio, visual daripada bertemu langsung mengikuti perkembangan jaman internet dengan film dokumenter untuk merekrut kelompok pemuda,” paparnya.
“Pemerintah sudah banyak menutup aplikasi yang terafiliasi dengan paham radikalisme dan terorisme,” tambahnya.
Faizal menceritakan, kejadian bom Surabaya beberapa waktu lalu menandakan ada perubahan terduga korban doktrin (cuci otak), karena melibatkan keluarga, ada perempuan dan anak-anak. Saat insiden bom Surabaya, perempuan bukan hanya supporting namun menjadi aktor.
“Keingintahuan orang Indonesia terutama perempuan banyak dimanfaatkan terduga perekrut pelaku teroris,” ucapnya.
Kata dia, banyak faktor yang menjadi motif pelaku teror berdasarkan riset, seperti ideologi agama yang keliru, solidaritas, komunitas, balas dendam, mob mentality (ikut-ikutan), situasional (keadaan), separatis (memisahkan kelompok dari yang lain). (Ndi)