Bandar Lampung – Kebijakan Pemprov Lampung mendata wajib pajak kendaraan bermotor di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dinilai blunder.
Kebijakan ini dinilai kurang etis, terlebih bisa menimbulkan konflik antar masyarakat dan pengelola SPBU.
Sekretaris Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Lampung Sekretaris Rifandi Ritonga menilai, kebijakan Pemprov Lampung ini aneh, kurang bijak dan menimbulkan masalah baru.
“Wacana Pemprov Lampung dengan mendata penunggak pajak di SPBU dengan memberikan himbauan merupakan kebijakan yang aneh, karena kebutuhan BBM ini sangat berpengaruh terhadap pergerakan perekonomian masyarakat,” kata, Rifandi Ritonga, elasa (07/11).
Akademisi dari UBL ini juga menjelaskan, jika dampak dari pendataan di SPBU itu akan mengganggu aktivitas di lingkungan tersebut.
“Hal ini juga akan berpengaruh terhadap hasil penjualan BBM di lima SPBU yang telah bekerja sama dengan pemprov (Alias sepi),” urainya
Rifandi menerangkan, dalam konteks ini bila hal ini benar – benar di berlakukan tanpa ada kajian ulang, pihaknya akan membuka posko pengaduan untuk menggugat kebijakan Pemprov Lampung.
“Kami dari Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Indonesia jika hal tersebut akan direalisasikan oleh pemerintah kami akan menyiapkan Pos pengaduan di SPBU untuk kami implementasikan melakukan gugatan kebijakan pemerintah,” ungkapnya.
Rifandi menambahkan, hal ini juga perlu penelusuran apakah plat merah sebelum memberikan kebijakan, sudah benar membayarkan pajak kendaraan, sebagai contoh kepada masyarakat Lampung khususnya.
“Dalam konteks ini, jangan sampai membuat kebijakan yang justru akan membongkar semuanya, apakah plat – plat merah itu sudah membayarkan pajaknya,” pungkasnya.(gung/ndi)