Kisah Pilu Korban TPPO Asal NTB, Berpindah-pindah dan Diselamatkan Polda Lampung

Bandar Lampung, —– Sebelum diselamatkan petugas Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Lampung di rumah yang jadikan tempat penampungan, 24 calon Pekerja Imigran Indonesia (CPMI) ilegal asal Nusa Tenggara Barat (NTB) sebelumnya sempat terkatung-katung selama 1 bulan.

Tidak hanya terkatung-katung tanpa adanya kepastian kapan akan diberangkat ke Timur Tengah untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga (ART) secara ilegal, ke 24 CPMI ilegal tersebut juga sering dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya yang dijadikan tempat penampungan.

NA (34) salah satu dari 24 perempuan CPMI korban Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) menceritakan kisahnya menjadi CPMI non prosedural atau ilegal.

NA menceritakan bagaimana ia bersama 23 CPMI lainnya harus terkatung-katung selama hampir 1 bulan tanpa ada kejelasan hingga harus berpindah tempat persembunyian serta bersembunyi ruang bawah tanah saat digerebek polisi.

NA mengaku tergiur menjadi CPMI ilegal lantaran dijanjikan oleh perekrut (pelaku TPPO) akan digaji dengan nominal hampir Rp 10 juta per bulan untuk bekerja sebagai ART di Dubai.

“Ya harapan bisa bekerja di Dubai dengan gaji hampir Rp Rp 10 juta perbulan,” kata NA saat ditemui usai menjalani pemeriksaan Kesahatan di Polda Lampung,” Minggu (12/6).

NA menuturkan, awal mula ia tergiur menjadi CPMI Ilegal berawal ketika berkenalan dengan seorang perekrut CPMI ilegal melalui pegawai binatu (laundry) di tempat asalnya di NTB.

“Setelah kenal, perekrut CPMI ilegal itu semakin gencar komunikasi dan merayu saya agar mau menjadi CPMI yang sebelumnya saya enggak tau kalau itu ilegal atau tidak resmi,” tutur NA.

Menurut NA, perekrut CPMI ilegal tersebut menjanjikan akan memperkerjakan dirinya sebagai ART di luar negeri, karena berharap mendapatkan gaji besar, ia pun akhirnya bersedia direkrut sebagai CPMI.

“Setelah pembuatan komitmen, pada 3 Mei 2023 saya diberangkatkan ke Jakarta menggunakan pesawat bersama para CPMI lainnya yang tidak saling mengenal,” ujar NA.

NA menjelaskan, setelah sampai di Jakarta, tersangka DW (pelaku utama TPPO jaringan Timur Tengah) menyambut para CPMI, kemudian membawa para CPMI ke sebuah tempat di wilayah Bogor, Jawa Barat.

“Kami Dua hari di Bogor, di perumahan, saya enggak tau tempatnya, dan gak tau rumah milik siapa itu” jelas NA.

NA mengungkapkan, ia dan para CPMI lainnya beda di tempat penampungan yang berada di Bogor tersebut selama 2 pekan tanpa ada kejelasan kapan akan diberangkatkan meskipun sudah memiliki passport.

“Waktu di Bogor, saya sempat sakit dan harus diinfus sebanyak 2 botol,” ucap NA.

Lebih lanjut NA menuturkan, pada 31 Mei 2023 rumah tempat penampungan di Bogor tersebut digerebek petugas, Namun, saat itu dirinya tidak mengetahui apakah itu petugas imigrasi atau petugas kepolisian.

“Karena panik, kita dibawa sembunyi oleh teteh. Saya nggak tahu nama aslinya, dibawa ke ruangan bawah tanah,” ungkap NA.

Usai berhasil lolos dari penggerebekan tersebut, menurut NA, dirinya dan para CPMI lainnya diperintahkan untuk berkemas karena akan dibawa ke Lampung. Keberangkatan menuju Lampung dilakukan secara terpisah, ada yang menggunakan mobil berisikan 6 orang CPMI.

“Di sebuah SPBU sebelum Pelabuhan Merak, Banten, saya dan CPMI lainnya dikumpulkan dan diangkut menggunakan bus menuju Lampung,” kata NA.

NA mengatakan, pengawas yang ikut bersama mereka melarang dirinya dan para CPMI lainnya turun dari bus selama penyeberangan.

“Di atas kapal itu kita semua dilarang untuk turun dari bus, tapi kami berontak karena kami ingin buang air kecil,” ucap NA.

Setelah diperbolehkan turun dari bus, pengawas perempuan itu bahkan ikut masuk ke kamar mandi untuk mengawasi.

Perjalanan darat itu lalu berakhir di sebuah rumah besar tidak terurus yang belakangan di ketahui milik oknum polisi yang berada di Jalan Padat Karya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung pada Jumat, 2 Juni 2023

Ketika berada di rumah besar, itu, NA mengatakan, salah seorang warga sekitar rumah sempat bertanya apakah mereka rombongan siswa sekolah atau tenaga kerja wanita (TKW).

“Saat ditanya oleh warga, salah seorang dari kami ada yang jawab TKW,” tutur NA.

Pengawas yang dipanggil Teteh itu sempat mendengar dan memarahi karena jawaban salah seorang CPMI tersebut.

“Kenapa dijawab, kenapa nggak diam aja,” kata NA menirukan ucapan pengawas CPMI ilegal tersebut.

Dua hari di rumah itu, petugas kepolisian dari Polda Lampung datang dan mengevakuasi mereka. NA mengaku lega dan bersyukur, begitu juga teman-teman nya yang lain lantaran mendapatkan kejelasan setelah terombang-ambing dan berpindah-pindah tempat penampungan.

“Saya ucapkan terima kasih kepada Polda Lampung karena kami sudah diselamatkan, saya berharap bisa pulang secepatnya ke rumah,” ucap NA.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Lampung berhasil selamatkan 24 orang calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dari diduga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kawasan Rajabasa, Bandar Lampung, Lampung pada Selasa malam, (6/6/2023).

Ke 24 CPMI ilegal tersebut berasal dari beberapa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ke 24 orang calon PMI ilegal tersebut rencananya akan dikirim ke Timur Tengah. (Lis/ndi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *