Ketum JMSI: Keajaiban Vietnam Perlu Dipelajari

JAKARTA Usul pembentukan Poros Wartawan Indonesia-Vietnam disetujui wartawan kedua negara yang hadir dalam pertemuan di Kantor Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) di Jalan Pondok Kelapa Raya, Jakarta Timur, Jumat sore (14/4).

Usul tersebut disampaikan CEO RMOL Network yang juga Ketua Umum JMSI, Teguh Santosa, ketika menerima Duta Besar Republik Sosialis Vietnam Ta Van Thong yang datang bersama diplomat Vietnam Do Man Dzung dan wartawan dari Vietnam News Agency (VNA) dan Radio Voice of Vietnam (VOV).

Teguh mengatakan poros atau forum wartawan kedua negara dibutuhkan untuk meningkatkan saling pengertian dan pemahaman antara masyarakat kedua negara., meluruskan isu-isu miring yang ada, dan mengedepankan potensi kerjasama. Pada gilirannya, Teguh yakin hubungan kedua negara yang sudah baik akan semakin baik lagi di masa depan.

“Indonesia juga perlu mempelajari berbagai keberhasilan yang diraih Vietnam dalam beberapa dekade belakangan ini, sehingga Vietnam disebut sebagai salah satu keajaiban Asia. Rasanya masih sedikit yang kita ketahui mengenai Vietnam,” uja Teguh yang pernah menjadi Wakil Presiden Confederation of ASEAN Journalist dan Ketua Bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Sementara Dubes Ta Van Thong mengatakan, selain bersahabat sejak lama, Indonesia dan Vietnam sebetulnya relatif dekat secara geografis. Kedua negara juga memainkan peranan penting di dalam ASEAN dan menjaga sentralitas organisasi kawasan di Asia Tenggara itu.

“Seperti kita semua tahu, media memainkan peranan penting dalam mengarahkan masyarakat kedua negara berpikir mengenai satu sama lain, untuk meningkatkan simpati dan persahabatan. Wartawan muda adalah sumber motivasi untuk semua berita dan gambaran masing-masing negara dan masyarakat,” ujar Dubes Ta Van Thong.

Dia menambahkan, Indonesia memiliki hampir 280 juta penduduk, dan Vietnam memiliki lebih dari 90 juta penduduk. Kedua negara memiliki populasi sumber daya manusia yang besar, sumber daya alam yang melimpah, juga suasana yang kurang lebih sama.

“Kita perlu benar-benar menggarap potensi kerjasama. Dan salah satu faktor penentu adalah sektor informasi dan komunikasi. Tim Anda akan memberikan kontribusi besar pada proses itu,” ujarnya lagi.

Dubes Ta Van Thong berharap, forum yang mempertemukan wartawan Indonesia dan Vietnam dapat menyusun program aksi yang konkret dan realistik.

Dia juga berharap wartawan Vietnam yang berada di Indonesia mendapatkan dukungan dari wartawan Indonesia. Begitu juga sebaliknya, dia berharap wartawan Vietnam dapat membangun saluran komunikasi yang efektif untuk memperkenalkan negara dan masyarakat Vietnam kepada wartawan Indonesia.

Wartawan Vietnam yang hadir dalam pertemuan adalah Nguyen Huu Chien, Dao Thuy Trang, dan Tran Van Phong dari VNA, serta Pham Thi Ha alias Hana dari Radio VOV. Adapun wartawan Indonesia yang hadir berasal dari Kantor Berita Politik RMOL, Farah.id, dan Kompas TV.

Kepala Biro VNA di Indonesia, Nguyen Huu Chien, dan Kepala Biro Radio VOV Pham Thi Ha juga menyambut baik pembentukan forum ini.

Sekretaris Bidang Luar Negeri JMSI Sarah M. Gunawan yang hadir dalam pertemuan mengatakan, Poros Wartawan Indonesia dan Vietnam ini juga terbuka untuk untuk wartawan dari media lain yang memiliki perhatian pada isu pengembangan kerjasama kawasan.

Hubungan Panjang Dua Negara

Secara informal hubungan kedua negara telah terjalin di era 1940an. Di bulan Agustus 1945, Bung Karno bersama Bung Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat sempat mengunjungi kota Dalat di Vietnam untuk bertemu dengan Panglima Tentara Jepang di Asia Tenggara ketika itu, Jenderal Hisaichi Terauchi.

Konferensi Asia Afrika di Bandung bulan April 1955 juga dihadiri dua delegasi Vietnam. Dari Vietnam Utara delegasi dipimpin Menteri Luar Negeri Pham Van Dong, dan dari Vietnam Selatan dipimpin Nguyen Van Thoai. Setelah KAA, Indonesia membuka Konsulat Jenderal baik di Hanoi maupun di Saigon.

Pemimpin Vietnam Utara, Ho Chi Minh, mengunjungi Jakarta pada Februari 1959. Bung Karno membalas kunjungan itu pada bulan Juni di tahun yang sama. Di bulan Agustus 1964, Indonesia mendirikan Kedutaan Besar di Hanoi. Sebagai konsekuensinya, Konsulat Jenderal Indonesia di Saigon yang kini bernama Ho Chi Minh City ditutup.

Setelah Perang Vietnam berakhir, hubungan kedua negara terus mengalami peningkatan. Presiden Soeharto berkunjung ke Vietnam pada bulan November 1990. Lalu di bulan April 1994, giliran Presiden Lê Đức Anh yang mengunjungi Indonesia.

Presiden Megawati Sukarnoputri mengunjungi Hanoi di bulan Agustus 2001 yang dibalas Presiden Trần Đức Lương dengan mengunjungi Jakarta pada November 2001. Pada bulan Juni 2003 Presiden Megawati kembali ke Hanoi.

Di bulan Mei 2005 giliran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Hanoi, dan dibalas kunjungan Presiden Trương Tấn Sang delapan tahun kemudian di bulan Juni 2013. Di bulan Desember 2022 yang lalu giliran Presiden Nguyễn Xuân Phúc mengunjungi Indonesia untuk memperdalam kerjasama dan membicarakan isu maritim di kawasan.

Keajaiban ASEAN

Dalam sebuah laporan di tahun 2019, World Economic Forum mencatat keajaiban pertumbuhan ekonomi Vietnam. WEF membandingkan situasi Vietnam setelah Perang Vietnam yang berlangsung selama 20 tahun berakhir di tahun 1975 dengan situasi saat ini.

Ketika Perang Vietnam berakhir, ekonomi Vietnam merupakan salah satu yang terburuk di dunia. Pada pertengahan 1980-an, PDB per kapita Vietnam berada pada kisaran 200 dolar AS dan 300 dolar AS. Namun situasi ini berubah setelah di tahun 1986, pemerintah Vietnam memperkenalkan kebijakan Đổi Mới” yang mengarahkan negara tersebut menjadi “ekonomi pasar berorientasi sosialis”.

Saat ini, Vietnam menjadi salah satu bintang di dunia pasar berkembang. Pertumbuhan ekonominya sebesar 6 sampai 7 persen. Vietnam juga mampu menjadi pusat manufaktur di kawasan. Mulai dari pakaian olahraga Nike hingga smartphone Samsung diproduksi di Vietnam.

Bagaimana keajaiban pertumbuhan ini terjadi? Menurut analis dari Bank Dunia dan lembaga think tank Brookings dalam laporan WEF itu, kebangkitan ekonomi Vietnam dapat dijelaskan oleh tiga faktor utama. Pertama, Vietnam menerima liberalisasi perdagangan dengan penuh semangat. Kedua, Vietnam melengkapi liberalisasi eksternal dengan reformasi domestik melalui deregulasi dan menurunkan biaya. Terakhir, Vietnam banyak berinvestasi untuk membangun modal fisik dan manusia, terutama melalui investasi publik.

Vietnam baru bergabung dengan kawasan perdagangan bebas ASEAN pada tahun 1995. Lima tahun kemudian, Vietnam menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan AS, lalu pada tahun 2007 Vietnam bergabung dengan WTO. Setelah itu, Vietnam menandatangani perjanjian dengan ASEAN dan dengan beberapa negara besar lain seperti China, India, Jepang dan Korea.

Rencana ke Tubaba

Saat menyampaikan usul pembentukan Poros Wartawan Indonesia-Vietnam, Teguh Santosa menawarkan kegiatan pertama berupa kunjungan ke Kabupaten Tulang Bawang Barat atau Tubaba di Provinsi Lampung.

Teguh mengatakan, sehari sebelum pertemuan dengan Dubes Ta Vana Thong di Kantor JMSI, dirinya berada di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Walaupun baru diresmikan tahun 2008, namun Tubaba berhasil mencuri perhatian masyarakat Lampung khususnya dan Indonesia umumnya. Saat dipimpin Bupati Umar Ahmad, pemerintah Tubaba melakukan banyak hal, membangun destinasi wisata dan mindset baru di Lampung.

Teguh yang baru sekali ke Tubaba mengatakan dirinya pun jatuh hati pada kabupaten ini.

“Teman-teman JMSI di Lampung dan Tubaba telah mendengar rencana pembentukan Poros Wartawan Indonesia-Vietnam, dan mereka berharap delegasi wartawan Vietnam bersedia untuk mengunjungi Tubaba dalam waktu dekat,” kata Teguh.

Wartawan Vietnam yang mendengarkan sedikit penjelasan Teguh tertarik dan menyatakan setuju. Selanjutnya JMSI Pusat dan JMSI Lampung akan berkordinasi untuk mewujudkan rencana ini.(lis/ndi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *