Diskusi Democracy Studies Lampung Hadirkan Dua Materi

Lampung Democracy Studies menggelar diskusi pertama perhelatan Democracy Studies “Menakar Masa Depan Demokrasi Indonesia”, Jumat, 06 Januari.

Direktur Lampung Democracy Studies Een Riansah mengatakan Democracy Studies dengan seluruh materi dihadirkan sebagai upaya agar pembicaraan secara konseptual tentang demokrasi tidak pernah berhenti.

Sesi pertama kali ini menghadirkan Dr. Amin Mudzakir merupakan Peneliti pada Pusat Riset Kewilayahan – Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRW – BRIN). dengan mengangkat tema pembicaraan Eksistensi Agama dalam Politik dan Demokrasi.

Dr. Amin menjelaskan dalam perjalanan sejarahnya agama memiliki peranan penting dalam melakukan kritik terhadap negara.

Persoalan agama dan politik pada ruang publik dimulai pasca terjadinya perang dingin di Eropa. Hal ini juga di sebabkan oleh pergeseran kapitalisme yang semula di kelola negara menjadi kapitalisme neo-liberal.

Perkembangan kapitalisme ini sendiri selain meredam sisi Kritis dari agama juga menciptakan dikotomi, yaitu, ruang privat dan ruang publik dari agama.

“Agama di tempatkan pada ruang private masyarakat dan saat muncul pada ruang publik. Agama pada ruang publik juga kerap dipahami sebatas identitas semata, bukanlah analisis kelas. padahal hal tersebut bisa dilihat secara bersamaan, hal ini bisa kita dalam sejarah kekuasaan di Indonesia. Pada masa orde baru agama menjadi spirit melakukan kritik terhadap negara dalam upaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. sedangkan pada era reformasi sampai dengan hari ini, agama cendrung menjadi tameng bagi penguasa dalam melanggengkan status qou,” jelasnya.

Materi kedua diisi oleh aktivis dan jurnalis. beliau juga merupakan Direktur sekaligus Pendiri WatchdoC dengan karya-karya yang fenomenal, Dandhy Dwi Laksono dengan materi Demokrasi dan Problem Ekologi.

Dalam materi tersebut Dandhy memberikan refleksi kepada seluruh peserta tentang kondisi alam hari ini khususnya di Indonesia.

“Dalam data yang dipaparkan problem lingkungang seperti banjir, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran hutan semakin meningkat setiap tahunnya. bahkan di tahun 2022 mencapai kurang lebih hampir 4000 kasus,” terangnya.

Fenomena ini tidak bisa dilihat sebagai fenomena bencana alam semata, melainkan juga akibat dari ekploitasi berlebih yang dilakukan kapitalisme.

Kapitalisme yang mengeruk sumberdaya alam tersebut terus mengokohkan ketimpangan sosial dalam masyarakat. Karen menikmati hasil dari ekploitasi berlibih tersebut hanya segelintir orang dan masyarakat hanya menerima dampak buruk dari ekploitasi tersebut.

Ia menjelaskan bahwa cara berpikir yang masih antroposentris membuat alam selalu pada posisi yang sub ordinat bukan memposisikan alam itu setara bagian dari makhluk hidup. Hal tersebut juga ikut dilanggengkan oleh doktrin agama dan negara.

“Misalnya tasfir soal khilafah (pemimpin) selalu dipahami sebagai makhluk yang paling berkuasa atas makhluk lainnya. padahal Khilafah (pemimpin) harusnya juga dipahami sebagai yang siap melayani makhluk lainnya. selain itu negara dengan seluruh kebijakannya terus membuka ruang ekploitasi pada perusahaan perusahaan lewat kebijakannya seperti UU minerba,” jelasnya.

Democracy Studies akan digelar selama 4 hari berturut-turut, Jum’at sampai dengan Senin (6-9 Januari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *