Mesin Partai Vs Hasil Survei, Airlangga – Puan Bisa Unggul

Catatan: Andi Surya

(Akademisi UMITRA, Lampung)

Ada yang menarik dari ucapan Hasto Kristiyanto, Sekum DPP PDIP beberapa waktu lalu, bahwa tingkat elektabilitas bukan merupakan pertimbangan utama PDIP untuk menetapkan Calon Presiden.

Dikaitkan dengan suhu politik yang semakin dinamis ini, pernyataan Hasto tersebut menjadi ‘warning’ bagi tiga figur tertinggi hasil survei, yaitu; Prabowo, Anies dan Ganjar.

Sementara, survei Airlangga Golkar dan Puan Maharani PDIP, masih berjarak di bawah ketiga figur di atas. Apakah ucapan Hasto yang Sekum PDIP ada kaitannya dengan survei Puan yang relatif rendah?

*Elektabilitas Bukan Jaminan*
Menilik pikiran Hasto, seolah-olah partai kurang memiliki ketertarikan terhadap survei elektabilitas Capres. Hasto justru lebih percaya terhadap kedigdayaan mesin partai. Kok, bisa gitu?

“Pak Jokowi masih jauh di bawah Pak Foke waktu di DKI. Pak Ganjar masih jauh di bawah Pak Bibit Waluyo. Tetapi karena kerja kolektif, maka kemudian kita mendorong daya terima melalui pergerakan mesin partai yang menyatu dengan rakyat itulah yang dilakukan PDIP,” kata Hasto (Detiknews, 13/10/22)

Fakta yang disampaikan Hasto, menunjukkan bahwa survei elektabilitas tinggi bukan hal yang terlalu penting, karena kemenangan Pilpres atau Pilkada, lebih ditentukan variabel lain diluar urusan survei.

*Kekuatan Mesin Partai*
Mesin partai merupakan variabel utama dalam pemenangan pemilu, baik legislatif maupun eksekutif, menurut Hasto. Beberapa partai besar seperti PDIP, Golkar dan partai menengah lainnya, lebih percaya kepada mesin partai dari pada sekedar hasil survei.

Pemilu 2019, PDIP unggul perolehan suara 19,33%, Gerindra 12,57%, Golkar 12,31%, dan partai-partai lain di bawah 10%. Data ini memberi arah terhadap potensi menggabungkan kekuatan mesin partai dalam satu wadah koalisi khususnya PDIP dan Golkar.

*Dialektika PDIP dan Golkar*
Meski rerata survei Airlangga dan Puan tergolong rendah, PDIP dan Golkar tidak harus khawatir, karena masih memiliki peluang melalui kekuatan mesin partai untuk membangun koalisi. Jika digabung, terdapat potensi 31,64% suara, ini merupakan modal sekaligus kans PDIP dan Golkar memenangkan Pilpres 2024.

Sebagai partai yang telah teruji oleh waktu, problem dan dinamika, PDIP dan Golkar miliki ketahanan mesin partai yang bisa diandalkan, di dalamnya terdapat kader-kader militan seperti; Jaringan pengurus partai, Kepala Daerah dan anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, yang rerata memiliki pengaruh di tengah masyarakatnya.

*Mesin Partai Terbesar*
Bila PDIP dan Golkar dapat mewacana dialektika ini, dalam sebuah koalisi plus KIB (PAN dan PPP), ini merupakan gabungan kekuatan mesin partai terbesar yang bisa melawan figur yang mengandalkan elektabilitas tinggi.

Performa sinergi mesin partai jika dikelola dengan efisien akan menghasilkan pengaruh untuk mendongkrak suara. Maka pertarungan mesin partai versus Capres elektabilitas tinggi sangat menarik diamati dalam Pilpres 2024 mendatang.

*Peluang Unggul Puan & Airlangga*
Hingga saat ini, jagoan PDIP secara kepartaian adalah Puan Maharani, sementara di Golkar ada Airlangga. Maka jika keduanya disatukan dalam sebuah pasangan Pilpres, akan menjadi suatu kekuatan koalisi yang wajib diperhitungkan Prabowo, Anies dan Ganjar (jika ada koalisi partai yang mendukung).

Sekaligus pembuktian pernyataan Hasto, apakah mesin partai Golkar dan PDIP dapat diandalkan mendongkrak suara Puan dan Airlangga di tengah kondisi survei mereka yang rerata masih di bawah tiga figur kuat lain.

Dengan menilik peristiwa Pilgub DKI dan Jatim 2012, Koalisi Airlangga dan Puan tentu memiliki peluang kuat untuk memenangkan Pilpres 2024 dengan asumsi strategi yang tepat dan pemanfaatan militansi kader yang terarah.

*Kesimpulan*
Survei politik memang bukanlah hal yang utama menjadi faktor pemenangan Pilpres, survei hanya bisa mengidentifikasi kecenderungan fenomena, memberi tuntunan bagaimana pertarungan politik bisa dimenangkan, sementara dalam dunia politik, mesin partai adalah faktor utama mendorong pilihan rakyat kepada figur politik yang dicalonkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *