Bapakku prajurit TNI sejati, berjuang dari Sumatera Utara hingga Aceh. Tahun 2003 Bapakku wafat, di makamkan di Taman Makam Pahlawan Bandar Lampung, beliau memiliki Bintang Gerilya. Aku bangga dibesarkan dalam lingkungan keluarga TNI-AD.
Tak kuragukan bagaimana perjuangan Bapakku bersama prajurit TNI AD lainnya se Nusantara, ikut padamkan pemberontakan di masa-masa awal kemerdekaan. Ada airmata, darah, bahkan korban harta benda dan jiwa.
Prajurit-prajurit TNI yang berjuang Itu pasti bukan gerombolan, yang sekedar mempertahankan hidup atau misi tertentu dalam kelompoknya, bukan pula kumpulan orang yang beraktifitas tanpa arah, tapi sebuah organisasi pertahanan negara yang berisi prajurit tentara terlatih, yang dikoordinir dan dikomando, menjaga kemerdekaan RI, dengan segenap resiko yang harus dihadapi.
Ketika ada seorang oknum politisi nasional yang berbicara TNI adalah gerombolan, itu sangat mengusik hati dan perasaan, bukan hanya prajurit aktif yang sedang bertugas saat ini tetapi juga seluruh keluarga besar TNI, beserta elemen masyarakat yang memiliki visi yang sama dengan TNI, seperti Forum Komunikasi Putra-putri TNI/Polri (FKPPI), Himpunan Putra-putri TNI AD (HIPAKAD), dan Ormas-ormas lain yang memiliki perjuangan yang sama dengan TNI. Mereka tersinggung dan meradang, merasa terhina atas marwah TNI yang direndahkan.
Apakah bisa segampang itu, artikulasi seorang perwakilan partai politik (bukan perwakilan rakyat karena berbicara tanpa pertimbangan matang) yang berlangsung di ruang rapat lembaga wakil rakyat, yang katanya dilindungi oleh UU MD3, lalu segampang itu mengeluarkan pendapat mengidentikkan TNI sebagai gerombolan.
Menurut saya, ini pernyataan keliru sekaligus kurang beradab dalam tatanan negara RI. Keberadaban sebuah perilaku politik seharusnya ada dalam mengeluarkan esensi pendapat, dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang luas dan dalam termasuk adab dan etik, sehingga tidak memunculkan subjektifitas terhadap eksistensi khususnya TNI.
Ada banyak faktor yang harus dijadikan ukuran untuk menjustifikasi sebuah organisasi negara, apalagi lembaga TNI. Sejarah munculnya undang-undang tentara nasional sehingga menciptakan sistem dan subsistem yang mendukung terciptanya institusi pertahanan RI merupakan satu kesatuan rangkaian peristiwa yang tidak terpisah begitu saja, sehingga TNI terbentuk, melembaga, dari perjalanan panjang bangsa ini. Dasar itu semua, TNI bulat bersatu, menginstitusi, sebagai ujung tombak pertahanan bangsa. Bukan gerombolan.. !!
TNI menjaga kedaulatan bangsa, ikut membantu tercipta ketertiban masyarakat, memelihara seluruh perbatasan negara, mendinamisasi dan mempertahankan seluruh matra; darat, laut dan udara.
Lalu, bangsa kita bisa seperti ini, aman, nyaman, damai dalam kehidupan bernegara, berdaulat, merawat nilai-nilai demokrasi dengan seluruh sistem dan dinamika kehidupan yang ada di dalamnya. Andil siapa, salah satunya adalah TNI. Termasuk andil menjadikan sosok-sosok perwakilan partai politik sebagai Anggota DPR RI.
Kemudian, ketika seorang politisi, Efendi Simbolon, dengan seenaknya memberi konklusi bahwa TNI adalah gerombolan setingkat ormas, hanya berdasar parameter peristiwa kehadiran dalam ruang sidang dengar pendapat yang melibatkan pimpinan TNI dan wakil rakyat, menurut saya ini sungguh pernyataan yang aneh, kerdil, absurd dan membuat masalah.
TNI adalah kesatuan organisasi, dari Sabang sampai Merauke, memiliki kemampuan perang, menjaga keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara. Belum lagi histori latar belakang yang menyertai keberadaan TNI, dalam nafas sejarah panjang Republik ini sehingga TNI menjadi besar, sebagai alat daulat bangsa dan negara, yang menjadi tumpah darah rakyat Indonesia.
TNI tidak layak diukur dari sekedar kehadiran diskusi, dialog atau urun pendapat di ruang-ruang sidang legislatif, sebab TNI telah lama ada, bermukim dalam aura aliran darah bangsa Indonesia, dia tidak bisa kecilkan dengan perumpamaan sebagai gerombolan, seolah-olah berkonotasi negatif, tidak tersistem dan tidak terorganisir.
Menurut Wikipedia, Gerombolan adalah bentuk masyarakat manusia yang paling sederhana. Gerombolan biasanya mengacu kepada kelompok kecil. Para ahli antropologi modern sepakat bahwa jumlah anggota gerombolan biasanya berkisar antara 30 hingga 50 orang.
Dari definisi di atas, dalam kasus pernyataan Efendi Simbolon ini, masa sih, TNI dikerdilkan dengan kelompok kecil yang sederhana, tidak lebih dari 30 sampai 50 orang. Ini kan secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa TNI tidak punya arti penting dalam sistem negara, bangsa dan pemerintahan Republik Indonesia.
Berdasarkan laporan International Institute for Strategic Studies (IISS), jumlah tentara aktif Indonesia diperkirakan mencapai 395.500 orang pada 2021. Jumlah tersebut menjadi yang terbesar kedelapan di Asia. Secara rinci, menurut perkiraan IISS, jumlah tentara aktif Indonesia paling banyak berasal dari Angkatan Darat (AD), yakni 300.400 orang. Jumlah itu lebih dari 70% total tentara aktif Indonesia.
Dengan demikian jelas, TNI bukan gerombolan. TNI adalah organisasi pertahanan negara yang memiliki ratusan ribu prajurit juang yang terorganisir dan tersistem dalam institusi utama, bertujuan untuk melindungi eksistensi Negara Republik Indonesia, selamanya.
Maka, oleh karena itu, sudah sewajarnya Efendi Simbolon atas selip keliru lidahnya, wajib meminta maaf kepada TNI, Rakyat Indonesia, bahkan kepada arwah para prajurit pejuang TNI yang telah gugur dan beristirahat dengan tenang, termasuk kepada lembaga DPR RI, kita yakin pernyataan ‘TNI sebagai gerombolan’ dari Efendi Simbolon bukan mewakili lembaga legislatif, bahkan diduga Efendi telah melanggar kode etik. Oleh karenanya Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI wajib memproses yang bersangkutan atas dugaan pelanggaran etik.
Aku pun berdoa, semoga Efendi Simbolon dapat merenung dan introspeksi diri, bahwa tidak selamanya menjadi wakil rakyat dapat berbicara tanpa pertimbangan matang, yang pada akhirnya cenderung tidak beradab dan beretika, dengan berlindung di balik UU MD3.
Semoga Bapakku dan para prajurit TNI, baik yang telah almarhum mau pun aktif berjuang saat ini, tetap dikenang sebagai prajurit TNI yang gagah pemberani, sebagai perisai bangsa dan negara Indonesia, bukan sebagai anggota gerombolan.
Penulis: Andi Surya
(Akademisi UMITRA Lampung dan
Putra dari Prajurit TNI-AD)