Manajemen PT Bukit Asam (BA) Unit Tarahan Kota Bandar Lampung, akhirnya bersedia menerima kedatangan 7 ahli waris yang menuntut ganti rugi lahan mereka yang kini menjadi bagian perusahaan milik BUMN, Kamis (30/6) siang.
Namun, pertemuan yang berlangsung singkat, sekitar 30 menit, berakhir deadlock atau menemui jalan buntu.
Pihak PT BA mengutus Manajer SDM Hamdani dan Humas Yuliarmansyah serya Ivan untuk menemui ahli waris dan Pengacaranya, Fajar Arifin, S.H.
Pada pertemuan itu, Hamdani menegaskan kembali jawaban atas tuntutan ganti rugi Rp132 miliar lebih.
“Kami tidak bisa mengakomodir (memenuhi) tuntutan ganti rugi itu,” jelas Hamdani.
Sebab, lanjut dia, sesuai jawaban Tim Lawyer Perusahaan atas dua kali somasi tuntutan ganti rugi yang diberikan pengacara ahli waris, sudah dijelaskan lahan seluas 35 ribu meter persegi itu sudah memiliki sertifikat hak guna bangunan.
“Jadi tidak ada win-win solution, tidak ada kompromi lagi,” ujar Hamdani.
Menanggapinya, Fajar Arifin menegaskan, dengan jawaban itu maka selaku pengacara ahli waris memastikan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang.
“Kami siapkan materi gugatan, tentu dengan disertai bukti-bukti,” ujar Fajar.
Diketahui, Kamis (16/06/2022) di kediaman 7 Ahli Waris atas gugatan ganti rugi ke PT Bukit Asam (BA) melakukan rapat keluarga akan mengajukan gugatan hukum baik secara Pidana atau Perdata kepada PT BA melalui Kuasa Hukum Meraka Fajar Arifin, SH dan Partner yang sebelumnya sudah dua kali memberikan somasi ke PT BA Unit Pelabuhan Tarahan akhirnya PT BA memberikan jawaban. Tidak mengakomodir atas tuntutan ganti rugi 7 Ahli Waris
Atas jawaban tersebut pihak keluarga 7 Ahli waris tidak terima dan akan layangkan gugatan baik secara Pidana atau Perdata kepada PT BA.
Somasi kami tidak Diakomodir? “Kami akan menempuh jalur hukum, baik secara pidana maupun perdata. Tapi yang jelas, kami masih memberi ruang untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan. Kami tunggu selama 3 x 24 jam sejak somasi dijawab oleh PT BA, ada atau tidaknya iktikad baik dari mereka,” tutur mantan jurnalis itu.
Menurut Fajar, surat jawaban somasi diantar langsung ke kantornya, Jumat (10/6) siang. Surat jawaban atas somasi itu dengan Nomor: T/588/25509/HK.05/VI/2022 tanggal 10 Juni 2022 ditandatangani GM PT BA Pelabuhan Tarahan, Dadar Wismoko.
PT BA menjelaskan, bahwa lahan sebagai obyek somasi telah diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan kepada PT BA yang disahkan berdasarkan SK Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN yang menyatakan tanah itu sah milik PT BA. Berdasar itulah, maka PT BA tidak bisa mengakomodir tuntutan ganti rugi seperti disampaikan dalam surat somasi 1 tanggal 31 Mei dan somasi 2 pada 6 Juni 2022.
Menyikapi surat jawaban somasi itu, Fajar selaku kuasa hukum dari 7 ahli waris kembali mendapat kuasa untuk melayangkan gugatan baik secara pidana atau perdata ke PN Tanjung Karang .
“Tujuh ahli waris punya bukti sebagai pemilik sah tanah itu. Artinya, itu bukan tanah negara. Lalu, bagaimana bisa diklaim ada sertifikat HGB yang dikeluarkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN. Jadi, kami pastikan kami akan melakukan gugatan.
Apalagi memang dalam surat jawaban dari PT BA Mereka tidak mencantumkan nomor surat HGB itu atas absahnya surat yang mereka miliki dan tidak disertai bukti berupa copy dari sertipikat yang PT BA Klaim ada,” tegas Fajar.
Diketahui, dianggap tak punya iktikad baik, PT Bukit Asam Tbk unit pelabuhan tarahan (Peltar) kembali disomasi oleh pengacara 7 ahli waris yang yang mengklaim punya lahan seluas 35 ribu meter persegi di areal perusahaan BUMN itu.
Fajar Arifin, S.H, kuasa hukum 7 ahli waris mengatakan bahwa pihaknya mengirimkan somasi kedua No 01/B/Sok/FAA/VI/2022 untuk mengetuk dan “menyadarkan” perusahaan agar mau memberikan ganti rugi lahan kepada yang berhak menerima. Yaitu ahli waris.
“Karena somasi yang kami kirimkan Selasa lalu (31/5/22) tidak ditanggapi, maka kami kirimkan somasi kedua ini. Kami masih membuka penyelesaian secara dialogis,” ujar pria berjuluk pengacara siaga itu usai menyampaikan surat somasi kedua ke PT BA unit Pelter, Senin (6/6/22).
Dia mengatakan bahwa (alm) Muhammad Zen (ayah para ahli waris) mendapatkan lahan tersebut dari M.Nur, sang mertua.
“PT BA unit Pelter ini sudah menguasai lahan klien kami lebih dari 40 tahun. Sampai sekarang, pemilik lahan tidak pernah mendapatkan ganti rugi. Para ahli waris ini berusaha memperjuangkan hak mereka loh, mereka ini bukan asal ngaku-ngaku, mereka punya bukti kepemilikan,” kata mantan jurnalis grup jawapos itu.
Terkait hal ini, meski menerima surat somasi kedua dari pengacara, bagian umum PT BA Pelter, Hamdani menyatakan No Comment.
Untuk diketahui, somasi kedua dikirimkan ke Kantor PT. Bukit Asam Tbk Unit Pelter, Bandarlampung tadi siang.
Surat diterima oleh Hamdani, bagian umum dan Yuliarmansyah, bagian Humas salah satu BUMN kebanggaan bangsa itu.
Sebelumnya diberitakan, PT Bukit Asam (BA) Tbk Unit Pelabuhan Tarahan disomasi oleh pengacara 7 orang ahli waris terkait permasalahan lahan seluas 35 ribu meter persegi di bilangan Kampung Sukamaju (serampok).
Ini diketahui setelah salah satu perusahaan BUMN itu disomasi oleh fajar Arifin, S.H selaku kuasa hukum 7 orang ahli waris yang disebut jadi pemilik lahan pada hari ini, Selasa (31/5/22) sekitar pukul 10.40 WIB.
Dalam surat somasi bernomor 8/B/Som/FAA/V/2022 tertanggal 31 Mei 2022 tu disebutkan bahwa sejak 42 tahun yang lalu, pemilik lahan tidak mendapatkan ganti rugi dari PT BA Tbk Unit Peltar, meski lahan tersebut dikuasai oleh perusahaan plat merah itu
“Sebelum somasi ini dikirimkan, klien saya sudah mengirim surat ke PT BA untuk meminta ganti rugi atas penguasaan lahan itu, tapi sayangnya tidak ada tanggapan,” ujar pengacara yang tergabung di Perkumpulan Advocaten Indonesia (PAI) itu.
Advokat berjuluk pengacara siaga itu menyebutkan bahwa pihaknya meminta PT BA membayar ganti rugi senilai Rp132 miliar lebih.
“Mereka (PT BA Pelabuhan Tarahan) sudah menguasai lahan itu sejak 42 tahun lalu, keluarga berikut ahli warisnya tidak bisa memanfaatkan lahan itu. Lagi pula, sebelum PT BA menguasai lahan itu, di sana ada tanaman produktif berupa kelapa, pisang dan tumbuhan lain. So, Jelas ini merugikan klien kami,” ucapnya,” paparnya. (Hel)