Proyek Normalisasi Sungai Way Belau Bandarlampung Rp2,4 M Hanya Bronjong

Bandarlampung – Proyek normalisasi Sungai Way Belau, Bandarlampung, senilai Rp2,4 miliar milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung disoal.

Berdasar data yang dihimpun, proyek itu dikerjakan pada Oktober-Desember 2021, bersumber dari APBD Pemprov Lampung tahun 2021.
Dilansir dari situs Jakarta Smart City, normalisasi sungai adalah metode penyediaan alur sungai dengan kapasitas mencukupi untuk menyalurkan air, terutama air yang berlebih saat curah hujan tinggi. Normalisasi dilakukan karena mengecilnya kapasitas sungai akibat pendangkalan dan penyempitan badan sungai, dinding yang rawan longsor, aliran air yang belum terbangun dengan baik, dan penyalahgunaan untuk permukiman.
Kasat mata terlihat di lokasi, proyek Normalisasi Sungai Way Belau, Bandarlampung terletak di Kelurahan Koya Karang, Telukbetung, Bandarlampung, tepatnya di muara jalur utama menuju Pulau Pasaran. Proyek itu hanya tumpukan batu belah dikemas dalam bronjong penahan banjir atau penahan longsor setinggi lima meter (lima kubik bronjong) panjang bronjong tak lebih dari 1 KM (1000 meter).


Kasat mata H salah satu penyuplai material seperti batu, pasir dan lainnya mengaku, jika harga batu dalam satu mobil dump truk biasanya terisi empat kubik dihargai Rp650 ribu.
Asumsinya dalam satu kubik batu dihargai sekitar Rp150 ribu.
Untuk menghitung volume bronjong kata dia, dalam lima kubik (lima meter) bronjong dikalikan satu KM (1000) sama dengan 5000, kemudian dikalikan Rp150 ribu. Total sekitar Rp750 juta.
“Perkiraan gitu ngitungnya,” kata dia baru-baru ini.
Sementara Sekretaris BPBD Lampung, Indra Utama mengakui adanya proyek Normalisasi Sungai Way Belau Bandarlampung, kata dia, proyek itu bukan untuk pencegahan banjir namun pencegahan longsor, pun dibuat bronjong.
“Panjang enggak sampai 1 km. Dana Rp2,4 miliar,” ucapnya, Jumat (18/2/2022).
Kata dia, proyek itu dibuat bronjong bukan sungai dikeruk atau diperlebar, pun ada tiga lokasi di Kuala, Bandarlampung dan Punduh Pidada, Pesawaran.
“Bronjong itu cuma disusun batu bukan dicor, beronjong lebih murah karena tidak disemen, normalisasi supaya tidak longsor,” kata dia.
Ia mengaku selama bronjong tidak rubuh atau rusak tidak ada perawatan.
Saat disinggung mengapa anggaran termasuk besar?
“Itu enggak wah (besar) , banyak juga proyek beronjong yang anggaran besar,” imbuhnya.
Indra mengaku tak mengikuti proses pekerjaan tersebut dengan detail, ia mengaku tidak mengetahui siapa perusahaan pemenang proyek.
“PPK dan PPTK di luar dari BPBD Lampung,” ujarnya. (Ndi)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *