BANDARLAMPUNG — Dunia perkebunan yang cenderung konvensional ternyata masih memiliki magnit kuat untuk menarik minat anak muda sebagai pilihan profesi. Hal ini diungkapkan Dion Agung (36), Kordinator BUMN Muda PTPN VII, satu komunitas karyawan milenial di PTPN VII. Alumnis Fakultas Pertanian Unila ini mengatakan, dunia bisnis agro, baik yang berbasis perkebunan maupun pertanian akan tetap mendapat porsi perhatian dari kaum muda. Sebab, tantangan dari sektor yang selama ini terkesan sulit disentuh dengan perkembangan teknologi mutakhir masih sangat luas.
“Ada teori besar mengatakan, selagi dunia belum kiamat, dunia pertanian dan perkebunan tidak akan mati. Nah, dunia agro masih begitu luas tantangannya untuk dimodernisasi. Sementara kita tahu, anak muda itu sangat suka tantangan. Ke depan, PTPN harus mengembangkan industri yang lebih luas dengan konsep konvergensi,” kata dia.
Di PTPN VII, komposisi karyawan muda, menurut Dion memang tidak dominan. Hal ini karena hampir 10 tahun terakhir tidak ada rekrutmen karyawan baru. Tidak ada masalah berarti pada operasional saat ini karena jumlah karyawan sebagaimana rumus dalam dunia perkebunan, rasio karyawan berbanding lahan (man to land ratio) masih dalam ambang toleransi. Namun, kekosongan generasi sebagai penerus atau kader, menurut Dion, harus mendapat perhatian manajemen.
Dari kategori usia, milenial PTPN VII relatif sudah masuk pada usia matang antara 30—38 tahun. Namun, sumbangsihnya untuk berkontribusi kepada manajemen dalam menjawab tantangan modernisasi, terutama dunia IT dan digitalisasi tidak ketinggalan. Penerapan manajemen berbasis Enterprise Resources Planing (ERP) yang merupakan salah satu sistem manajemen perencanaan dan operasional terpadu mutakhir saat ini.
Dion mengaku disparitas generasi ini belum terlihat berdampak kepada manajemen. Salah satu sumbangsih generasi milenial PTPN VII adalah kepedulian untuk menjadi katalisator untuk semua kalangan agar bisa menjawab tantangan zaman.
“Harus diakui, daya serap terbaik dalam proses transformasi dan migrasi dari teknologi konvensional ke teknologi digital di manajemen ada pada anak-anak muda. Meskipun demikian, daya juang generasi di atasnya untuk terus mengupdate kompetensi sangat baik. Di sinilah para milenial menjadi katalis, menyambungkan generasi. Contohnya, penggunaan e-office, ERP, dan sistem lain berbasis digital, peran anak milenial cukup dominan,” kata pemuda kelahiran Kotabumi ini.
Tantangan BUMN Muda PTPN VII ke depan, menurut Dion adalah membangun sinkronisasi dunia perkebunan yang masih dominan konvensional menuju perkebunan berbasis teknologi. Para pemuda yang daya kritis, analitis, dan komunikatif ditantang untuk bisa menyusun formula baru perkebunan berbasis teknologi.
Ia mencontohkan, beberapa uji coba PTPN VII dengan IPB dalam teknologi deteksi kebutuhan nutrisi dan kesehatan tanaman menggunakan flatform Preci Palm untuk tanaman kelapa sawit adalah salah satu celah yang menjadi domain anak muda. Juga model-model e-farming yang saat ini sedang dan terus menemukan opsi-opsi baru bertani dan berkebun dengan pendekatan teknologi digital.
Namun demikian, Dion menyatakan dunia perkebunan memiliki budaya khas yang agak berbeda dengan kecenderungan kaum milenial. Anak-anak muda yang cenderung mengunduh teori-teori dasar secara instan dari mesin pencarian pada gadget sangat rentan jika berhadapan dengan kondisi lapangan.
“Saya kira, aspek experience atau pengalaman di lapangan yang sekarang menjadi PR karyawan muda atau milenial. Kita sedang branding budaya perkebunan atau planter culture, tetapi kadang kita kurang peka terhadap budaya domestik para pekebun. Soal ini, kami harus terus belajar dari para senior, terutama yang bergelut langsung di lini lapangan,” kata dia.
Tantangan Divisi Retail
Memasuki tahun 2020, PTPN Holding memulai pengembangan cakupan bisnis dengan mengendorse produk derivat dan menyasar langsung ke konsumen melalui pasar retail. Produk-produk seperti gula putih, minyak goreng, kopi, dan teh mulai dikemas dan dipasarkan sendiri dalam kemasan end user.
Keseriusan langkah ekspansif ini ditandai dengan pembentukan Divisi Retail pada struktur manajemen PTPN III Holding. Direktur PTPN Holding Muhammad Abdul Ghani mengatakan, direktorat baru ini akan menjadi tantangan para kaum muda BUMN Perkebunan Nusantara untuk memberi nilai tambah produk yang dihasilkan.
“Karyawan anak muda atau milenial akan mendapat tantangan kreativitas di divisi ini. Kita memang terlambat masuk pasar retail, padahal produk kita sangat kompetitif. Inilah saat anak muda membangun brand, memberi nilai tambah, dan menciptakan pride atau kebanggaan bagi bangsa,” kata dia.
Statemen Dion senada dengan Ghani. Dion yang saat ini sebagai staf di Bagian Pemasaran PTPN VII merasa tertantang untuk bisa memberi kontribusi pada divisi kreatif ini. Ia menyebut, pemasaran adalah salah satu aspek penting dalam satu siklus proses manajemen.
“Saat ini kita punya produk retail dengan brand Walini. Dan, pada perkembangannya pada Agustus lalu, bersama Pak Menteri BUMN juga melaunching Nusakita sebagai brand nasional. Kami para milenial siap untuk berkreasi mengemas produk retail ini menjadi produk “kebanggaan* negeri,” kata dia. (HUMAS PTPN VII)