BANDARLAMPUNG—PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) dengan ribuan karyawan menggunakan sistem manajemen sumber daya manusia (SDM) yang komprehensif, integratif, dan berimbang. Tujuannya, agar semua aspek dalam menggerakkan sumber daya dapat berjalan akseleratif, terarah, selaras, akomodatif, dan memenuhi prinsip keadilan.
Pesan itu disampaikan Direktur PTPN VII Doni P. Gandamihardja saat membuka Workshop Refreshment Key Performance Indicator (KPI) di Bandar Lampung, Rabu (17/3/21). Menghadirkan dua narasumber internal, pelatihan selama dua hari itu diikuti Kepala Bagian,Manajer Unit, Anak Perusahaan dan Tim KPI PTPN VII secara daring dari Ruang Harmonis Kantor Direksi.
Pada sambutannya, Doni mengingatkan tentang pentingnya KPI bagi PTPN VII secara korporasi maupun individu karyawan. KPI, kata dia, adalah sistem yang telah disusun secara komprehensif untuk mengukur kinerja dari unit terkecil yang kemudian bermuara kepada ukuran kinerja perusahaan.
“Untuk diketahui, KPI ini adalah amanat pemegang saham untuk dilaksanakan oleh seluruh individu hingga korporasi. KPI merupakan sistem penilaian yang disusun secara simultan guna mendapat penilaian yang adil, tidak subyektif,” kata dia.
Doni mengingatkan kepada peserta untuk mengikuti workshop dengan seksama agar pelaksanaan KPI di setiap jenjang bisa berjalan dengan baik. Ia juga mewanti-wanti pelaksanaan pengisian KPI pada setiap pekerja harus selaras dengan tema besar KPI yang menjadi proyeksi korporasi.
“Setelah workshop ini, setiap Bagian, Unit dan Anak Perusahaan harus melakukan monitoring dan evaluasi guna memastikan KPI korporat tercapai. Peserta harus memahami dan merumuskan initiative strategy mencapai target realisasi KPI sehingga berdampak pada pengelolaan perusahaan dengan keunggulan kinerja,” kata dia.
Pada sesi awal, Willy Mulyawan, nara sumber pertama, memberikan materi tentang Eksekusi Strategi (keselarasan antara KPI korporat dan individu). Dalam paparannya Willy yang juga General Manager PT Buma Cima Nusantara (BCN) menjelaskan tentang KPI secara umum dan hirarkinya.
Ia juga menjelaskan tentang kunci sukses implementasi KPI. Yakni, memulai dengan komitmen dan pendidikan SMT, fokus pada CSF (faktor kunci keberhasilan). Lalu, mengikuti aturan, memiliki tim kecil KPI dan segera melakukan tindakan, menggunakan sistem secara baik, menyediakan data ukuran kinerja dalam bentuk data base.
Selain itu, jelas Willy, dalam memilih KPI juga harus memiliki panduan agar tidak salah tujuan. KPI harus jelas dan tidak mengarah kepada pengertian yang bermacam-macam. KPI harus SMART (specific, measurable, agreeable, realistic, dan timebound). “KPI harus memiliki data yang dikumpulkan secara rutin. Biaya untuk mengidentifikasi atau mengawasi sebuah KPI tidak harus melebihi nilai yang didapat dari pengukuran suatu KPI,” kata dia.
Pada sesi kedua, Edy Santoso membawakan materi tentang Peran Manajemen Risiko Dalam Merealisasikan KPI. Kepala Sub Bagian Manajemen Risiko PTPN VII ini mengatakan, setiap pekerjaan dan tugas memiliki risiko.
“Ketika membicarakan Manajemen Risiko, jangan berpikir ini wilayahnya Subbagian Manajemen Risiko, atau ini wilyahnya para agen manajemen risiko. Manajemen risiko melekat pada level Manajer, Sinka dan Kabag/Kasubbag, atau bahkan seluruh level dalam organisasi. Namun, level tertinggi dalam Unit bisnislah yang paling akuntabel karena berhubungan langsung dengan KPI,” katanya.
Menurutnya, saat ini implementasi manajemen risiko masih sebatas pemenuhan aspek compliance terhadap regulasi (GCG). Keterbatasan SDM yang kompeten tentang manajemen risiko dan anggapan bahwa implementasi manajemen risiko merupakan tugas tim MR harus diluruskan.
“Kita masih terkendala oleh tidak mematuhi SOP sebagai bagian dari internal control dan control existing tidak terdokumentasi dengan baik. Proses alignment dan cascading progja RKAP belum selaras dengan profil risiko dan Risk maturity level belum berjalan sebagaimana mestinya,” kata dia. (rilis)