KSO, Strategi Transisi PTPN VII

BANDARLAMPUNG – Transisi pola bisnis sebuah BUMN dari agen pembangunan kepada satu entitas profit negara telah menjalani tahapan waktu yang cukup panjang. Tidak terkecuali PTPN VII sebagai bagian BUMN, merupakan bagian kekayaan negara yang dikelola secara korporasi, tidak hanya memiliki fungsi pelayanan, namun disisi lain memiliki fleksibilitas untuk dapat berkompetisi dalam upaya pencarian laba sehingga diharapkan menghasilkan manfaat bagi peningkatan perekonomian negara.

Tak pelak, dalam kondisi cash flow perusahaan yang kurang seimbang, manajemen melakukan langkah terobosan dengan membuka diri untuk bekerjasama operasional dengan mitra strategis (KSO)sebagai sebuah strategi, dengan terus menguatkan internalisasi budaya kerja perusahaan. Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Perusahaan PTPN VII Bambang Hartawan tentang kebijakan KSO di beberapa unit kerja. Hal tersebut dilakukan untuk percepatan perbaikan kinerja operasional, finansial dan kompetensi sumber daya manusia.
“Ya, PTPN VII melakukan KSO dengan pola partnerships di beberapa unit kerja yang mengalami stagnasi / kemunduran kinerja sebagai dampak dari beberapa faktor. Ada kebun dan pabrik The di Gunung Dempo – Pagaralam, dan dua unit Pabrik Kelapa Sawit yang terletak di Bengkulu dan Sumatera Selatan. Diharapkan strategi bisnis ini membawa multimanfaat dalam situasi cash flow yang sedang melambat ini,”kata dia di Bandar Lampung, Jumat (30/10/20).
Seperti halnya pelaksanaan Kerjasama dengan PT. Kabepe Chakra, yang merupakan perusahaan swasta nasional berpengalaman mengelola kebun dan pabrik teh serta memiliki strategi pemasaran yang jitu, pelaksanaan Kerjasama telah memasuki tahun kedua dan menunjukkan geliat kinerja yang sangat baik. Selain penyediaan dana operasional yang disuntikkan dari mitra KSO, pihak Chakra juga membawa teknologi mutakhir dalam banyak aspek di on farm maupun off farm. Lebih dari itu, terjadinya transfer pengetahuan menjadi serta pembentukan pola kerja positif kepada pekerja internal, baik teknis maupun militansi kerja.

Tak berbeda, KSO juga dijalankan di Pabrik Kelapa Sawit Talopino, Bengkulu. Pabrik yang didirikan pada 1996 dengan misi sebagai pendamping produktif dari program Perkebunan Inti Rakyat oleh Pemerintah ini berkapasita 30 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Saat itu, Pemerintah melalui Departemen Pertanian bekerja sama dengan Departemen Transmigrasi menfasilitasi rakyat untuk membangun kebun kelapa sawit dengan biaya negara dan secara teknis didampingi oleh PTPN VII.
Sebagai jaminan pasar, Pemerintah memberi mandat kepada PTPN VII untuk membangun pabrik. “Pabrik ini didirikan praktis untuk PIR. Sebab, kami diberi lahan konsesi hanya 500 hektare untuk ditanam sawit. Nah, sekarang PIR sudah lunas dan mereka bebas menjual TBS ke swasta. Makanya, KSO di Talopino ini sangat tepat. Dan alhamdulillah sudah berjalan dengan baik,” kata Malik Royan, Manajer PTPN VII Unit Talopino.
Tentang keuntungan KSO, Malik mengatakan, sebagai kebijakan transisi, KSO yang menggandeng PT. Agri Lestari Palmindo Jaya ini sangat baik. Menurutnya, dengan jumlah tenaga kerja yang ada di Unit Talopino, sebelum KSO, pihaknya tidak bisa “menghidupi” diri sendiri.
“Kami hanya punya kebun 518 hektare, sementara kapasitas pabrik kami 300 ton per hari. Artinya, jika kondisi produksi kebun normal, TBS hasil kebun sendiri cuma bisa memenuhi bahan baku satu setengah bulan. Beberapa periode lalu, PKS hanya olah dua kali seminggu. Tetapi sekarang, sejak KSO, olah setiap hari karena mitra memiliki kebun dan juga melakukan pembelian sawit rakyat,” kata dia.
Apa yang didapat PTPN VII dari KSO Talopino? Malik mengatakan, keuntungan dari PTPN VII bukan hanya berbentuk uang. Ia menyebut, seluruh karyawan Unit Talopino saat ini bisa bekerja kembali dengan tertib, bahkan mendapat tambahan insentif. “Tetapi, tujuan KSO kan bukan sekadar uang. Ada faktor lain yang juga sangat penting bagi kita, yaitu perbaikan budaya kerja yang lebih kompetitif” kata dia.
Malik menambahkan, pola kerja yang dijalankan manajemen Unit Talopino yang melayani mitra KSO menjadi lebih ketat. Tuntutan mitra KSO, jauh lebih tinggi dibanding dengan mengolah TBS milik sendiri yang selama ini berlangsung. Mereka, kata Malik, mensyaratkan hasil olahan atau produk dengan kualitas terbaik, rendemen yang tinggi, losess (kehilangan) serendah-rendahnya, dan pekerjaan dilaksanakan tuntas.
Mantan Kepala Kantor PTPN VII Distrik Sumsel itu menyatakan KSO sangat baik sebagai instrumen akselerasi perubahan di masa transisi. Dari sisi teknik, dituntut kerja efisien dan efektif oleh mitra KSO sehingga menumbuhkan kerja keras untuk mencari jawaban atas tantangan. Dari disiplin kerja, mitra KSO juga mempersyaratkan loyalitas yang tinggi.

Semoga dengan langkah strategis ini segera terbentuk budaya kerja dan budaya perusahaan (corporate culture) yang unggul. (HUMAS PTPN VII)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *